Grace berjalan kerluar kamarnya karena haus. Mungkin karena ini memang musim panas, terbukti dengan Grace yang kehausan padahal in sudah tengah malam.
Seharusnya Grace sudah tidur sejak tadi, tapi karna artikel tentang Vatikan dan UnderGround yang tadi Grace baca di koran masih mengganggu pikirannya. Jadi Grace memutuskan untuk mencarinya di internet.
Tapi hasilnya nihil. Grace tidak menemukan artikel apapun yang membahas dua hal itu. Bahkan tidak ada sedikitpun informasi tentang apa itu UnderGround. Sebenarnya ada, tapi begitu artikel itu dibuka, yang Grace jumpai hanya '404 not found' atau 'the item has been deleted'. Grace juga sudah mencoba pencaharian dengan main keyword 'Vatican', tapi kebanyakan yang ia temukan adalah sejarahnya.
Tidak, tidak, Grace tidak menyukai sejarah, apalagi yang berbau agama dan politik. Karna menurutnya itu hanya akan membuat dirinya sendiri menjadi pusing.
Yang membuat penasaran Grace semakin menjadi adalah; koran tadi siang lenyap entah kemana. Grace sudah meminta Mark dan Peter untuk mencarinya ke seluruh penjuru rumah, tapi tetap saja tidak ketemu. Grace juga sudah bertanya pada Nathan, tapi reaksinya hanya, 'koran itu apa?'
Hei! Grace rasa dia itu alien. Bisa-bisanya dia tidak mengetahui koran di jaman milenial seperti ini.
Grace menghentikan langkahnya saat mendengar suara aneh, seperti seorang yang... merintih? Tidak Grace tidak tahu. Tapi itu terdengar jelas meskipun sangat lirih.
Grace tahu ini seram, apalagi saat teringat Jay membuatnya berpikir bahwa 'kita' semua hidup berdampingan.
Baik, lupakan. Tapi suara itu mengundang perhatian Grace. Karena Grace merasa kalau dirinya mengenal suara itu.
Grace berjalan ke arah sisi dapur setelah menenggak segelas penuh yang berisi air dingin memang itu tujuan utamanya keluar kamar tengah malam seperti ini.
Dan sesuai dugaan Grace, suara itu berasal dari kamar mandi. Lampunya yang menyela membuat Grace yakin bahwa memang ada seseorang di dalam sana.
'Tapi ngapain merintih-rintih tengah malem gini di kamar mandi? Gak ngantuk apa ya?'
"Mark? Peter?" Panggil Garce lirih sambil terus melangkah mendekati pintu kamar mandi.
Tidak ada sahutan. Yang tertangkap oleh telinga Grace hanyalah suara rintihan yang terdengar semakin jelas.
Grace membuka pintu kamar mandi-yang untungnya tidak terkunci dan...
"Nathan?!"
Dia di sana. Tergeletak di lantai kamar mandi dengan noda merah yang melebar di baju sekitar dadanya.
-The Sleeping King-
Garce duduk di kursi panjang yang terletak di tepian koridor rumah sakit bersama Peter. Bukan untuk check up, hanya menunggu hasil pemeriksaan Nathan.
"Kak Grace mau tidur dulu?" Tanya Peter.
Ya, ini masih jam 3 dini hari dan Grace terpaksa harus terjaga padahal kondisinya masih belum benar-benar pulih.
"Sini." Peter menepuk pundaknya.
Grace tersenyum lalu menyandarkan kepalanya di sana, "Pacarmu berapa, Pet?"
"Hah?"
"Suka ngalus begini, pasti udah punya pacar?"
"Apaan sih, kak?" Peter mengibaskan tangannya. "Gak ada pacar."
"Bullshit."
Peter hanya menggerakkan pundaknya pelan, artinya, terserah pada Grace mau percaya atau tidak. Oke, lagipula itu juga bukan hal yang perlu diperdebatkan.
"Kok pemeriksaannya lama sih?" Tanya Grace.
"Cieee khawatir ya sama Kak Nat?" Goda Peter.
"Apaan?"
Baik, sebenarnya iya. Bagaimana tidak, Grace sudah dua kali melihatnya dalam kondisi seperti itu. Grace benar-benar takut akan kemungkinan terburuk. Dan Grace tidak mau membicarakannya.
"Percaya aja sama Om Henry sama Kak Mark." Peter merangkul Grace lalu mengelus-elus lengan Grace pelan. Grace sangat berterimakasih kepada Peter, ia jadi bisa sedikit mengatasi ke khawatirannya.
"Kak, ngantuk nggak?" Tanya Peter. Grace hanya mengangguk.
"Ya udah, nggak jadi."
"Kenapa?"
"Tidur aja sana."
Grace menegakkan duduknya lalu memandang Peter, "Ada apa?" Tanya Grace.
Peter menggosok tengkuknya, lalu menoleh kanan kiri, seolah memastikan tidak ada orang lain di sekitar sini.
"Soal Kak Nat-"
Belum selesai Peter berbicara, pintu ruangan dimana Nathan dirawat terbuka. Grace dan Peter serempak menoleh, mendapati Henry dengan wajah kusutnya yang tersenyum paksa disusul dengan Mark dan beberapa perawat yang langsung pergi begitu saja.
"Om-"
"Grace." Henry memotong kalimat Grace.
"Ya?"
Henry menghela nafas lalu kelangkahkan kaki ke samping, "Dibicarain di dalem aja."
-The Sleeping King-
'Ini Nathan? Grace tidak salah lihat?'
"Om..." Grace menoleh ke arah Henry, tapi nampaknya Henry pun tidak tahu kenapa kondisi Nathan menjadi seperti ini.
"Yang bisa aku simpulkan, dia berada di.." Henry menggaruk kepalanya frustasi sebelum melanjutkan, "ambang kematian, mungkin?"
Grace mengalihkan pandangannyapada Nathan. Keadaanya... Grace tidak bisa menjelaskannya secara rinci. Tapi wajahnya terlihat sangat pucat, bibirnya nyaris membiru, pandangan matanya kosong- iya, saat ini matanya terbuka, dan daerah kantong matanya menghitam. Ini aneh, padahal terakhir kali Grace menemukan Nathan di kamar mandi, dia masih terlihat seperti manusia norml. Sekarang Grace melihatnya lebih seperti... mayat. Tidak, Grace tidak tahu, tapi saat ini kondisi Nathan terkesan lebih seperti jasad tanpa nyawa.
Tapi dia hidup, terbukti dengn EKG* yang masih menunjukkan grafik denyut jantung Nathan.
*EKG: elektrokardiograf, alat pemantau detak jantung.
"Detak jantungnya sangat lemah." Jelas Henry saat Grace memandang EKG di seberang itu lamat.
"Oh." Hanya itu yang bisa Grace katakan. Terus terang saja, semua ini membuat Grace kehabisan kata-kata.
"Om, ini apa?" Tanya Grace sambil menunjuk leher Nathan. Saat ini dia tidak mengenakan sweater turtleneck nya, jadi Grace bisa melihat lehernya yang- seherusnya- putih, senada dengan warna kulitnya di bagian tubuh yang lain.
Grace merinding ketika melihat benda aneh melintang di sana-di bagian leher yang dekat dengan tulang selangka.
"Jahitan," jawab Henry. "Ada banyak jahitan kayak gitu di sekujur tubuhnya, bahkan beberapa bagian tulang rusuknya hilang," tambahnya.
"What?" Grace memandang Henry tak percaya.
"Aku sendiri gak tau gimana caranya dia bertahan dengan kondisi tubuh kayak gitu." Henry menggaruk kepalanya. Wajah kusutnya terlihat bingung.
Apalagi Grace. ia tahu apa dibanding Henry yang sudah berkecimpung di dunia kedokteran selama lebih dari 16 tahun?
Tapi masalahnya, jahitan yang Grace lihat di leher Nathan itu sangat tidak rapi. Ditambah dengan warna kulitnya yang kehitaman di sekitar benda yang ia yakini sebagai benang jahit operasi itu, membuatnya berpikir-ah, Grace tidak tahu! Ini semua hanya membuatnya pusing.
"Kak." Peter memegang lengan Grace lalu menariknya mundur selangkah. "Istirahat dulu, yuk?"
-The Sleeping King-
Grace hanya diam di sepanjang perjalanan pulang. Grace hanya pulang bersama Peter. Mark bilang dia akan tinggal di rumah sakit untuk memantau keadaan Nathan. Selain itu, besok pagi dia juga ada jadwal operasi.
Sebenarnya Grace sedikit merasa bersalah padanya. Tapi ia juga tidak mungkin memaksakan diri untuk tetap berada di sana. Sekali lagi, ini karena kondisinya. Ditambah lagi, Henry memaksanya untuk pulang.
Oke, Grace rasa ia akan benar-benar membenci dirinya sendiri.
"Tidur, Kak. Nanti kalo udah sampe rumah aku bangunin."
Grace menoleh. Mata Peter lurus memandang jalanan di depan. Tapi dari raut wajahnya, Grace tahu kalau dia juga mengkhawatirkan Nathan.
Grace tersenyum entah karena apa. Tapi mengingat kedekatan Peter dan Nathan, membuatnya berpikir bahwa mereka berdua sangat manis. Padahal baru beberapa hari, tapi Nathan sudah seperti kakak bagi Pet-ah, salah. Peter yang terlihat seperti kakak bagi Nathan. Mungkin karena Nathan sangat polos mendekati bodoh, jadi Peter terlihat lebih dewasa.
"Kenapa senyum-senyum? Suka sama aku?" Peter terkekeh pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan di depan.
"Amit-amit," kata Grace sambil buang muka. Tiba-tiba Grace menyesal menyebutnya 'dewasa'.
Dan lagi-lagi dia terkekeh.
Suasana kembali hening selama beberapa menit. Dan pikiran Grace kembali melayang pada Nathan. Banyak sekali pertanyaan yang bermunculan di kepalanya. Dan ia rasa Grace harus menginterogasinya kalau dia sudah sepenuhnya sadar.
"Kak," panggil Peter lagi.
"Hm?"
"Dua bulan lagi aku lulus."
"Terus? Kamu mau lanjut kuliah?"
Peter menggeleng, "Aku gak mau lanjut. Aku pengen pulang ke Korea."
"Hah? Kok tiba-tiba?"
Mobil yang kami tumpangi berhenti karena lampu merah menyala. Dan Peter juga menahan jawabannya sampai mobil kembali melaju.
"Aku pengen menghabiskan waktuku di sana. Sama Mama."
Ya, apa? Sebentar, Grace masih mencerna kalimat Peter tadi.
"Tapi Mama udah—"
"Iya tau," potong Peter. "Makanya aku mau pulang ke Korea biar nanti abuku ditaruh sebelahan sama Mama."
"Ngomong apa sih, Pet?" Sungguh, Grace benar-benar tidak mengerti kemana arah pembicaraan Peter.
Dan Peter hanya menjawabnya dengan kekehan kecil.
Apanya yang lucu? Bukannya memikirkan masa depan yang cerah; jadi bos, menikah dengan wanita cantik dan mendapatkan anak-anak yang lucu, dia malah memikirkan abunya ditaruh di samping abu Ibunya. Suram sekali, astaga.
"Kak Grace percaya gak sama reinkarnasi?"
Apa lagi sekarang? Grace hanya mendengus, malas untuk mendebat Peter karena mulai membicarakan hal-hal absurd semacam itu.
"Ditanyain malah bengong," protesnya.
"Udah lah Pet, ngomongin hal-hal yang berguna aja. Jangan ngomongin hal absurd yang bahkan gak ada penjelasan rasionalnya. Gak bisa dipercaya."
"Pengennya sih aku gak percaya," kata Peter sambil mengangkat bahunya sekilas. "Tapi aku udah lihat sendiri, jadi aku percaya."
Grace memandang Peter heran.
"Kak Grace pernah ketemu kan, sama Kak Jay?"
"K-kamu tau?"
Peter mengangguk, "Dia roh yang nunggu buat direinkarnasi. Tapi sayang, dia salah jalan."
"Sebentar," Grace memegang kepalanya dengan kedua tangannya lalu menyisir rambutnya ke belakang.
"Bingung, ya?"
Grace mengangguk. Semua penjelasan Peter begitu jauh dari apa yang bisa Grace nalarkan.
"Ya sama," katanya sambil terkekeh. Akhirnya Grace memukul pundak Peter karena gemas bercampur kesal.
"Aku serius!" Seru Peter. "Seharusnya dia gak disana kalo dia pengen segera direinkarnasi."
"Udah ah, jangan ngomongin hal-hal gak penting kayak gitu lagi." Persetan dengan Jay, itu urusannya sendiri, entah dia ingin bereinkarnasi atau apa, itu bahkan bukan masalah bagi Grace.
"Terus kak"
"Chan!"
"Kali ini aku bener-bener serius, soal Kak Nathan."
Nathan?
"Aku pengen cerita dari tadi, tapi aku takut ada yang lihat," kata Peter.
"Cerita apa?"
"Soal reinkarnasi tadi"
"Shut up, Pet." Jangan bilang kalau Nathan itu reinkarnasi dewa atau apa lah, Grace tidak akan percaya. Dewa itu hanya tokoh fiktif yang diciptakan oleh pikiran manusia, jadi membicarakan tentang mereka itu bohong, buang-buang waktu.
"Dengerin dulu, ih."
Grace memutar bola matanya lalu memalingkan muka, "Silakan berbicara, time and place is yours," kata Grace acuh.
"Aku mikir kalo Kak Nathan itu reinkarnasi yang belum sempurna. Tapi aku gak yakin." Peter mengambil jeda.
"Seharusnya satu raga cuma diisi satu jiwa, tapi aku melihat dua orang di dalam diri Kak Nathan."
-The Sleeping King-