Lian menggaruk tengkuknya. Entah mengapa, tatapan Alva seakan langsung mengintimidasinya. Karena suasana sudah menjadi canggung, buru-buru, Lian angkat bicara.
"Sebenarnya gue ke sini mau nyari bahan untuk membuat ramuan berlian. Kelihatannya, lo udah lama berada di sini. Ehem, berhubung gue gak tahu arah, dengan berat hati, gue pengen minta bantuan sama lo," ucap Lian. Mendengar hal itu, Alva pun langsung mengulas senyumannya.
"Boleh, tapi lo harus janji sama gue!" cetus Alva sembari mengacungkan jemari kelingkingnya.
"Janji? Janji apaan?" tanya Lian curiga.
"Gue mau lo janji, kalau lo gak akan marah lagi sama gue dan lo bakal lupain kejadian buruk yang ada di masa lalu itu, gimana, deal?" Alva tampak menaik-turunkan kedua alisnya.
"What? Lupain? Enak aja lo bilang! Lo tahu gak sih, lo itu cinta pertama gue! Dan elo juga orang pertama yang udah nolak gue, sekaligus mempermalukan gue! Dan lo dengan gampangnya nyuruh gue lupain itu? Noooo!" pekik Lian dengan melipat kedua tangannya di dada.
"Kejadian itu udah berlalu lama, Lian. Oke, gini, sekarang, gue mau minta maaf sama lo kalau gue ada salah baik di masa sekarang atau di masa lalu. Jujur aja, gue pengen berdamai sama lo, gue kangen elo yang friendly, elo yang perhatian ke gue, bukan elo yang berkata ketus kayak gini ke gue," keluh Alva sembari menundukkan wajahnya.
"Aishh iya, iya, gue janji bakal lupain dendam gue ke elo. Namun, lo harus janji satu hal, bantuin gue nyari bahan buat bikin ramuan ya?" Kini, giliran Lian yang menaikkan sebelah alisnya.
"Iya, janji," ujar Alva dengan masih mengacungkan jemari kelingkingnya.
"Oke, deal. Kita sepakat!" cetus Lian, kemudian mengikatkan jemari kelingkingnya ke arah kelingking Alva.
Sesaat kemudian, keduanya saling melepas ikatan jemari kelingking masing-masing. Lian pun tampak menghirup napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Sekilas, Lian melirikkan pandangannya ke arah Alva.
"Ya udah, yuk! By the way, kita mau nyari buah apa dulu nih?" tanya Alva. Mendengar hal itu, Lian pun bergegas mengeluarkan kertas berwarna kecokelatan tersebut.
"I-ini. Gue gak bisa bacanya. Gak ada terjemahannya sih," keluh Lian.
"Lo gak bisa baca? Terus selama ini, lo bikin ramuannya gimana?" tanya Alva bingung.
"Diterjemahin sama si buku tua kampret itu!" sahut Lian sembari membuang pandangannya ke sembarang arah.
"Ya udah, sini. Sebenarnya gue juga gak bisa bacanya sih," cetus Alva tiba-tiba.
"Lah? Bukannya lo juga tinggal di sini? Kenapa gak bisa baca?" tanya Lian bingung. Alva hanya mengendikkan bahunya.
"Tapi, tenang! Gue punya kekuatan untuk menerjemahkannya," ucap Alva. Hal itu, tentu saja, mengundang decak kagum seorang Lian.
"Wuah hebat! Bisa menerjemahkan sendiri! Ajarin dong, Va!" pinta Lian. Mendengar hal itu, wajah Alva seperti terlihat kaget untuk sejenak, tetapi sesaat kemudian, kembali tersamarkan.
"Gue susah buat ngajarin orang sih. Soalnya ini kemampuan alami, tiba-tiba muncul begitu aja sih," sahut Alva.
"Ah masa? Kok gue gak punya sih?" tanya Lian. Mendengar hal itu, Alva langsung mengendikkan bahunya.
"Entah. Setiap orang terlahir berbeda, termasuk beda kemampuan," sahut Alva. Lian pun langsung mengangguk paham.
"Oke, setelah gue baca, sepertinya kita cuma perlu mencari buah 'Traw', dan tiga buah atau sayur yang berwarna merah," ucap Alva.
"Ah kayak main teka-teki ya. Berarti kita harus cari buah Traw ya? Emang itu bentuknya kek gimana sih?" tanya Lian. Alva mengendikkan bahunya.
"Susah dijelasin, tapi gue tau tempatnya. Yuk, ikuti gue!" ajak Alva sembari melangkahkan kakinya mendahului Lian.
Dengan langkah terpaksa, Lian pun menuruti ajakan Alva. Ia kini sibuk mengekor di belakang Alva.
Banyak sekali yang telah Lian lewati. Ia bahkan seperti sedang naik dan turun di sebuah perbukitan hijau. Beberapa tanaman di bukit ini juga mengeluarkan bunga. Ah sungguh indah sekali jika bisa berkebun di tempat ini.
"Kita udah sampai di ladang 'Traw'!" ucap Alva dengan senyuman manisnya.
"Traw?" Lian malah mengernyitkan dahinya ketika menyaksikan di kanan kirinya terdapat banyak buah berwarna merah dengan bintik putih.
"Ini stroberi kali, Va! Bukan traw!" protes Lian. Mendengar hal itu, Alva langsung meletakkan jemari telunjuknya ke depan bibir.
"Sssttt, udah gue bilang, jangan panggil Alva! Panggil gue, Alka! A-L-K-A, Alka!" tegur Alva sembari mengeja sebuah nama.
"Eh iya, lupa! Habisnya sih, lo pakai acara ganti-ganti nama segala. Gue kan jadi sering salah manggilnya!" keluh Lian.
"Ssstt! Ini buah traw, silakan dipetik!" seru Alva. Mendengar hal itu, Lian pun langsung menuruti ucapan dari Alva.
Namun, saat ia ingin memetik buah traw, secara tiba-tiba, tubuhnya seperti didorong seseorang. Alhasil, Lian pun jatuh ke tanah sembari meringis kesakitan.
"Aduh, sakit!" keluh Lian sembari mengusap pelan pinggangnya.
"Lian, lo kenapa?" kaget Alva sembari mengulurkan tangan kepada Lian.
"Gue jatuh anjirrr pake tanya kenapa lagi!" keluh Lian sembari menerima uluran tangan Alva.
Lian lantas mengusapkan kedua tangannya ke arah celana pendeknya. Seketika itu juga, Alva menepuk dahinya.
"Mungkin karena lo gak pake jubah sihir kali, Li!" cetus Lian.
"Jubah sihir? Ah gimana cara dapetinnya?" tanya Lian bingung.
"Oke, bentar!" seru Alva.
Kini, laki-laki itu tampak menutup kedua matanya rapat-rapat. Sementara bibirnya, tak henti-hentinya berkomat-kamit. Hingga secara tiba-tiba, muncul sebuah tongkat berukuran kecil dan pendek di tangannya.
Alva kemudian membuka matanya. Ia pun kembali mengayunkan tongkat tersebut ke arah Lian dengan mulut seperti mengucapkan sesuatu. Yang jelas, Lian tak bisa mengerti ucapan Alva karena ucapannya tidak menggunakan bahasa Indonesia.
CLING!
Secara tiba-tiba, pakaian yang dikenakan Lian berubah begitu saja. Pakaian yang sedari tadi mengenakan baju berlengan pendek, juga celana jeans pendek sepaha, kini berubah menjadi jubah panjang yang sampai menutup ke mata kaki. Bahkan, di atas rambut Lian, kini terdapat sebuah topi berbentuk kerucut.
"Woaaaa gue jadi kek nenek sihir di film-film eh!" seru Lian sembari meraba-raba topi di atas rambutnya.
"Hahaha, itu memang pakaian di sini. Berbeda dengan di dunia manusia yang biasa kita tinggali," sahut Alva sembari tersenyum puas.
"Coba sekarang, lo ambil lagi tuh buah traw!" suruh Alva. Seketika itu juga, Lian menganggukkan kepalanya.
Saat Lian memutuskan untuk memetik buah traw, lagi-lagi, tubuhnya terhempas ke belakang. Sontak saja, Lian mengerucutkan bibirnya kesal.
"Gimana sih, kok gue masih jatuh! Tau gini, gue ambil buah stroberi aja dari kulkas, toh bentuknya juga sama!" omel Lian. Mendengar omelan Lian, membuat Alva memasang ekspresi bingung.
"Kok bisa gini sih?" tanya Alva.
"Ya mana gue tahu! Coba lo aja yang petik, mungkin bisa!" suruh Lian.
Dengan penuh rasa penasaran, Alva pun mencoba mendekat ke arah pohon traw tersebut. Setelahnya, Alva mencoba memetik buah traw dari pohonnya persis seperti yang dilakukan oleh Lian.