Chereads / LOVE IN DIAMOND SALES / Chapter 9 - 9. Menuntut Obat Penawar

Chapter 9 - 9. Menuntut Obat Penawar

"Seorang bayi berjiwa murni, bisa berjodoh dengan yang tidak berjiwa murni. Yang berjiwa murni juga bisa berjodoh dengan yang berjiwa murni juga, tetapi bayi yang tidak berjiwa murni, tidak akan bisa berjodoh dengan orang yang tidak berjiwa murni," jelas Alva. Mendengar hal itu, sontak saja, Lian mengerutkan dahinya.

"Terus maksud lo, gue berjiwa murni atau tidak? Ah parah, makin ngaco aja sih!" keluh Lian sembari mengerucutkan bibirnya.

"Kalau gue tebak, lo tidak berjiwa murni, Lian," cetus Alva. Mendengar hal itu, Lian pun langsung mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Terus kalau lo? Berjiwa murni atau gak?" tanya Lian. Secara tiba-tiba, Alva tersedak oleh kuah bakso yang tengah diseruputnya itu.

UHUK! UHUK!

Secara cepat, Alva menyaut segelas es teh miliknya yang telah tersaji di atas meja. Dengan cepat, Alva meneguknya. Seperti orang yang sedang gugup.

"Gue.…"

Alva malah menggantung ucapannya. Hal itu tentu membuat Lian semakin antusias untuk mendengarnya.

"Gue berjiwa murni," sahut Alva dengan nada cepat.

Sontak saja, Lian menahan tawanya. Lucu sekali gelagat Alva. Lian bahkan tidak pernah melihat Alva bisa segugup ini.

"Lah bukannya itu bagus, setidaknya kita ada peluang untuk bisa bersama kan?" Lian menaikkan sebelah alisnya.

"Tapi gue ogah sih ya. Gue mau fokus kuliah dulu, mau belajar yang bener dulu, gue gak mau cinta-cintaan dulu sih," sahut Lian kemudian.

Secara spontan, Alva menggaruk tengkuknya. Sembari menatap bakso yang kini tinggal semata wayang tergenangi danau kuah, Alva diam-diam melirikkan matanya ke arah Lian.

"Setidaknya untuk saat ini," lirih Alva.

"Untuk saat ini? Apanya?" tanya Lian setelahnya. Bahkan, Alva tak menyangka jika Lian bisa mendengar lirihannya.

"Setidaknya untuk saat ini, bakso gue masih ada yang bisa dimakan," sahut Alva asal. Mendengar hal itu, Lian pun langsung terkekeh pelan.

"Aneh banget sih lo, Va!" ceplos Lian, sebelum akhirnya menyeruput kuah bakso itu dari mangkuknya.

***

Sama seperti biasanya, setelah pulang kuliah, Lian langsung bergegas pergi ke toko. Di sana, sudah ada Mama Lian yang menunggu di toko berlian yang lumayan sepi itu.

"Halo, Ma! Lian pulang!" seru Lian sembari berjalan memasuki toko berlian.

"Bodoamat!" ceplos Mama Lian dengan tangan sibuk mencatat sesuatu di buku tebal.

Lian meletakkan tote bag miliknya ke atas meja kaca display. Kemudian, kedua matanya sibuk mengamati kegiatan makanya tersebut.

"Mama ngapain? Tumben nyatet-nyatet gitu? Nyatet apa, Ma?" tanya Lian.

"Biasa, kas masuk dan kas keluar. Kamu sih, disuruh masuk akuntansi gak mau, jadi gak paham ginian kan!" keluh Mama Lian.

"Yeee Mama juga gak sekolah di akuntansi, buktinya bisa merekap itu juga," cibir Lian.

"Eh malah ngebandingin diri sama Mama! Ya jelas, kamu dan Mama itu beda! Skill kita beda ya, Lian," ceplos Mama Lian. Mendengar hal itu, Lian hanya memutar bola matanya malas.

Baru saja jeda beberapa detik, terdengar suara langkah kaki yang cukup kencang mendekat ke arah Lian. Tanpa pikir panjang, Lian menolehkan kepalanya. Dan terkejutlah ia ketika melihat cowok yang ditraktir oleh Andra dan Feli kemarin, kini tengah berada di hadapannya.

Kali ini, cowok itu tidak mengenakan kaca mata hitamnya. Sehingga, terpampang nyatalah kobaran api yang menyala-nyala melalui sorot matanya. Lian sontak saja meneguk salivanya susah payah. Ia sudah bisa menebak, bahwa cowok itu akan membawa berita buruk.

"Mohon maaf, kedatangan saya kemari, saya ingin melayangkan sebuah protes," cetus cowok itu. Nada bicaranya terdengar sopan. Hal itu, tentu membuat Mama Lian semakin tertarik untuk menanggapinya.

"Ah, sepertinya kalian butuh ruang untuk ngobrol berdua ya? Kebetulan sekali, hari ini, Mama ada acara arisan di rumah tetangga. Kalian lanjutkan saja ngobrolnya, gak usah malu-malu ya, bye-bye!" seru Mama Lian sembari bergegas melangkahkan kakinya menuju pintu keluar toko.

Melihat tingkah ibunya, membuat Lian membelalakkan matanya. Tentu saja, Lian bisa membaca bahwa ibunya sebenarnya tahu tujuan dari Alka datang ke tempat ini. Namun, sungguh menyebalkan, ketika mamanya malah melemparkan semuanya kepada Lian.

"Ah, Lian, sabar, tetaplah bersikap ramah kepada pembeli ya!" seru Lian dalam benaknya.

Sebelum Alka mengeluarkan suaranya, Lian buru-buru menyajikan sebuah senyuman manis di wajahnya. Berharap, itu akan sedikit membuat luntur amarah cowok yang berada di hadapannya tersebut.

"Oke, to the point aja, karena gue gak suka bertele-tele!" pekik Alka.

"Ah, sepertinya akan lebih bagus kalau kita berbicara dengan bahasa formal, Pak," cetus Lian.

"Berani sekali lo ngatur gue! Rasanya, gue udah eneg bicara formal kepada cewek perusak hubungan orang!" pekik Alka. Sontak saja, Lian mengerucutkan bibirnya. Ia sungguh sebal jika dikatai seperti itu.

"Eh, Alka! Maksud lo apa? Gue gak suka ya dibilang perusak hubungan orang! Gue bukan pelakor kok!" protes Lian. Mendengar hal itu, membuat Alka terkekeh pelan.

"Iya, lo bukan pelakor, tapi lo penjual berlian palsu!" tandas Alka.

"Gue udah bilang ya, jangan main-main sama gue! Bisa-bisanya lo nipu gue dengan berlian gak berguna itu!" pekik Alka.

"Apa maksudnya? Berlian gak berguna? Sorry ya, berlian gue ini berlian ajaib! Kalau lo gak percaya, tanya aja ke Feli, pacarnya Andra. Mereka kemarin nyaris aja putus, tetapi khasiat berlian gue, membuat hubungan mereka gak jadi putus!" seru Lian tidak terima.

"Oh ya? Terus, gue harus percaya gitu sama lo?" Alka menaikkan sebelah alisnya.

"Secara dia temen lo, jelaslah bela elo. Faktanya, berlian lo yang malah membuat cewek gue mutusin gue! Lo harus tanggung jawab!" pekik Alka.

"Gak mau! Orang bukan salah gue kok! Lagian kemarin, gue juga udah mau peringati elo, tapi elo-nya malah dengan santainya nyelonong pergi! Itu semua pokoknya salah elo!" protes Lian.

"Salah gue dari mananya? Elo aja yang pedagang berlian palsu. Bodohnya gue karena udah percaya sama strategi marketing lo yang busuk itu!" cibir Alka. Mendengar Alka berbicara seperti itu, tentu membuat Lian semakin meradang.

"Ini bukan hanya strategi marketing! Lo jangan nyebar hoax ya! Lo gak tahu apa-apa! Toh, kalau khasiat berlian gue ini palsu, pasti udah banyak orang yang protes dan marah-marah ke sini! But, faktanya apa? Cuma elo doang yang marah-marah di sini!" pekik Lian.

"Itu artinya, yang salah ada pada lo!" tuduh Lian.

"Lah kok elo jadi playing victim ke gue gini sih! Sebenarnya lo kasih apa ke berlian yang gue beli, kenapa secara tiba-tiba, cewek gue bisa langsung mutusin gue, tepat sehari setelah gue memberikan berlian itu padanya?" Alka mengangkat sebelah alisnya. Lian hanya menghela napasnya.

"Terus, mau lo sekarang apa? Mau duit lo balik?" tanya Lian pasrah. Namun, Alka malah menggelengkan kepalanya.

"Gue gak mau duit gue balik! Gue cuma mau, keadaan kembali seperti semula, gue kangen berat sama cewek gue!" pekik Alka sembari melipat tangannya di depan dada. Sontak saja, Lian menggelengkan kepalanya.

"Gak! Gak bisa! Kekuatan berlian gak ada penawarnya!" keluh Lian.

"Gue gak mau tahu, pokoknya harus ada!" paksa Alka.

"Kalau gak ada gimana? Lo mau apa? Udah dibilangin, gak ada penawarnya, masih aja ngeyel!" tantang Lian.

"Gue bakal laporin lo ke polisi atas dasar penyebaran hoax," cetus Alka sembari tersenyum miring.