Chereads / The Sleeping King / Chapter 12 - 11. Can You Help?

Chapter 12 - 11. Can You Help?

"Gak papa, lukanya gak dalem kok," terang Henry.

"Ya tapi sakit, Om," celetuk Peter. Dia terbaring lemah di atas ranjang. Wajahnya pucat. Tapi masih sempat untuk mengomel. Dasar.

"Udah diem, jangan cerewet!" Kata Henry sambil mengetuk jidat Peter.

"Tuh lihat, adekmu gak papa. Tetep ngeselin." Jackson menyenggol lengan Grace. Dan Grace tersenyum tipis.

Lega.

"Cieeeee Kak Grace nangisin aku, ya?" Tuding Peter.

"Gak denger tadi Om Henry bilang apa? Diem!" Kataku sambil mengacungkan jadi telunjuk di depan bibir. Grace mendekati ranjangnya lalu menatap Peter sendu.

"Ih, nangis." Grace mengulurkan tangannya, menghapus airmata Grace yang mulai merembes keluar lagi.

"Untung gak mati.." kata Grace sambil menyibakkan rambut di dahinya.

"Kak Grace mah!"

Grace terkekeh-dengan airmatanya yang masih terus berjatuhan. Kalian tahu, dia adalah saudara Grace yang berharga. Melihatnya dalam keadaan seperti ini rasanya sangat menyakitkan. Dan, Grace takut untuk kehilangan Peter.

"Kak Nat gimana?" Tanya Peter.

"Uh, jangan ngomongin itu dulu." Mark menarik Grace mundur beberapa langkah. "Fokus dulu ke penyembuhan lukamu," lanjutnya sambil membenarkan letak selimut Peter dan memeriksa aliran infus.

"Emang gak perlu dilapor-"

"Tenang aja, dia udah ada yang ngurusin," potong Jackson.

"Oh, oke."

"Get well soon, dude."

-The Sleeping King-

Akhirnya Grace pulang diantar oleh Jackson. Karena kami berdua hanya saling diam, Jackson menyalakan musik-kesukaan Grace. Say You won't Let Go milik James Arthur.

Baru saja Grace ingin membuka pembicaraan, ponsel Jackson yang diletakkan di dashboard mendadak bergetar, ada panggilan masuk.

Dan mood Grace langsung hancur begitu tahu siapa yang menghubungi Jackson.

"Rekan kerja," kata Jackson begitu menyadari perubahan air muka gadisnya.

'Rekan kerja kentut mu.'

"Go on," kata Grace sambil membuang muka memandang ke luar jendela.

"Iya, Shar?" Jackson mengangkat telfonnya. Tidak seperti biasanya, kali ini tidak di loud speaker. Hei, mungkin supaya Grace tidak mengetahui rencana kencan gelap mereka.

"Aku lagi sama Grace."

"..."

"Iya, nanti."

"..."

"Gak bisa kalo sekarang,"

"..."

"Hah?"

"..."

"Don-" Jackson melirik Grace sekali lagi. "Ah, oke. Nanti aku langsung kesana."

"..."

"Gak janji bisa cepet, tapi pasti kesana. Oke? Bye."

Dan sambungan telefon mereka akhirnya terputus.

"Mau kemana?" Tanya Grace. Ia calon istrinya, kan? Jadi Grace punya hak untuk bertanya tentang urusannya-berbeda dengan kemarin-kemarin waktu status Grace dengan jackson yang masih sekedar pacar, Grace menghargai setiap urusannya tanpa berusaha ikut campur.

"Kantor," jawabnya singkat.

"Emang pengacara kerjaannya ngapain aja?" Tanya Grace-ya, Sharon adalah seorang pengacara, begitu juga Jackson.

"Emang harus sering-sering kerja kelompok gitu?" Lanjut Grace.

Jackson terkekeh. Hello, ada yang lucu?

"Kamu lucu kalo cemburu," katanya sambil mencubit pipi Grace.

"Lucu your head?!"

Dan kali ini Jackson tertawa keras.

"Kan aku udah bilang sayang nya cuma sama kamu. Gak perlu bersikap posesif gitu, ah," katanya.

"Posesif? Cuma tanya 'kerjaannya pengacara itu ngapain aja' kamu bilang 'posesif"?? Gosh!" Grace rasa memang hubungan mereka - Jackson dan Sharon - lebih dari sekedar 'rekan kerja'.

"Gak percaya sama aku?"

Grace meliriknya sebentar lalu kembali memandang keluar jendela sampingnya. Masa bodoh, Grace malas ikut campur urusan orang lain kalau ujung-ujung nya Grace yang terlihat sebagai 'antagonis'.

"Seenggaknya Sharon nggak kayak Nathan."

Grace memandang Jackson dengan dahi berkerut, "What?"

"Aku udah pernah bilang, kan? Jauhi Nathan. Tapi kamu keras kepala. Now you see? Peter hampir mati konyol."

"Kok kamu jadi nyalahin Nathan?"

"Gak nyalahin juga." Jackson menggedikkan bahunya. "Cuma sedikit kecewa karena peringatanku kamu abaikan. Jadi, mulai sekarang aku minta kamu gak usah terlibat sama dia lagi."

"Sorry, Sir, but-"

"Kamu udah lihat sendiri, dia berbahaya," potong Jackson.

"Bukan Nathan!" Tukas Grace.

"Terus siapa?" Desak Jacskon. "Mark juga udah ngasih tau kamu kan? Dia jadi buronan banyak pihak. So you better stay still, okay? Jangan terlibat sama hal-hal berbahaya kayak gini lagi."

Lampu lalu lintas menyala merah, dan itu Jackson gunakan untuk memandang Grace lamat-lamat.

"Aku sayang sama kamu. Aku gak mau kamu kenapa-napa. Hm?"

Grace diam. Jujur, ia tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Apa yang Jackson katakan mungkin benar. Kalau Grace terus terlibat dengan Nathan, mungkin bukan hanya Peter yang celaka. Bisa jadi dirinya sendiri juga terlibat masalah.

"Gak usah nangis." Jackson mengusap pipi Grace yang entah sejak kapan basah karena air mata.

Tapi kalian tahu, tiba-tiba berpisah dari Nathan dengan cara seperti ini membuat Grace sakit.

Ini konyol, tapi aku ingin Nathan kembali.

-The Sleeping King-

Jackson mengantar Grace sampai pintu kamarnya. Kurang kerjaan memang, tapi dia memang selalu seperti itu.

"Langsung tidur," katanya.

Grace masih berdiri di ambang pintu.

Jackson menghela nafas lalu mendorong Grace pelan masuk ke dalam kamar.

"Tidur, gak usah mikirin yang aneh-aneh, oke?" Jackson mencium kening Grace lalu beranjak menuju pintu.

"Good night," katanya. Dan setelah itu Jackson menghilang dibalik pintu.

Grace pergi duduk di tepi ranjang nya. Seharusnya Grace tidur, tapi pikirannya masih melayang entah kemana. Ia tidak tahu mana yang benar, mana yang bisa dipercaya.

Semua tercampur begitu saja, membuatnya frustasi.

"Okay, let's sleep, Grace." Dirinya bermonolog. "Aku gak boleh jatuh sakit dan nambah-namahin bebannya Mark."

Tapi belum sempat ia menarik selimut, Grace mendengar pintu diketuk. Bukan pintu kamarnya, tapi pintu depan.

'Jackson? Ngapain dia balik lagi? Ada yang ketinggalan?'

Tok tok

"Sebentar!"

Grace segera bergegas keluar kamar lalu berjalan menuju pintu. Untuk alasan yang tidak ia ketahui, Grace menghela nafas panjang. Mendadak dirinya merasa gugup.

Oh ayolah, itu hanya Jackson.

Tok tok

'Oke, just open it.'

"Good evening, Miss Grace Yoo. May we come in?"

Bukan orang yang pertama kali Grace lihat saat mendengar suara itu, tapi-pistol? Sedetik kemudian, wajah seorang wanita muncul sebagai background.

"Rui, jangan main-main." Suara seorang pria terdengar bersamaan dengan benda yang Grace yakini sebagai pistol itu ditarik turun.

"Selamat Malam, Miss Yoo, hehe..-woah! Are you okay????"

-The Sleeping King-

Grace memandangi dua orang yang sekarang duduk santai di sofa ruang tamu-berhadapan dengannya. Hei, mereka bahkan bertingkah seperti berada di rumah sendiri.

"You're not allowed to make any calls, Miss Yoo," tegur wanita yang tadi menodong Grace dengan pistol-sekarangpun dia masih memutar-mutar pistolnya seolah itu mainan anak-anak.

"Ini pertemuan rahasia, oke?" Lanjutnya.

Grace berdehem lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku kardigan nya.

"Kalian bahkan belum mengatakan identitas kalian..." kata Grace lirih. Takut? Oh tentu jelas. Siapa yang tidak panik ketika tiba-tiba sebuah pistol ditodongkan di depan muka? Untung Grace tidak terkena serangan jantung.

"Oke, perkenalkan, aku Yuto, dan ini Rui," kata pria yang duduk di seberangnya ini memperkenalkan diri.

"Kami agen-aku dari CIA dan dia FBI," lanjutnya sambil terkekeh. "Jadi mohon maaf kalau dia agak-eumm... yah, maaf karena tiba-tiba menodongkan pistol padamu, hehe.. Aku tahu seharusnya aku gak datang kesini sama dia."

Grace diam sebentar lalu tertawa hambar. Omong kosong macam apa lagi ini?

"Kami punya tanda pengenal kalau kamu gak percaya," kata Rui sambil memperlihatkan tanda pengenalnya.

"Kami datang kesini baik-baik, kok," ujar Yuto. "Asalkan kamu bisa diajak kerja sama."

"Maaf Mr. Yuto—"

"Yuto aja cukup," potong Yuto. "Kita seumuran."

"Ah, oke." Grace mengangguk. "Tapi aku bukan tipe orang yang bisa diajak bekerja sama."

"Oke kalo gitu..." Rui mengangkat pistolnya.

"Rui!"

"Ahhh iya, cuma bercanda." Rui berdecak lalu menyimpan pistolnya. "Lagian juga gak ada isinya."

Grave meremas bajunya bagian dada. Mungkin pistol itu tidak berbahaya-karena Rui bilang tidak ada isinya. Tapi mereka ini berkali-kali membuatnya terkejut dan takut. Bisa-bisa ia mati konyol karena jantungnya tidak kuat berdetak lagi.

"Jadi, Ms. Yoo"

"Grace," potongnya. "Kita seumuran."

Yuto melepaskan senyum kecil lalu melanjutkan, "Mengenai Nathan..."

Grace mendongak, menatap Yuto dengan mata melebar. Nathan?

"Sorry, seharusnya kami jemput Nathan lebih cepat. Tapi kami malah ngebiarin dia tinggal disini tanpa perlindungan, dan akhirnya malah adikmu yang kena imbas," sesal Yuto.

"Jadi, Nathan-"

"Iya, persis sama yang dibilang Mark, Nathan itu buronan." Yuto tersenyum kecut. "Tapi bukan buronan yang kayak gitu!"

Grace mengernyit.

"Ng... gimana ya ngomongnya?" Yuto bertumpu pada kedua lututnya sambil sebelah tangannya mengetuk-ngetuk dagunya sendiri.

"But, wait, kalian kenal Mark?" Tanya Grace.

"Ah, iya, sorry, soal itu... ngg... kami memasang beberapa alat penyadap di sini, dan di semua tempat yang mungkin kalian datangi, termasuk di kafe milik Ms. Julia Park," terang Yuto.

"What???"

"Yeah, that's what we CIA do, we're basically spy," sahutnya. "Oh, iya, soal Tommy—"

"Tommy???"

"Please be quiet," sarkas Rui. Mungkin dia terganggu dengan reaksi Grace.

Tapi siapa yang tidak akan terkejut kalau tiba-tiba didatangi agen CIA dan diberitahu hal-hal yang—sangat mengejutkan?

Grace bahkan tidak pernah berpikiran sampai sejauh itu.

"Yuto, kita gak bisa blak-blakan ngasih tau dia semuanya," kata Rui. "Dia cuma masyarakat biasa."

"I know, tapi dia bisa membantu," ujar Yuto.

"Sorry, Yuto," sahut Grace. "Rui bener, aku gak tau apa-apa. Jadi gak ada gunanya ngajak aku kerja sama."

Mungkin ini saat nya Grace berhenti, seperti apa yang Jackson minta. Karena dari sini Ia sadar kalau Nathan bukan manusia biasa-tidak, bukan manusia berkekuatan super. Tapi maksud Grace, mungkin saja dia orang yang membawa dampak besar, untuk dirinya sendiri maupun banyak orang. Atau bahkan seluruh dunia.

Karena bagaimanapun, segala hal yang diikut campuri oleh CIA tidak bisa dianggap enteng.

"Bukannya kamu suka sama Nathan?" Tanya Yuto.

"Hah?"

Yuto tersenyum lalu mengibaskan tangannya di depan wajah, "Lupakan, itu bukan poin pertemuan kita malam ini," katanya.

"Jadi, eumm... kita mau minta bantuan kamu."

"Bantuan apa?"

"Jagain Nathan."

"Tapi kan Nathan gak ada disini?!"

"Iya, kita semua tau Nathan gak ada di sini." Yuto menghela nafas frustasi. "Kita semua juga lagi nyari dia."

Grace mengernyit.

"FBI dan CIA, siapa lagi?" Sarkas Rui, seolah tahu apa yang sedang Grace pikirkan.

"Terus gimana dengan sesuatu bernama guerriero?" Tanya Grace.

"Kamu tau?" Selidik Rui.

"Aku gak bakal tanya kalo tau," sarkas Grace.

"Ya, guerriero juga sedang nyari Nathan. Tapi mereka gak berada di pihak kita," terang Yuto. "Mungkin akan bagus kalo kita bisa sekalian 'membersihkan' guerriero itu."

"Kenapa?"

"Berbahaya," jawab Yuto. "Emang sih, skala mereka masih kecil, tapi isinya orang-orang terlatih, mungkin kalo dilihat dengan kacamata militer, mereka semua lolos kualifikasi pasukan khusus. I don't know. Tommy yang lebih tau," lanjutnya diakhiri dengan gedikan ringan di bahunya.

"Sebentar, I don't get the idea yet," sahut Grace. "Terus kalo guerriero bukan termasuk pihak kaian, buat apa mereka memburu Nathan? Dan kenapa harus Nathan? Apa pentingnya Nathan buat mereka? Dan dimana Tommy sekarang?" Tanya Grace bertubi-tubi.

Yuto bangun dari sandarannya lalu memandang Grace tajam, "Kalo kamu mau tau, berarti kamu juga harus mau terlibat," katanya.

"Kamu gak mau?" Tanya Yuto karena Grace hanya diam. Ia tidak boleh sembarangan berkata 'iya' tanpa tahu apa yang mungkin terjadi sebagai konsekuensinya.

"Waktumu gak banyak. Bisa jadi kamu ketemu sama Nathan dalam bentuk mayat kalo kelamaan mikir," sahut Rui.

Hei, Grace pikir wanita ini tidak mempunyai sense kemanusiaan sama sekali.

"Tapi Roa bener," timpal Yuto. "Kita gak tau dengan siapa Nathan sekarang. Bisa jadi dia udah ketangkep sama guerriero itu, atau bisa jadi juga 'pihak' lain."

"Pihak lain?"

Yuto mengangguk, "He's precious that everyone wants him."

"Jadi dia itu apa?" Tanya Grace frustasi.

Yuto menghela nafas panjang, "Kalo kamu mau

"Oke, aku mau. Kasih tau aku semuanya," potongnya. Grace sudah tidak tahan dengan semua hal yang memusingkan ini.

Dan juga, sebenarnya, Grace ingin bertemu lagi dengan Nathan.

Yuto tersenyum. Lalu setelah beberapa saat dia mengambil jeda, akhirnya dia mulai berbicara lagi.

"Pernah dengar new world order? Nathan adalah kunci untuk mewujudkannya."

-The Sleeping King-