Chereads / LOVE IN DIAMOND SALES / Chapter 5 - 5. Kekuatan yang Berbeda

Chapter 5 - 5. Kekuatan yang Berbeda

Dengan penuh rasa penasaran, Alva pun mencoba mendekat ke arah pohon traw tersebut. Setelahnya, Alva mencoba memetik buah traw dari pohonnya persis seperti yang dilakukan oleh Lian.

Namun, saat Alva mencoba memetiknya, mendadak tubuhnya terlempar ke belakang, sama seperti Lian. Melihat Alva tergeletak, Lian pun dengan sigap menghampiri Alva.

"Alva? Lo gak papa?" tanya Lian sembari mengguncang tubuh Alva.

Alva tampak mengerjapkan matanya, kemudian memutuskan untuk mendudukkan diri di atas rerumputan. Pandangan Alva berubah menjadi linglung. Ia hanya menatap Lian dengan tatapan kosong.

"Alva? Lo gak papa kan?" tanya Lian.

"Lo siapa? Gue di mana?" tanya Alva balik. Mendengar hal itu, Lian pun langsung terkekeh pelan.

"Astaga, lo pakai acara bercanda segala! Gak mempan hahahaha!" ceplos Lian. Namun, raut wajah Alva malah terlihat datar.

"Gue serius nanyanya," cetus Alva. Mendengar hal itu, tawa Lian pun semakin tergelak.

"Ya kali nyusruk gitu doang bisa bikin amnesia. Lo kan tadi cuma memetik buah traw terus jatuh ke sini!" seru Lian. Alva menaikkan sebelah alisnya.

"Buah traw? Kek pernah denger," ceplos Alva.

"Yaiyalah lo pernah denger, orang lo sendiri kok yang ngasih tau jalannya," sahut Lian.

"Al, udah deh, gue harus cepet-cepet balik nih, mau bikin ramuan! Tolong petikin buah traw dong!" pinta Lian.

"Buah traw? Itu?" tanya Alva sembari menunjukkan jarinya ke arah sebuah tanaman dengan buah mirip stroberi. Lian pun segera menganggukkan kepalanya.

"Iya, itu, ambilin dong! Dari tadi gue kepental terus nih," keluh Lian.

Alva pun perlahan bangkit dari duduknya. Kemudian, ia berjalan menghampiri tanaman buah traw. Namun, kali ini, Alva berhasil memetik buah itu. Membuat pandangan mata Lian berbinar-binar.

"Woahhh! Kerennn! Ambilin sepuluh dong, Alva! Please!" pinta Lian.

Dengan mudahnya, Alva kini memetik buah-buah itu. Hingga pada petikan terakhir, Alva tiba-tiba memegangi keningnya.

"Loh, Alva, lo kenapa lagi?" tanya Lian sembari menatap Alva cemas.

"Arghh pusing!" teriak Alva tiba-tiba.

"Alva, jangan bercanda, Va! Alva!" keluh Lian sembari mengguncang-guncangkan lengan Alva.

Tepat saat itu juga, Alva pun menurunkan kedua tangannya yang sedari tadi memegangi kepalanya itu. Alva malah menatap Lian dengan pandangan bingung.

"Loh, lo udah berhasil metik buah traw ya?" kaget Alva. Hal itu tentu membuat Lian lebih kaget.

"Iyalah! Kan udah lo petikin tadi! Tuh, buktinya, ada satu buah traw di tangan lo!" sahut Lian sembari menunjukkan jarinya ke arah tangan Alva.

"Loh?!" Sementara Alva, malah menatap buah traw di tangannya dengan penuh keterkejutan.

"Gak mungkin!" keluh Alva. Mendengar hal itu, membuat Lian langsung mengernyitkan dahinya.

"Apanya yang gak mungkin sih?" tanya Lian bingung. Namun, sesaat kemudian, Alva menggelengkan kepalanya.

"Lian, maaf, kayaknya gue harus pulang duluan deh!" seru Alva tiba-tiba. Lian pun sontak mengerucutkan bibirnya.

"Lo kan udah janji mau nemenin gue! Lagipula gue juga gak ngerti area sini, Alva!" keluh Lian.

"Bentar-bentar!" seru Alva sembari memejamkan matanya.

Secara tiba-tiba, ada sebuah kertas di tangan Alva. Kertas tersebut mirip sekali dengan peta harta karun yang sering muncul di televisi.

"Nih, ambil. Peta ini bisa mengarahkan lo ke tempat yang lo mau. Ini peta ajaib, dia bisa berbicara, anggap aja dia sebagai teman lo. Dah ya, gue mau cabut duluan! Urgent!" ceplos Alva sembari menyerahkan peta tersebut ke tangan Lian, kemudian berlari kencang entah kemana.

Lian hanya mendengus kesal. Ia bahkan tidak menyangka jika Alva akan meninggalkannya sendirian di puncak bukit. Mana sihir yang dikuasai Lian masih tingkat rendah. Lian bahkan tak bisa mengeluarkan sihir sehebat Alva.

Namun, mau tidak mau, Lian harus melanjutkan perjalanannya. Hanya dengan berbekal peta yang tiba-tiba direkrut untuk menjadi teman ngobrolnya, tetapi, peta itu memang bisa berbicara apa saja?

"Ah kesel deh, kenapa sih si Alva tiba-tiba pergi begitu saja! Sebel!" keluh Lian.

"Dia bukan Alva, namanya Alka," sahut peta yang dibawa oleh Lian.

"Eh, ternyata lo bisa ngomong juga kah?" tanya Lian kaget.

"Bisa. Aku kan peta ajaib," sahut peta tersebut.

"Wah, kayak peta-nya Dora ya! Katakan peta! Katakan peta!" seru Lian sembari berdecak kagum.

"Dora? Siapa itu Dora?" tanya si peta. Tentu saja, Lian segera menepuk dahinya.

"Oh iya, dia kan dari zaman bahulak, dia pasti gak akan tahu apa itu Dora," keluh Lian sembari memutar bola matanya.

"Dora? Apa itu Dora? Aku tidak mengerti!" sahut peta tersebut.

"Udah, udah, lupain aja deh. Sekarang, kita harus ke arah mana?" tanya Lian.

"Jalan lurus ke depan," sahut peta itu.

Mendengar hal itu, tentu Lian langsung menganggukkan kepalanya, kemudian melangkah dengan menuruti perkataan peta tersebut. Lian berjalan lurus. Rasanya, semakin sepi saja. Seandainya ada Alva, pasti ia merasa seperti ada teman.

***

Di sisi lain, Alva memejamkan matanya sembari menciptakan sebuah portal di depannya. Sesaat kemudian, seperti ada portal putih tepat di hadapannya. Maka dari itu, Alva kemudian berlari masuk ke dalam portal tersebut.

FLASH!

Alva telah kembali ke dalam kamarnya. Bisa ia lihat, di balik jendela, sudah terlihat pekatnya langit malam. Alva tampak mengembuskan napasnya kasar. Kemudian, ia bergegas keluar dari kamar.

"Mama!" seru Alva sembari mengedarkan pandangannya.

"Mama! Mama di mana?" teriak Alva lagi. Hingga sesaat kemudian, terdengar suara decitan dari arah pintu kamar mandi.

"Ada apa sih, Alva? Kenapa kamu teriak-teriak panggil Mama? Mama kan lagi di toilet tadi," keluh Mama Alva.

"Ma, gawat. Kekuatanku tadi, sempat tidak bisa kukendalikan, Ma!" keluh Alva. Mendengarkan hal itu, sontak saja, Mama Alva membelalakkan matanya.

"Apa maksud kamu? Selama ini, kamu menggunakan kekuatan itu dengan lancar-lancar saja kan?" Mama tampak menaikkan sebelah alisnya.

"Ma, jangan kita bahas di sini. Aku gak mau ada orang lain yang dengar, kita bahas di ruangan rahasia kita saja ya, Ma?" pinta Alva sembari menggandeng tangan Mama.

Alva menyentuhkan telapak tangannya ke arah dinding. Secara tiba-tiba, di balik telapak tangannya, ada sebuah portal putih setinggi pintu di rumahnya.

"Ayo, Ma!" ajak Alva sembari mengajak Mama masuk ke dalam portal.

Baru saja, Alva memajukan langkahnya, secara tiba-tiba, portal yang tadi diciptakannya seakan menolak Alva untuk masuk ke dalam. Seketika itu juga, Alva dan mamanya langsung membelalakkan matanya lebar-lebar.

"Ba-bagaimana bisa?" kaget Mama.

"Ma, lihat, portalnya semakin meredup. Portalnya menolak kedatanganku, Ma!" keluh Alva sembari menunjukkan jarinya ke arah portal putih yang semakin lama semakin menghilang.

"Gawat, ada apa ini? Apa yang telah kamu perbuat, sehingga dunia sihir menolakmu?" tanya Mama sembari menatap Alva dengan pandangan tajam.

"Aku... Aku hanya berkunjung ke bukit di mana buah traw berada, Ma," sahut Alva.

"Buah traw?" Kini, Mama membelalakkan matanya.

"Sudah Mama bilangin berkali-kali, jangan pernah kamu mengambil atau memetik apapun yang berkaitan dengan barang suci dari dunia sihir!" pekik Mama.

"Kenapa memangnya? Aku kan juga bagian dari dunia sihir! Kenapa aku tidak bisa bebas mengambil mereka? Apa yang salah dariku?" tanya Alva dengan tatapan kesal.

"Aku pernah lihat Mama memetik buah traw kok, kenapa aku tidak boleh memetiknya?" tanya Alva lagi.

"Sebab, kamu dan Mama berbeda," sahut Mama dengan menyentuh pundak Alva.

"Kali ini, Mama akan menyembuhkanmu. Namun, Mama tidak tahu, sampai kapan, kekuatan Alka bertahan dalam tubuh kamu," cetus Mama dengan sorot mata tajam. Kini, Alva tampak memejamkan matanya, sementara Mama, bibirnya kini mulai bergerak mengucapkan sebuah mantra.