"Aku mengkhawatirkan mu sayang. Bisa-bisanya kamu membuat Daddymu ini mengkhawatirkanmu." Jawab Daddy dengan nada khawatir.
Aku melepas pelukan Daddy. Lalu ku tatap wajah Daddy. Begitu sedihnya dia melihatku seperti ini. Aku menghapus air mata Daddy yang mengalir dengan kedua tangan ku.
"Daddy jangan nangis. Kalau Dad nangis berarti Daddy pria lemah. Aku tidak suka melihat Dad seperti ini. Nanti ketampanan Daddy ku berkurang dong." Aku tersenyum tulus ke arahnya mencoba menenangkannya. Sebenarnya aku juga ingin menangis, tapi aku tidak mau Daddy ku melihat putrinya ini sedang menangis.
***
Keynan POV
Meeting siang ini sudah selesai. Aku merasa lelah, kepalaku pusing. Pikiranku penuh dengan pekerjaan.
Jam ditanganku menunjukkan pukul 11:30 siang. Entah kenapa dari tadi aku tetap melihat-lihat jam tanpa henti. Aku merasa aneh tidak seperti biasanya. Perasaanku tidak enak. Aku mengkhawatirkan sesuatu tapi aku tidak tau apa itu. Aku mengacak-acak rambutku.
Suara dering ponsel mengagetkanku. Aku mengambil ponsel yang ada disebelahku. Ku lihat di sana ada panggilan masuk dari Lea sahabat Gabby putriku.
"Hallo, ada apa Lea. Tumben menelfon om?" Tanya ku
"Alexa om... Alexa." Lea menyebut nama putriku. Suara nya terdengar serak sedang menangis. Ada apa dengan putriku? Apa yang terjadi padanya?.
"Ada apa dengan Alexa, Lea?" Tanya ku dengan nada khawatir.
"Alexa pingsan om, saat mengantarku di kampus tadi." Jawab Lea dengan nada nya yang terlihat cemas.
"Sekarang Alexa dimana? Om akan segera kesana."
"Di Rumah Sakit Harapan Mulia om. Ruang VIP 1" Jawab Lea.
"Okay. Om akan kesana sekarang."
Aku terkejut mendengar kabar bahwa Gabby orang yang aku cintai sedang tidak sadarkan diri. Aku cemas.
Aku langsung menuju ke parkiran mobil VIP yang ada di lantai bawah kantorku.Aku mulai melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi.
"Apa yang terjadi pada mu Gabby?" Tanya ku pada diri sendiri.
"ck." Aku mendecak kesal.
***
15 menit perjalanan menuju rumah sakit yang telah diberi tahu oleh Lea. Aku telah tiba disana. Aku berlari menuju ruangan yang Gabby tempati saat ini.
Aku terus menatap ruangan yang ada di depanku saat ini.Aku belum berani membuka ruangan itu. Aku takut, tidak tega melihat orang yang aku cintai sedang tidak sadarkan diri. Aku khawatir jika terjadi sesuatu padanya.
Aku tidak berani melihatnya. Ayah macam apa aku ini sampai-sampai tidak tau putrinya sedang sakit.
Aku mulai memberanikan diriku membuka pintu ruangan itu.
cklekk...Disampingnya ada Lea yang duduk didekat badnya Gabby, sedangkan disisi lain ada dokter dan perawat yang sedang memeriksa Gabby.Aku terkejut melihat Gabby saat ini. ia terbujur lemah diatas bad rumah sakit. Air mataku sedikit demi sedikit mengalir tak tertahankan.
Aku berjalan mendekati Gabby yang sedang diperiksa dokter. Aku merebutnya dan memeluknya erat. Sungguh sakit hati ku melihatnya seperti ini.
Aku melepas pelukan ku, lalu aku mengusap air mata ku yang tadi sempat mengalir deras. Dan aku mulai bertanya dengan dokter.
"Bagaiman Smith keadaan putri ku? Apa yang terjadi padanya?" Tanya ku kepada dokter Smith dengan nada cemas. Dokter Smith adalah temanku semasa SMA. Ia adalah dokter langganan keluarga ku.
"Dia sedang mengalami trauma psikis secara tidak langsung. Sepertinya putrimu sudah mengingat suatu hal yang ada dimasa lalu nya. Hal itu wajar terjadi jika dia mencoba keras untuk mengingatnya atau secara tidak sengaja ingatan itu muncul secara tiba-tiba ketika ia sedang memikirkan sesuatu. Coba nanti kamu tanyakan kepada putrimu, hal apa yang sudah ia ingat dan setelah ini pergilah ke ruangan ku ada yang ingin ku jelaskan lebih mendetail kepadamu." Jawab Smith menjelaskannya kepadaku.
Aku sedikit terkejut mendengar perkataan Smith bahwa Gabby mencoba mengingat suatu hal di masa lalunya. Apakah ia mulai mengingatnya kembali?. Aku harus segera mengatakannya kepada Gabby sebelum ia mengingat sepenuhnya dan marah kepada ku dan Cassie. Batinku
"he'em..." Jawabku singkat.
Smith dan perawat itu keluar dari ruangan Gabby.
Aku menatap wajah pucat Gabby. Walaupun ia tidak sadarkan diri, ia tetap cantik. Wajah nya yang mungil, Bibirnya yang ranum, bulu matanya yang lentik, senyumnya yang indah. Sungguh tampak sempurna wajahnya. Namun saat ini senyuman itu telah sirna ketika Gabby dalam keadaan seperti ini. Aku mendenguskan nafasku kesal. Lalu aku mengelus pipinya dan mencium keningnya.
Mataku ku alihkan kepada seorang gadis yang ada disamping Gabby, yaitu Lea sahabat Gabby. Lea menatapku bingung, lalu ia menundukkan wajahnya malu dan takut yang tampak diwajahnya saat ini.
"Apakah kamu mendengar segala perbincanganku dengan Smith?" Tanya ku ke Lea. Aku baru sadar bahwa saat aku berbincang dengan Smith ternyata ada Lea yang pasti mendengarnya.
"I..i..iiyaa om." Jawab Lea gugub.
"Kalau begitu tutup mulutmu dan jangan katakan kepada siapapun mengenai hal tadi! Mengerti?" Kata ku dengan nada sedikit ada penekanan. Sepertinya Lea tampak lebih takut melihatku seperti ini.
"Ma...maksud om apa?" Tanya Lea dengan wajah bingungnya.
"Maksud ku mengenai perkataan Smith tentang ingatan yang ada di masa lalu Alexa" Jawabku, namun tidak terlalu jelas, sehingga membuat Lea menjadi bingung sendiri. Itu tampak terlihat dari wajahnya saat ini.
"Karena kamu sudah terlanjur mengetahui sebagian rahasia Alexa. Untuk yang lebih jelas lain kali kita bahas, untuk saat ini sepertinya bukan waktu yang tepat. Namun yang terpenting jagalah rahasia ini. Jangan pernah kau katakan kepada siapapun, maupun Alexa atau teman mu yang lainnya." Jelas ku lebih terperinci.
"Baik om." Jawab Lea dengan tersenyum. Lalu aku membalas senyumnya.
Ku alihkan pandangan mata ku ke wajah Gabby. Ia masih tetap terlelap dengan tidurnya. Apakah ia sedang bermimpi?. Aku menyentuh pipinya pelan-pelan dan mengelusnya dengan jari telunjukku. Lalu aku pergi keluar dari ruangan Gabby.
"Om mau kemana?" Tanya Lea.
"Aku mau ke ruangan dokter Smith dulu, tolong kamu jaga Alexa." Jawabku.
"Iya om."
Aku berjalan keluar menuju ruangan Smith. Di sana aku menanyakan tentang perkembangan otak Gabby yang telah lama hilang ingatan karena suatu kecelakaan besar di masa lalunya saat ia masih kecil.
"Bagaimana Smith perkembangannya?" Tanya ku kepada Smith.
"Gabby sepertinya sebentar lagi akan mengingat kembali masa lalu nya." Jawab Smith.
"Lalu apakah saat ini dia sudah mengingat sebagiannya?"
"Bisa jadi mungkin. Namun itu masih terlihat seperti bayangan-bayangan atau terkadang bisa menjadi mimpinya saat ia tidur. Semakin hari, bayangan dan mimpi itu akan terlihat jelas di otaknya. Dan dia akan secepatnya mengingatnya. Untuk lebih jelasnya kamu tanyakan langsung kepada Gabby. Akan tetapi pancinglah dengan hal lain."
"Tapi apakah itu bisa mempengaruhi kesehatannya?" Tanya ku penasaran.
"Iya, biasanya Gabby akan mengalami pusing dibagian kepala depan dan belakang. Untuk gejala lainnya mungkin tidak ada. Hanya itu saja." Jawab Smith menjelaskan.
"Okay." Jawabku singkat, lalu aku pergi meninggalkan Smith yang sedang berdiri tersenyum ke arahku. Aku hanya membalasnya dengan anggukan.
Sesampainya di ruangan Gabby, aku terkejut melihatnya. Ternyata Gabby sudah sadar dari pingsan nya. Lalu aku menghampiri Gabby.
"Kamu sudah bangun sayang?" Tanya ku dengan nada senang namun aku masih cemas dan mengkhawatrikannya.
"I..iyaa Dad." Jawab Gabby terbata, sepertinya ia sedikit terkejut melihat ku yang langsung memeluknya dan aku mengelus belakang kepalanya. Aku menangis sesenggukan saat memeluk Gabby, namun itu terdengar lirih. Tapi mungkin Gabby pasti mendengarnya. Entah kenapa air mata ku keluar dengan sendirinya dan tidak bisa ditahan.
"Kenapa Daddy menangis?" Lanjutnya dengan nada lembut.
"Aku mengkhawatirkan mu sayang. Bisa-bisanya kamu membuat Daddymu ini mengkhawatirkanmu." Jawab ku dengan nada khawatir.
Gabby melepas pelukan ku. Lalu ia menatap wajah ku. Aku juga menatapnya lembut wajahnya, namun air mata ku tetap mengalir di pipiku. Gabby menghapus air mata ku yang mengalir dengan kedua tangan nya.
"Daddy jangan nangis. Kalau Dad nangis berarti Daddy pria lemah. Aku tidak suka melihat Dad seperti ini. Nanti ketampanan Daddy ku berkurang dong." Gabby tersenyum tulus ke arahku ,aku juga membalasnya dengan senyum. mungkin ia mencoba menenangkan ku. Ku lihat matanya sedikit berkaca-kaca, tetapi air matanya tidak jatuh. Sepertinya ia menahan air matanya untuk tidak jatuh. Lalu aku mencium keningnya dengan lembut.
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••