"Kak?"
Suara Peter menyadarkan Grace.
"Eh, iya? Apa?"
"Tangannya hampir ke iris tuh," katanya sambil melirik tangan Grace yang sekarang sedang mengupas apel.
"Taroh, gih. Aku gak mau kakak pingsan gara-gara ngelihat darah sendiri," katanya. "Ntar siapa yang mau nolongin?"
Grace tersenyum kecut lalu meletakkan apel dan pisau yang ia pegang di atas nakas.
"Mikirin apa sih? Dari kemarin ngelamun terus kalo aku perhatiin."
"Gak ada..." Jawab Grace
Peter mendengus. Dengan susah payah dia bangun lalu bersandar di kepala ranjang. Iya, Haechan masih dirawat di rumah sakit.
"Kak Nat udah ada kabar?" Tanya Peter.
Grace menggeleng.
Ya, memang belum. Dan Yuto belum menemuinya lagi sejak malam itu. Mengirim pesan singkat pun tidak. Lucas juga belum memberi kabar terbaru tentang keberadaan Tommy.
"Terus Kak Jack?"
Ah, iya. Grace baru ingat kalau Jackson juga sama sekali tidak menghubunginya semenjak dia bilang akan bertemu dengan Sharon.
"Pasti ketemu sama Kak Sharon lagi, ya?" Tanya Peter lagi.
Grace menghela nafas panjang. Tanpa ia jawab pun Peter pasti sudah tahu dari reaksinya. Lagipula Grace juga malas kalau harus menyinggung tentang si jalang itu.
'Pantes gak sih aku nyebut dia jalang?'
Ah ya, Grace terkadang suka memposisikan dirinya sendiri di tengah-tengah Jackson dan Sharon. Kalian tahu, mungkin benar kalau Jackson ada di pihak Grace- Grace pikir, he belongs to me. Tapi sikapnya yang belum bisa jauh-jauh dari Sharon membuatnya berpikir bahwa dia masih membutuhkan gadis itu. Entah sebagai teman kerja maupun. teman hidup?
Grace tidak tahu, tapi memikirkan itu membuatnya sesak.
"Heh, kenapa kok tiba-tiba nangis?-a, aduduh.."
"Gak usah pecicilan!-ah, sorry..." Grace berdiri dari tempat duduknya. "Aku panggilin Om Henry, ya?"
"Kak-"
Lalu Grace pergi begitu saja.
-The Sleeping King-
Grace pergi ke kafe Julia. Otomatis. Yah, karena Grace memang tidak punya tujuan lain. Dan Grace tidak tahu kemana lagi ia harus pergi selain ke tempat Julia.
"Ah, sorry..." Grace membungkuk karena tidak sengaja menabrak bahu seorang wanita hingga minuman wanita itu terjatuh.
"It's okay," jawabnya.
"Mau aku ganti-"
"Boleh," potongnya. "Aku baru aja mau minum, tapi kamu jatuhin. Jadi gak papa kan kalo aku minta ganti rugi?"
Grace menatap wanita itu. Dia tersenyum, tapi entah kenapa...
Grace menjadi takut.
"S-sorry, kalo misal aku ganti uangnya aja—"
"Aku pengen barang yang sama," potongnya.
Dia mengulurkan tangannya pada Grace, lalu memiringkan kepalanya karena Grace belum juga merespon.
"Kenapa? Kamu gak jadi mau ganti rugi? Atau kamu malu menggandeng orang buta?"
Grace menahan nafasnya.
'Dia buta? Sumpah?'
Grace mengibaskan tangannya di depan wajah gadis itu, dan benar, tidak ada respon apapun. Bisa Grace pastikan kalau gadis ini benar-benar buta.
Diam-diam Grace menghela nafas. Tidak sopan memang, tapi Grace merasa sedikit lega. Mungkin rasa takutnya tadi muncul karena melihat ke arah matanya. Tatapannya terlihat begitu dalam dan kelam, tetapi kosong. Dan jika dipadukan senyumannya menjadi sedikit-yah, menyeramkan.
Grace menggandeng tangannya setelah
memperhatikan logo di cup minumannya yang tidak sengaja ia jatuhkan. Oh, itu logo milik kafe Julia. Kebetulan sekali dirinya juga ingin kesana.
"Kamu sendirian?" Tanya Grace sambil menuntunnya berjalan.
Gadis itu menggeleng, "Sama James."
"Terus dia di mana? Ini gak papa kalo aku bawa kamu pergi? Nanti kalo dia nyariin gimana?"
"Dia pasti tau. Dia anjing."
Grace ber-oh lalu menoleh sekitar. Ya memang biasanya anjing sering dipakai sebagai penunjuk jalan. Tapi kemana anjing milik orang ini?
"Dia lagi nyari seseorang, sih," katanya. "Tapi kayaknya gak bakal ketemu."
"Hah?"
"Soalnya yang dia cari udah sama aku."
Grace menghentikan langkahnya lalu memandang gadis itu dengan tatapan bingung.
'Apa maksudnya?'
"Ah, James di sini."
Grace terkejut ketika seorang pria tiba-tiba berdiri di depannya.
'Dia James? Anjing? Anjing sebelah mananya? Dia manusia!'
"Kamu telat, Jam," kata gadis itu. "Aku duluan yang nemuin Irene."
'Irene?'
Grace menoleh gadis itu lagi. Dia menatap Grace. Aneh, dia bilang dia buta, tapi Grace merasa dia bisa melihat dirinya.
"Would you mind to turn it back?" Tanya nya sambil menyentuh pipi kanan Grace.
"Aw!" Grace melepaskan genggaman tangannya padanya-tapi pria bernama James yang baru saja muncul itu menahan Grace.
Grace menutup mata kanannya dengan telapak tangannya. Perih, itulah yang dirasakan Grace saat gadis itu menyentuh mata Grace dengan jarinya. Bukan dicolok-hanya disentuh. Tapi tetap saja.
Gadis itu terkekeh. Kesan menyeramkan pada dirinya muncul lagi.
"S-sorry, karena James udah disini-aww.."
Cengkeraman tangan James di lengan Grace mengerat. Dan itu menyakitkan.
"Maaf, lenganku sakit," kata Grace sambil berusaha melepaskan cengkeraman James. Tapi justru semakin erat, dan ini sangat menyakitkan. Grace sampai terisak pelan
"Let her go, James."
Bukan gadis buta itu yang bilang, tapi seseorang yang -entah kapan berada di belakang James.
'Sharon?'
" -Or this lil knife will stab you deeper."
Sangat lirih, tapi Grace masih bisa mendengarnya.
James tersenyum miring lalu melepaskan cengkeraman tangannya pada Grace.
"Come, Hazel." James mengangkat gadis buta itu ke dalam gendongannya lalu bergegas pergi.
"James-no!" Teriak gadis itu-Hazel.
Grace menoleh mereka. Gadis itu masih meronta di gendongan James, tapi James tetap tak bergeming.
"Grace, kamu gak papa?-shit!"
Sharon buru-buru mengambil barangnya yang terjatuh lalu memasukkannya ke dalam saku mantelnya.
Tapi kalian tahu, Grace sempat melihatnya. Itu pisau dengan sedikit cairan berwarna merah di ujungnya.
"Grace? Grace!"
Grace tidak tau, tapi-semua berubah gelap sesaat setelah semua terasa berputar.
-The Sleeping King-
"Grace?"
Grace membuka matanya sebentar lalu kembali memejamkannya rapat. Kepalanya terasa sakit, sangat sakit sampai rasanya berdengung di telinga.
Grace kembali membuka matanya ketika merasakan sebelah tangannya digenggam lembut.
"Ini Jackson," katanya. Mungkin sangat terbaca kalau Grace sedikit bingung.
Grace menghela nafas panjang sambil mengingat-ingat kenapa dirinya bisa berada di sini -ini ruangan Henry, Gracr yakin itu. Yah, karena memang ada foto Henry di atas meja seberang.
"Kok aku di sini?" Tanya Grace sambil berusaha bangun dengan bantuan Jackson. Grace menyerah, ia tidak bisa mengingat apapun.
"Pingsan tadi di depan rumah sakit," jawab Jackson. "Pasti belum makan, ya? Pucet gini," lanjutnya sambil menyentuh pipi kanan dan kiri Grace bergantian menggunakan punggung tangannya.
Grace hanya mengangguk. Sebenarnya, ia memang lapar sekarang ini.
"Peter masih sakit, dan kamu gak jaga diri kayak gini. Gak kasihan sama Mark?"
"Sorry, aku banyak pikiran," jawab Grace.
Banyak pikiran? Pikiran apa? Grace memandang Jackson heran. Dan Jackson hanya mengangkat alisnya-balik menatapnya penuh tanda tanya.
"Kenapa?" Tanyanya.
Grace menggeleng, "Gak papa."
"Makan yuk? Atau kamu tunggu sini aja, aku yang beli?" Tawar Jackson.
"Aku ikut," kata Grace sambil menarik lengan kemeja Jackson.
"Masih pusing ya?" Jackson menyelipkan rambut Grace ke belakang telinga.
Grace mengangguk, "Sedikit."
"Bisa jalan gak?" Tanyanya.
"Dicoba dulu," jawabnya sambil berdiri. Dan dengan bantuan Jackson akhirnya Grace berjalan keluar dari ruangan Henry.
"Udah bangun?" Tanya Mark. Mereka berpapasan tepat di depan pintu ruangan Henry.
"Waktunya makan tuh makan, Kak." Mark berkacak pinggang.
"Gak malu apa kelaperan sampe pingsan?" Lanjutnya.
"Shut up, Mark. Kepalaku pusing," kata Grace.
Mark memutar bola matanya lalu mengacak rambut Grace pelan, "Jangan telat-telat lagi makan nya. Obatnya juga jangan sampe kelupaan. Aku gak bisa selalu ada di samping Kak Grace buat ngingetin. Oke?"
Grace tersenyum. Jadi dirinya ini kakaknya atau adiknya?
"Jagain Kak Grace ya, Kak Jack? Aku mau ke Peter dulu." Mark menepuk lengan Jackson lalu pergi. Dan Jackson hanya tersenyum.
"Yuk?" Jackson menuntunnya lagi.
"Aku bisa jalan sendiri," kata Grace sambil melepaskan diri dari Jackson.
"Tar kalo pingsan lagi gimana?"
"Biasanya gimana?" Grace balik bertanya.
"Digendong."
"Ya udah gendong," ketus Grace.
"Sekarang?"
"Jack." Grace melirik Jackson jengkel.
Jackson terkekeh lalu menggenggam tangan Grace, "Aku pengangin gini aja kalo gitu biar gak pingsan."
"Garing," celetuk Grace. Dan kali ini dia tertawa.
Tapi justru itulah yang membuat Grace ikut tersenyum.
Tapi tunggu. Grace melihat semuanya normal, tapi ia merasa ada sesuatu yang hilang.
Mungkin hanya perasaannya.
Mungkin.
-The Sleeping King-