Chereads / LOVE IN DIAMOND SALES / Chapter 16 - 16. Kakek Tua yang Mencurigakan

Chapter 16 - 16. Kakek Tua yang Mencurigakan

CRASHH!

Seharusnya Lian tahu, bahwa paruh burung gagak itu runcing. Alhasil, burung gagak itu sukses memecahkan gelembung yang melindungi Lian dengan paruhnya. Seketika itu juga, sapu yang ditumpangi Lian pun kehilangan keseimbangannya. Sehingga, keduanya sibuk meluncur jatuh ke tanah.

"Adow! Pinggang gue pasti encok! Help!" seru Lian ketika tubuhnya berhasil menyentuh sesuatu.

"Brisik amat sih lo, cepet buka mata lo!" pekik Alka.

Perlahan, Lian membuka matanya. Langsung saja, matanya membelalak lebar. Tidak, punggungnya bahkan sama sekali tidak menyentuh tanah. Justru, Lian malah jatuh tengkurap di atas tubuh Alka.

"Alka?" kaget Lian.

Pandangan mereka sontak saling terbentur. Dengan cepat, Lian pun berusaha bangkit dari tengkurapnya.

"Adowww!"

Namun, sepertinya, takdir sedang ingin mempersatukan Lian dan Alka. Sebab, secara tiba-tiba, sapu ajaib yang tadi ditumpangi Lian dan Alka, kini berbalik jatuh menumpangi kepala belakang Lian. Hal itu, cukup membuat Lian dan Alka berciuman bibir secara sekilas.

Karena saking kagetnya, Lian pun segera mengambil sapu yang menumpangi kepalanya itu dan bergegas menyingkir dari Alka. Sontak saja, Lian mendudukkan diri di samping Alka dengan tangan sibuk mengusap kepala bagian belakangnya.

"Aduh, maaf anak-anak! Sepertinya Kakek telat membantu kalian!" seru seorang kakek tua dengan jubah dan topi mirip seperti Lian.

Kakek itu berjalan mendekati Lian dan Alka. Sembari mengusap punggungnya, Alka mencoba bangkit dan mendudukkan diri tepat di samping Lian.

"Kakek ini gimana sih! Masa kita dibiarin jatuh di atas rerumputan begini!" protes Alka dengan penuh rasa kesal.

"Ssttt, Alka, bicaranya yang sopan!" bisik Lian. Lian pun sontak memasang senyuman manis kepada kakek tua itu.

Alka diam-diam melirikkan pandangannya ke arah Lian. Alka sontak membelalakkan matanya, kemudian menunjuk pipi Lian menggunakan jari telunjuknya.

"Wah, jangan-jangan lo naksir sama kakek tua bangkotan ini ya?!" tuduh Alka. Dalam hitungan detik, Alka beralih meneloyor kening Lian pelan.

"Sadar, Li, dia udah punya cicit lima!" ceplos Alka.

Mendengar hal itu, Lian sontak saja mendorong tubuh Alka dengan lumayan keras, sehingga, Alka kembali terjerembab ke rerumputan.

"Jangan sembarangan! Biarpun tua, kakek ini pasti bisa bantuin kita!" pekik Lian, kemudian beralih memandang kakek itu dengan senyuman termanisnya.

"Adow! Adow! Punggung gue sakit!" keluh Alka.

Kakek tua itu kini memandang Alka dengan tatapan lekat. Kakek itu mengulurkan tangannya ke depan, seperti akan menyentuh Alka dari jarak jauh. Sementara matanya kini terpejam dengan mulut berkomat-kamit.

Lian hanya mengamati gerak-gerik kakek tua itu, kemudian beralih memandangi Alka. Lian tidak tahu kakek tua itu sedang berbuat apa. Mungkin, kakek tua itu tengah mengutuk Alka karena Alka mungkin sudah berkata kasar kepada kakek tua itu.

"Putra Mega," cetus kakek tua itu setelah mengakhiri kegiatan komat-kamitnya.

Mendengar hal itu, Lian pun segera mengernyitkan keningnya. Ia merasa bingung dengan perkataan kakek tua itu.

"Putra Mega? Apa itu, Kek?" tanya Lian.

"Jadi, kamu ya orangnya. Kebetulan sekali, saya sedang mencari keberadaanmu," cetus kakek tua itu dengan senyum menghiasi wajahnya.

Alka bersusah payah untuk bangkit dari teparnya. Kemudian, Alka bergegas untuk berdiri, hal itu tentu diikuti oleh Lian juga.

"Mencari gue? Wah, ada apa nih, Kek? Jangan-jangan, Kakek mau berbuat jahat ya sama saya? Jangan, Kek! Saya cuma manusia biasa yang tidak berdaya! Ampun, Kek!" cerocos Alka.

"Hahaha tidak. Saya diamanahi oleh Mega untuk menemani kamu ke tempat yang kamu tuju," cetus kakek tua itu sembari terkekeh pelan.

"Ah bagus sekali! Kebetulan sekali, kami juga butuh Kakek untuk menemani kami ke bukit berlian!" seru Lian girang. Namun, Alka malah melemparkan sorot mata tajamnya ke arah kakek tua itu.

"Gak! Saya masih curiga kepada Kakek! Niat Kakek sebenarnya apa? Dan, Mega itu siapa?" tanya Alka masih setia dengan sorot mata tajamnya.

Namun, ekspresi wajah kakek tua itu terlihat aneh. Malahan, terkesan seperti tidak mempercayai perkataan Alka tadi.

"Kamu tidak mengenal Mega?" tanya kakek tua itu dengan ekspresi wajah serius. Sontak saja, Alka menggelengkan kepalanya.

"Saya tidak kenal Mega!" sahut Alka.

"Lalu, siapa nama ibumu?" tanya kakek tua itu lagi.

"Nama mama saya Ar … Eh, kenapa juga kakek tanya-tanya nama mama saya! Saya gak akan semudah itu membocorkan data pribadi saya ya, Kek! Jangan-jangan, habis ini, Kakek mau membobol rekening saya lagi!" pekik Alka. Bukannya tersinggung, kakek tua itu malah mengernyitkan dahinya.

"Rekening? Apa itu rekening?" tanya kakek tua itu.

"Ah sudah-sudah! Kek, hujan berlian akan terjadi pada tanggal tujuh, sementara sekarang, sudah tanggal empat, itupun sudah menjelang sore. Apa kita akan bisa sampai di sana tepat waktu?" tanya Lian langsung pada intinya. Kakek tua itu, kini tampak merapikan jenggot putihnya yang panjang.

"Emm, jika jalan kaki, kemungkinan tidak akan sampai. Namun, kakek ada sebuah pintu yang bisa mengantarkan kalian agar cepat sampai ke bukit berlian," cetus kakek tua itu. Mendengar penawaran Kakek, membuat Lian langsung memiliki harapan lebih.

"Baik, kalau begitu, tolong antarkan kami ke pintu itu dong, Kek!" pinta Lian. Lagi-lagi, kakek tua itu mengusap jenggot panjangnya yang sudah berwarna putih.

"Boleh. Namun, karena hari sebentar lagi larut, ada baiknya kalian berdua menginap di rumah Kakek terlebih dahulu. Setidaknya kalian bisa istirahat, sehingga besok bisa langsung pergi ke bukit berlian," cetus Kakek tua itu.

"Memangnya kita gak bisa pergi sekarang aja, Kek? Kenapa harus menginap di rumah Kakek?" tanya Alka sembari melemparkan tatapan curiga kepada Kakek tua itu. Mendengar hal itu, Kakek tua itu langsung terkekeh pelan.

"Di bukit berlian, tidak ada rumah untuk menginap. Lagipula, apa kalian mau tidur di atas rerumputan bukit berlian? Bukit berlian itu terkenal dengan suasana dinginnya ketika malam hari tiba lho," jawab Kakek tua itu.

Tanpa berpikir lama, Lian pun segera menganggukkan kepalanya dan memaksa Alka untuk ikut menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah, kita pergi ke rumah kakek, yuk!" ajak Lian.

"Ikuti saya!" titah Kakek tua itu.

Dengan patuh, Lian dan Alka pun mulai melangkahkan kakinya mengekor di belakang Kakek tua tersebut. Diam-diam, Alka berjalan di belakang Lian, menjaga jarak dari Lian dan Kakek tua mencurigakan itu.

Pandangannya sibuk menelisik dari ujung topi kerucut, hingga alas kaki berupa sendal lusuh yang dikenakan Kakek tua itu.

"Feeling gue ke Kakek tua itu gak enak deh! Kenapa bisa ada Kakek tua yang tiba-tiba menawarkan bantuan ke gue dan Lian? Dan siapa itu Mega? Kenapa seolah-olah, Kakek itu seperti sok kenal sok dekat gitu sama gue dan Lian?" pikir Alka dalam benaknya.