Lian sesekali melirikkan pandangannya ke belakang. Harap-harap cemas jika ternyata Alka sungguh-sungguh seorang penyihir jahat.
"Apa lihat-lihat? Naksir lo sama gue?" ceplos Alka ketika tak sengaja melihat Lian mencuri pandang ke arahnya.
"Apaan sih, percaya diri banget jadi orang! Gue masih curiga sama lo, jangan-jangan, lo ini beneran penyihir jahat ya?" sahut Lian. Sontak saja, terdengar suara decihan dari Alka.
"Harusnya gue yang harus waspada sama lo. Lo ini sebenarnya manusia atau bukan sih? Kenapa bisa masuk ke dalam tembok? Mana sekarang, kita ada di mana aja gue gak tahu! Wah lo mau nyekap gue ya?!" tuduh Alka. Mendengar hal itu, Lian pun melototkan matanya ke arah Alka.
"Rugi gue kalau nyekap lo. Udah kek bebek, ngomel terus, sadar diri kek kalau suara lo itu cempreng dan memekakkan telinga gue," cibir Lian.
"Eh yang dari tadi ngomel itu elo ya. Gue cuma diem ngikutin elo di belakang, tapi karena lo mancing-mancing ya gue ladenin!" protes Alka.
"Ah bodo ah, gue gak mau ribut!" keluh Lian.
Lian pun lantas membuka peta yang sedari tadi dibawanya. Kemudian, Lian tampak menghela napasnya dengan berat. Seakan-akan, ia bisa tahu bahwa perjalanannya masih sangat panjang.
"Woy, ini kok gak sampai-sampai? Lo bikin kita nyasar ya?!" tuduh Alka. Mendengar hal itu, Lian langsung memutar bola matanya malas.
"Enak aja lo kalau ngomong! Jalan yang kita lewatin itu bener, cuma memang kalau mau ke sana jalan kaki, butuh waktu tujuh hari," cetus Lian. Sontak saja, Alka membelalakkan matanya.
"Eh busyet! Tujuh hari? Wah parah lo! Terus maksud lo, kita harus berkelana menyusuri hutan dan bukit kayak tadi selama tujuh hari?" tanya Alka kaget. Lian pun segera menganggukkan kepalanya.
"Iya," sahut Lian.
Secara tiba-tiba, Alka menghentikan langkah kakinya. Hal itu, membuat Lian turut menghentikan langkahnya, kemudian membalikkan badan untuk mengamati gerak-gerik Alka.
"Kenapa berhenti? Nyerah? Ya udah, yuk, gak usah jadi aja. Lagian ngapain sih ngabisin waktu cuma buat cari penawar ramuan doang, ya gak?" bujuk Lian sembari menaik-turunkan kedua alisnya.
Alka tampak menyentuh lututnya menggunakan kedua tangan. Pandangannya kini menatap ke bawah, menatap tanah, sementara benaknya berusaha memikirkan cara agar dirinya bisa dengan cepat menuju ke bukit berlian.
"Kalau gak salah, gue kayaknya pernah nonton film bertema penyihir kayak gini deh. Kalau di film, mereka punya sapu ajaib. Tapi, kalau gue lihat-lihat, kayaknya lo juga gak bakalan punya tuh," ceplos Alka. Lian sontak mengerucutkan bibirnya.
"Enak aja! Gue punya tuh! Nih lihat ya!" seru Lian.
Lian tampak memejamkan matanya. Bibirnya lantas berkomat-kamit, seperti mengucapkan mantra yang sulit dipahami oleh Alka. Hanya dalam beberapa detik, sebuah sapu muncul di tangan Lian.
Selesai mengucapkan mantra, Lian segera membuka matanya. Dilihatnya, sebuah benda berbentuk seperti sapu lidi bergagang panjang kini telah sukses Lian genggam. Setelahnya, Lian memusatkan perhatiannya kepada Alka yang kini tampak meneguk salivanya susah payah.
"Nih, sapu! Makanya, jangan ngeremehin kemampuan gue ya!" seru Lian sembari tersenyum miring.
Saat menyerahkan sapu itu kepada Alka, Alka malah berjalan mundur dengan wajah ketakutan. Jujur saja, Lian malah tertawa puas ketika melihat ekspresi ketakutan dari Alka.
"Apa sih? Lo takut sama gue?" tanya Lian.
"Jangan dekati gue! Lo ternyata benar-benar penyihir ya? Jauh-jauh lo! Jangan kutuk gue!" pekik Alka sembari menggelengkan kepalanya.
Lian memutar bola matanya. Kemudian, ia pun segera melangkahkan kakinya untuk menaiki sapu lidi bergagang panjang itu. Kini, pandangannya ia tolehkan kepada Alka.
"Kalau lo gak naik, gue tinggalin lo di sini sendirian. Biar dimakan macan, baru tahu rasa lo!" ancam Lian sembari menjulurkan lidahnya.
Alka pun seketika mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Memang, di tempatnya berdiri, banyak sekali pohon-pohon besar yang tumbuh. Dengan kata lain, Alka memang tengah berada di dalam hutan. Besar kemungkinannya, jika ada hewan-hewan buas yang menghuni hutan tersebut.
"Ini kan dunia sihir? Ada macan juga?" tanya Alka dengan takut-takut. Mendengar hal itu, Lian pun langsung menganggukkan kepalanya.
"Ada kok. Lo gak percaya? Mau gue undangin?" tawar Lian sembari tersenyum miring. Mendengar hal itu, sontak saja, Alka menggelengkan kepalanya.
"Jangan!" pekik Alka.
"Ya udah, buruan, naik ke belakang gue!" cetus Lian sembari melirikkan matanya ke arah belakang.
"Lo gak akan ngapa-ngapain gue kan?" tanya Alka curiga. Tentu saja, Lian meledakkan tawanya.
"Heh gue ini cewek ya, harusnya gue yang ambil kata-kata lo tadi! Harusnya gue yang takut lo apa-apain, kenapa malah jadi lo yang takut gue apa-apain sih?" keluh Lian sembari terkekeh pelan.
"Ya habisnya lo nyeremin sih! Ya udah deh, iya. Gue naik ke belakang lo, tapi lo harus janji ke gue kalau lo bakal menjaga keselamatan gue! Deal?" ujar Alka meminta persetujuan. Mendengar hal itu, Lian hanya memutar bola matanya sembari mendengus sebal.
"Di mana-mana tuh, cewek yang minta dijaga sama cowok, ini malah kebalikannya! Gimana sih lo, kayaknya lo lahir dengan gender yang salah deh, Al!" cibir Lian.
Alka mencoba tidak mempedulikan perkataan Lian yang terakhir. Ia malah sibuk menumpang di belakang Lian.
"Heh, ini gagang sapunya gak bakalan patah kan?" tanya Alka.
"Ih, lo dari tadi ceriwit banget ya! Walaupun gagangnya kelihatan kek kayu lapuk, tapi kualitasnya masih oke tahu!" protes Lian. Hanya terdengar helaan napas dari Alka.
"Terbang!" ujar Lian kepada sapu yang ditumpanginya.
Sesaat kemudian, sapu yang ditumpangi Alka dan Lian berlabuh di udara. Melayang seperti kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya di udara. Hanya bedanya, sapu yang ditumpangi Lian tidak bersayap.
Saat tengah asyik mengudara, secara tiba-tiba, dari arah berlawanan, muncul sekelompok burung berbulu hitam. Burung itu dengan cepat melesat dan seperti akan menghantam sapu yang ditumpangi Lian dan Alka. Melihat pemandangan itu, Alka pun segera menepuk pundak Lian berkali-kali.
"Li, Li, Li, belok! Cepetan belok! Burungnya mau nabrak sapu kita tuh!" seru Alka panik.
"Gue gak tahu caranya belok!" keluh Lian.
"Ya elo tinggal bilang belok, kek elo nyuruh dia terbang tadi kek! Cepetan, burungnya dah hampir mau ke sini tuh!" semprot Alka.
Lian mencoba menghirup napasnya dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Perlahan, Lian memejamkan matanya.
"Belok!" seru Lian kepada sapu itu.
Namun, saat membuka matanya, sapunya tak kunjung berbelok, sementara barisan burung gagak itu sudah mulai mendekat.
"Gimana sih! Kok gak belok!" pekik Alka.
"Gimana dong, gue baru pertama kali pakai sapu ini dan gue gak tahu cara mengemudinya! Alka! Bye! Sepertinya jalan kita cukup sampai di sini aja deh, Al!" seru Lian dengan nada putus asa.
"Woy! Maksud lo apaan! Gue gak mau mati di sini ya! Gue masih muda! Gue masih kepengen un-boxing pacar gue dulu di malam pertama!" pekik Alka sebal.
"Ya gimana caranya! Kita bakal diserbu kawanan burung!" seru Lian panik.
"Alka! Alka! Bye! Kayaknya kita bakal jatuh!" pekik Lian sembari menutup kedua matanya menggunakan kedua tangannya sendiri.
"TENANG ANAK-ANAK! KAKEK AKAN MENYELAMATKAN KALIAN!"
Saat Lian dilanda keputus-asaan, tiba-tiba terdengar seruan seseorang. Lian dan Alka pun sontak membuka matanya. Secara tiba-tiba, Alka, Lian, dan juga sapu sihirnya berada dalam lingkaran gelembung.
"Terima kasih, Kakek! Kakek menyelamatkan Lian!" seru Lian dengan mata berbinar-binar.
Dengan santai, Lian kini menatap burung-burung yang mulai menghampirinya. Lian sangat percaya diri bahwa gelembung dari Kakek itu akan melindungi Lian dan Alka.