***
Hujan deras sudah reda sejak 1 jam yang lalu. Gabby yang masih sibuk dikamarnya dengan membaca buku novel itu terkejut mendengar suara nada dering dari ponselnya.
Gabby menutup buku novelnya, lalu meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidurnya.
"Hallo, Ana. Ada apa?" Tanya Gabby kepada sahabatnya Ana yang ternyata menguhubungi Gabby.
"Antar aku ke mall yuk!" Ajak Ana
"Ngapain ke mall?" Tanya Gabby.
"Aku mau cari sepatu haihils. Plis Alexa anterin aku yaa?" Tanya Ana dengan nada melas nya dari sebrang sana.
"Ya iya okay, aku anterin."
"Yes, okay. Aku jemput, 10 menit lagi sudah tiba di rumahmu."
"Iya, aku juga mau siap-siap dulu."
Lalu Gabby menutup panggilan ponselnya. Gabby berjalan menuju ke walk in closet untuk mengganti pakaian nya. Setelah itu ia menuju ke meja riasnya untuk memolesi wajah nya dengan make up tipis-tipis.
10 menit Gabby sudah selesai dengan ganti baju dan make up nya lalu ia turun ke lantai bawah untuk berpamitan ke pada Keynan dan Cassie.
"Daddy....Mommy!" Panggil Gabby, suaranya menggema di sekeliling ruangan. Namun tidak ada jawaban dari pemilik nama itu.
"Kemana ya Daddy dan Mommy?" Tanya Gabby pada dirinya.
Saat Gabby berjalan menuju ke ruang keluarga, ia melihat ada maid yang sedang membersihkan ruangan itu.
"Mbak,, tau Daddy dan Mommy nggak?" Tanya Gabby kepada maid itu.
"Tadi saya lihat tuan Keynan ke ruang kerjanya. Kalau nyonya sudah keluar rumah sejak tadi non." Jawab maid itu dengan wajahnya menunduk.
"Iya mbak, makasih." Jawab Gabby lalu tersenyum, dan dijawab anggukan dan seyuman oleh maid itu.
Gabby berjalan ke arah ruang kerja Keynan. Ia mendapati Daddynya sedang menundukkan kepala dan tangannya memegang kedua kepalanya frustasi. Gabby berjalan pelan-pelan mendekati Daddy nya, lalu ia menghentikan langkahnya ketika mendengar suara Daddynya yang sedang menangis terisak.
"Daddy." Gabby memberankikan dirinya untuk mengeluarkan suaranya.
"Hemmm." Jawab Keynan, lalu ia membalikkan badannya membelakangi Gabby dan menghapus air matanya.
Gabby berjalan mendekati Keynan.
"Dad, kenapa Daddy menangis?" Tanya Gabby khawatir.
"Daddy nggak papa kok, tadi Daddy hanya kelilipan saja." Jawab Keynan asal.
"Bohong, Daddy bohong. Katakan kepada Gabby, kenapa Daddy menangis?" Desak Gabby.
"Daddy tidak bohong sayang, Dad tidak menangis."
"Emmm. yaudah kalau gitu. Tadi Gabby ke sini mau pamit ke Daddy. Mau pergi ke mall nemenin Ana beli sepatu Dad. Sepertinya, Ana sudah datang, Gabby duluan ya Dad." Gabby berpamitan kepada Keynan melambaikan tangannya dengan senyum yang mengembang dibibirnya dan langsung lari ke luar dari ruangan Keynan.
Keynan menatap Gabby dengan tatapan sendunya. Ia memikirkan kembali kenangan-kenangan bersama putrinya itu. Yang Keynan pikirkan sekarang adalah ia merasa takut kehilangan Gabby, wanita yang ia cintainya. Keynan merasa gundah gulana. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Lalu ia berjalan keluar dari ruang kerjanya.
Keynan memasuki mobilnya yang terpakir di halaman rumahnya dan menyandarkan kening pada steer mobilnya. Ia sendiri lagi. Kesunyian yang tiba-tiba menyergapnya ketika ia telah menutup pintu mobilnya, membuat nya menyadari ini. Ketakutan yang amat mendalam jika seorang wanita yang ia cintai akan pergi meninggalkannya, jika wanita itu tau yang sebenarnya. Hal itu yang membuat Keynan bingung dan frustasi saat ini. Namun, apabila ia tidak mengatakan kebenarannya, itu akan bisa menjadi kebencian yang amat mendalam bagi wanita itu untuk dirinya.
Keynan mendengusakan nafasnya kesal. Air mata yang telah ia bendung lama-lama jatuh dengan sendirinya mengalir di pipi nya. Ia memikirkan kembali bahwa dirinya harus menyiapkan mentalnya untuk mengatakan nya kepada Gabby dan siap untuk di benci bahkan di jauhi Gabby. Keynan tak peduli jika ia harus dibenci atau di jauhi, karena yang ia inginkan adalah senyum kebahagiaan yang sebenarnya lah yang seharusnya tercantum di wajah itu. Bukan senyum kebohongan yang ia ciptakan untuk Gabby demi keuntungan dirinya sendiri.
Ia menekan dadanya dengan amat kuat. Memukul-mukulnya untuk mengurangi rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia begitu marah dan sedih dengan takdirnya. Kebenaran takdir bahwa ia mencintai putri angkatnya, dan segala kebohongan yang telah bertahun-tahun ia sembunyikan demi keuntungannya. Bahkan untuk memiliki wanita yang ia kasihi saja ia harus merasa menjadi pengecut yang tidak memiliki harga diri di depan putrinya yang ia cintai sebagai wanita. Betapa tuhan dengan keagungannya yang tidak adil.
Setelah ia mampu mengontrol emosinya kembali, ia menghapus air matanya. Menghidupkan mesin mobilnya dan ia melesat pergi. Tujuan utama yang ia pikirkan saat ini adalah mengunjungi diskotik. Ya, Keynan ingin meluapkan emosinya kembali dengan meminum-minuman beralkohol setelah sekian lama ia tidak mengkonsumsinya.
Gabby POV
Saat ini aku dan Ana masih berada di dalam mall. Setelah selesai mengantar Ana memilih sepatu haihilsnya, kami berdua menuju restoran yang ada di mall untuk makam malam.
Setelah makan malam ku dengan Ana selesai. Kami berdua berjalan kembali menuju parkiran untuk mengambil mobil Ana.
Saat Ana selesai mengeluarkan mobilnya dari tempat parkiran. Ana menerima panggilan dari ponselnya. Aku hanya diam menatap Ana dengan beberapa pertanyaan muncul di kepalaku.
Ana menunjukkan raut wajahnya yang kesal dan sedih. Aku juga tidak tau apa sebabnya. Setelah Ana selesai mengangkat telfon nya. Raut wajah Ana berubah begitu saja.
"Maaf Alexa, aku harus pulang dulu. Daddy ku menyuruhku pulang. Katanya dia ingin mengenalkan ku dengan anak sahabat Daddy." Sebelum aku menanyakan ke Ana sebab ia tampak kesal dan sedih, ia telah mengatakannya pada ku terlebih dulu.
"Oh iya tak apa kok Ana, aku bisa pulang sendiri."
"Yakin kamu nggak papa Alexa. Atau aku anter pulang aja dulu gimana?" Tawar Ana kepada ku.
"Oh nggak usah Ana. Lagian kasihan Daddy kamu sudah nunggu kamu. Aku bisa kok sendiri, nanti aku cari taxi aja."
"Hemm...yaudah ya Alexa, maaf ya. Aku duluan." Kata Ana dengan nada bersalah.
"Iya, nggak papa. Hati-hati ya." Kata ku. Ku lihat Ana sudah menancapkan gasnya dan menatapku dengan senyum dan melambaikan tangan kearahku.
"Bye,, Alexa. See you." Kata Ana.
Setelah melihat kepergian Ana aku mengambil ponselku yang ada di tasku untuk memesan taxi onlie.
Sial ponselku lowbet. Batin ku. Lalu aku memasukkan kembali ponselku kedalam tas. Kemudian dengan terpaksa aku berjalan kedepan menuju pinggir jalan raya untuk mencegat taxi.
Saat aku sudah sampai pinggir jalan suara gemuruh petir menyembar dipencakar langit. Sepertinya akan turun hujan. Gumam ku.
Aku berjalan menuju halte bus sebelum hujan turun membasahi tubuhku, sambil menunggu taxi lewat.
Malam ini hujan sangat deras mengguyur seluruh penjuru kota. Suara guntur bergemuruh menggelegar disertai kilat yang tampak ganas ingin menyambar. Kini aku sedang sendirian duduk di halte bus. Sungguh, suasana begitu sunyi senyap mencekam karena tak begitu banyak orang yang berlalu-lalang.
Aku merasa kedinginan, lalu memeluk tubuhku dengan kedua tanganku mencoba memberi kehangatan dalam tubuhku.
Arkhh...aku lupa bawa jaket. Ucapku kesal.
Ku tunggu satu jam lamanya, hujan pun tak kunjung reda dan tak ada satu pun taxi yang lewat .Malahan, derasnya hujan semakin menajam. Angin-angin liar pun mulai meraung-raung tak karuan menemani gelapnya malam. Alhasil, ku tetap diam tak bergeming dari tempatku duduk dan merapatkan pelukan tanganku dalam tubuhku yang sedikit banyak masih berperan melindungi tubuhku yang mulai menggigil karena dingin.
Aku memandangi jalan kota, berharap ada taxi yang berhenti menghampiri ku, atau pun bus tak apa yang terpenting aku bisa cepat pulang. Namun, saat aku sedang memandangi jalan, ku lihat ada mobil sport warna merah keluaran baru sedang berjalan ke arahku. Mobil itu berhenti di depanku. Pikiranku tidak karuan, aku takut jika itu orang jahat yang akan menculikku.
Pemilik mobil merah itu keluar dari mobilnya dengan tangan kanannya membawa payung berukuran sedang dan membukanya. Aku sedikit terkejut melihatnya, bahwa ternyata itu adalah Daddy. Jalannya sedikit sempoyongan menghampiriku. Ia tersenyum ke arahku. Matanya sayu, wajahnya tampak pucat, dan penampilannya acak-acakan.
"Daddy."
"A...ayo kita pulang!" Perintah Daddy dengan ucapannya terbata-bata, lalu ia melepaskan jasnya dan memakaikan nya untukku.
"Apa yang terjadi pada Daddy, kenapa penampilan Daddy acak-acakan seperti ini?" Tanya ku kepada Gabby.
"Daddy tak apa kok. Ayo kita pulang!" Ajak Daddy dengan menarik tanganku untuk mengikuti langkah kakinya yang sempoyongan. Saat Daddy mengeluarkan suaranya, tercium bau alkohol yang menyeruak di hidungku. Aku menutup hidungku karena tak suka dengan baunya.
"Daddy mabuk ya?" Tanya ku khawatir.
"Tidak, Daddy hanya minum sedikit tadi." Jawab Daddy. Lalu tersenyum lesu ke arahku.
Aku meraih payung yang di bawa Daddy tadi dan kami berjalan menuju mobil milik Daddy.
"Kenapa Dad mabuk? Apakah ada masalah di kantor?" Tanya ku kepada Daddy.
"Hemm." Jawab Daddy singkat dengan menganggukkan kepalanya
"Dad, biar Gabby aja yang nyetir. Dengan keadaan Daddy yang seperti ini tidak memungkin kan untuk berkendara." Pintaku, namun hanya di balas dengan senyuman oleh Daddy.
Daddy menatap manik mata ku dalam. Entah apa ada yang salah dengan ku. Aku juga tidak tau. Daddy tetap menatapku. Tangan kanannya mencekal dagu ku, lalu ia menyatukan bibirnya dengan bibirku dan kemudian melumat bibirku, aku terkejut, mata ku terbelalak. Semakin lama tubuhku terdorong ke belakang dan kepalaku sedikit terbentur jendela mobil yang ada di belakangku. Lumatan Daddy semakin dalam memasuki bibirku dan lidahnya mulai dimainkan. Sungguh aneh rasanya yang ada dalam dadaku, terasa sesak menggelayar di dadaku. Jantung ku berdetak kencang serasa ingin keluar dari tubuhku. Perasaan aneh apa ini yang sedang menjalar di tubuhku?. Awalnya akal kotorku mengajakku untuk menikmatinya, namun aku perlahan tersadar dan akal sehat ku mulai menyadarkanku.
"Daddy, apa yang Dad lakukan kepadaku." Aku mendorong tubuh Daddy menjauh dari tubuhku. Daddy hanya tersenyum menatapku, seperti orang gila yang kehilangan akal sehatnya.
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••