Grace duduk di kursi sebelah ranjang Nathan, memperhatikan pria berwajah pucat yang tadi melukai dirinya sendiri dengan melepas paksa jarum infus di tangannya. Dasar ceroboh! Grace sangat ingin memukulnya, tapi kasihan.
"Hei." Grace menyentuh selimut Nathan, tapi dia malah menariknya dan sedikit bergeser memalingkan muka dari Grace.
Kalau kalian ingin tahu, Nathan sekarang duduk menempel di kepala ranjang sambil memeluk kedua lututnya. Selimutnya dia pakai untuk menutupi seluruh badannya kecuali kepala
"Kamu kenapa?" Tanya Grace. Nathan tidak menjawab. Menatapnya pun tidak.
"Grace, kayaknya kita harus ninggalin dia sendiri dulu." Henry yang berdiri di belakang Grace membuka suara. "Biarin dia tenang dulu."
Grace diam. Haruskah begitu? Kalau dia sembunyi lagi seperti tadi, bagaimana? Kalau dia lari bagaimana? Kalau Grace tidak bisa menemukannya, bagaimana? Siapa yang akan menolongnya kalau terjadi sesuatu?
"Nggak apa-apa." Henry menepuk bahu Grace.
"Oke," kata Grace. Mungkin Henry benar. Dia butuh waktu untuk sendiri.
Tapi belum sempat Grace beranjak, Nathan memegang pergelangan tanganku. Dia menatap Grace sendu, membuat Grace terduduk kembali dan memandangnya lamat.
"Kalo gitu aku keluar dulu," kata Henry.
Sepeninggal Henry, Grace dan Nathan saling diam. Hanya Grace yang memusatkan perhatiannya pada Nathan, sementara dia menatap lurus ke tangannya yang masih memegang pergelangan tangan Grace.
"Ayo kita pulang." Akhirnya Nathan membuka suara.
"Tapi kondisi kamu masih belum pulih."
"Aku takut di sini..."
"Takut apa?"
Nathan tidak menjawab, justru ia malah semakin menenggelamkan kepalanya ke dalam selimut.
"Cerita aja sama aku." Grace menarik selimut Nathan, tapi dia menolak. Justru sekarang dia benar-benar hilang dibalik selimut.
"Nathan," panggil Grace. Dia tidak merespon.
"Nathan Kim," panggil Grace sekali lagi. Grace melihat gundukan selimut di depannya ini bergerak, sepertinya dia menggelengkan kepala di dalam sana.
"Kita pulang kalo kamu mau cerita," bujuk Grace.
Selama beberapa saat dia diam, tapi akhirnya keluar dari persembunyiannya-walaupun hanya menampakkan sebagian rambut dan matanya.
"Janji?"
Grace hanya mengangguk mengiyakannya.
"Kamu mau percaya sama aku?"
Grace menarik salah satu sudut bibirnya, "Selama itu masuk akal," kata Grace. Kalian pasti sudah tahu bahwa Grace tidak begitu percaya sesuatu tanpa bukti yang nyata.
Nathan menghela nafas panjang. Matanya lurus menatap Grace selama beberapa saat. Lalu dia membuang selimutnya dan membuka satu per satu kancing piyama yang dia kenakan.
Grace tertegun saat melihat kondisi badan Nathan dibalik piyamanya. Banyak jahitan serupa dengan yang ada di lehernya yang malang melintang melintasi beberapa bagian dada dan perutnya.
"Ini sakit," katanya sambil menyentuh dadanya di bagian tengah, bagian yang sebenarnya langsung mencuri perhatian Grace karena berwarna kehitaman dengan bingkai jahitan.
"Mereka bilang beberapa bagian tubuhku gak bagus, jadi mereka ganti sama yang lebih baik. Tapi ini sakit. Mereka terus-terusan membawaku balik ke tempat seperti ini, mereka bilang kalo aku hampir sempurna. Tapi malah aku merasa semakin hampa."
"Sebentar, but, kenapa?"
"Karena sebentar lagi Raja akan bangun, jadi aku harus dalam kondisi baik biar Raja gak kecewa."
"What?!" Bukannya jelas, penuturan Nathan justru membuat Grace pusing. Lagian mau di bilang baik dari mana kalau badannya penuh jahitan seperti ini? Yang ada malah prihatin, mungkin Raja itu justru akan marah kalau melihat kondisi Nathan yang sekarang ini.
"Aku udah cerita, ayo sekarang kita pulang," kata Nathan
"Yang kayak tadi kamu sebut cerita?"
Nathan mengangguk, "Ayo," ajaknya lagi. "Aku gak mau ketemu lagi sama mereka."
"Mereka? Mereka siapa?"
"Mereka yang mirip sama Om kamu," jawab Nathan.
"Terus kenapa mereka ngelakuin itu semua? Kenapa kamu harus 'diperbaiki'?"
"Kan aku tadi udah bilang, gak dengerin ya?" Tudingnya.
Grace mendengus. Dia merasa lelah berbicara dengan Nathan.
"Oke, terus yang kamu maksud Raja itu siapa?"
Nathan berpikir sebentar, lalu telunjuknya kembali menunjuk bagian tengah dadanya, "Raja ada di sini," katanya. Lalu seperti baru tersadar, dia menarik piyamanya dan menautkan satu per satu kancingnya, bahkan kembali menenggelamkan seluruh badannya ke dalam selimut.
Grace mendengus. Baik, sudah cukup mendengarkan omong kosong Nathan. Dia adalah manusia paling random yang pernah ia temui-selain Peter dan Henry. Apa yang dia ceritakan pada Grace benar-benar tidak masuk akal.
"Oh, ada satu lagi!" Seru Grace sembari menjentikkan jari. Grace tahu pertanyaan ini mungkin akan sia-sia, tapi Grace baru kepikiran setelah sedikit bicara dengan Tommy di cafe Julia tadi.
"Kamu bilang, kamu dari Vatikan, kan?"
Nathan mengangguk.
"Apa yang terjadi di sana?"
Nathan memiringkan kepalanya, dari raut wajahnya, Grace bisa menebak kalau dia tidak tahu.
"Mn, aku gak tau. Tapi saat orang-orang bilang kalau Raja akan bangun, Tommy malah menyuruhku untuk kabur."
"Hah?"
Nathan menyentuh dagunya dengan jari, berlagak seperti orang pintar, "Harusnya mereka seneng, kan? Tapi Tommy malah bilang aku dalam bahaya," tuturnya, di akhiri dengan gerakan kecil pada bahunya.
"Tommy?"
Nathan mengangguk, "Tommy, biarawan yang sering jadi temen ngobrolku kalo aku pergi ke gereja."
-The Sleeping King-
"Okay..."
Grace menarik nafas dalam sebelum membuka pintu di depannya, pintu gudang. Dan begitu pintu ia buka, wow, apakah ini benar-benar ruang penyimpanan?
Berantakan. Lebih berantakan dari kandang sapi.
Belum apa-apa Grace sudah ingin menyerah.
"Mau dibantuin?"
Grace menoleh. Dasar manusia satu ini. Dari mana dia mendapatkan apron dan sarung tangan karet?
"Yooo! Bersih-bersih dulu!"
Ah, iya, Grace lupa kalau Peter di rumah. Pasti dia yang mendandani Nathad ala maid seperti ini.
"Kak Grace, minggir. Biar aku yang bersih-bersih sama Kak Nat," kata Peter.
"Tapi Nathan baru aja sembuh, Pet."
"Dia cuma bagian ngebesihin debu pake kemoceng," kata Peter sambil masangkan masker pada Nathan.
"Tapi di dalem-"
"Udah nurut aja, sana duduk dulu. Dari pada tar sakit, aku juga yang repot." Potong Peter sebelum Grace melanjutkan omongannya.
"Duduk." Nathan ikut memerintah Grace sambil menunjuk lantai.
"Oke." Grace menghela nafas. "Kalo gitu aku yang bikin cemilan."
Lagipula Peter itu bukan tipe orang yang bisa dibantah. Dan Nathan ah sudah, lupakan.
-The Sleeping King-
Grace menyuguhkan 2 gelas jus jeruk dan sepiring penuh biskuit. Kesukaannya. Biasanya Grace tidak akan rela berbagi. Tapi melihat Peter bekerja keras sendirian membersihkan gudang, Grace jadi merasa kasihan.
"Tinggal ngepel aja, Kak. Tar dulu, capek," kata Peter. Langsung menenggak habis jus jeruk di meja dan duduk menghadap gudang yang baru saja dia bersihkan.
"Kak Nat nanti malem udah gak perlu tidur di dapur lagi, udah punya kamar," lanjutnya.
"Aku gak pernah tidur di dapur," kata Nathan, ikut meminum jus jeruknya.
"Terus selama ini tidur dimana?"
"Gak dimana-mana."
Peter mengernyit, begitu juga Grace.
"Aku gak pernah tidur," koreksi Nathan. "Tanya tuh sama Jay."
"Stop talking about Jay!" Ketua Grace.
"Kita obrolin yang bisa kita lihat aja, oke?"
"Oh, kamu pengen-"
"No," potong.
"Oh, oke." Nathan mengerucutkan bibirnya lalu mengalihkan tatapan matanya dari Grace.
"Serius Kak Nat gak pernah tidur?" Tanya Peter.
Nathan hanya mengangguk lalu kembali menyedot jus jeruknya.
Sebenarnya Grace meragukan apa yang Nathan katakan. Tapi kalau melihat kantung matanya yang menghitam, Grace sedikit mempertimbangkannya.
"Itu lukanya masih sakit gak, Kak?" Tanya Peter lagi.
Nathan menjawabnya dengan gelengan kepala.
Semenjak pulang dari rumah sakit Nathan mau memakai kaos. Mungkin karena memang panas. Dan Peter juga sudah tahu tentang luka itu, jadi Nathan merasa aman untuk menunjukkan seperti apa wujudnya. Terimakasih Tuhan, Peter juga bukan tipe orang yang men-judge seseorang berdasarkan fisik. Jadi Grace bisa menjamin kalau Nathan nyaman berada di sekitar Peter.
Berbeda lagi kalau Nathan melihat Mark. Dia akan langsung lari bersembunyi, entah itu di kamar Grace atau di kamar mandi. Yang penting tidak bertemu dengan Mark lagi.
Mungkin karena dia pernah melihat Mark memakai outfit putih ala dokter waktu masih di rumah sakit. Sebegitu trauma nya dia dengan dokter. Grace ingin tahu alasan gamblangnya, tetapi Grace tahu kalau Nathan tidak akan memberi jawaban yang berharga. Salah, menanyai Nathan itu sama saja membuang-buang waktu. Semua yang dia katakan tidak bisa Grace cerna dengan baik.
"Kak Grace nanti jadi keluar?"
Grace mengangguk.
"Ikut," kata Peter.
"Aku juga!" Nathan mengangkat sebelah tangannya.
"Gak usah. Aku cuma mau ketemu sama Lucas. Gak lama."
"Aku kangen sama Kak Julia" rengek Peter.
"Julia Park."
Grace dan Peter serempak menoleh Nathan. Dia barusan bilang Julia Park, kan? Itu nama lengkap Julia. Dari mana dia tahu?
"Jay," kata Nathan sambil tersenyum lebar.
Sial, seharusnya Grace ingat kalau si sialan ini punya teman gaib yang tidak jauh menenyebalkan dari Nathan, sangat menyebalkan.
-The Sleeping King-
Grace sudah menunggu lama di kafe, bahkan ini sudah milk shakenya yang kedua. Tapi Julia tidak ada dan Lucas belum juga datang padahal ini sudah hampir 2 jam lewat sejak waktu janjianku dengannya.
mereka ini sengaja atau gimana sih?
"Miss Turtle, kamu gak jadi ya ketemunya?" Nathan menusuk-nusuk pipi Grace dengan jari telunjuknya.
"Gak usah iseng deh Nat!" Sarkas Grace, dan Nathan melipat bibirnya sambil menoleh sekitar. Dasar.
Semenjak keluar dari rumah sakit tingkahnya menjadi semakin seperti anak kecil. Tapi entah kenapa Grace juga merasa takut saat dia tiba-tiba terdiam. Mata Grace melihat dia tetap Nathan, tapi perasaan Grace bilang kalau dia tidak disana.
Entahlah. Mungkin hanya perasaan Grace saja.
"Miss Turtle."
"Hmmm.."
"Grace."
"Apa?"
"Grace Yoo... Miss Grace Turtle Yoo-aw!"
"Berisik lagi muka kamu yang bakal aku tendang," ancam Grace.
"Jangan galak-galak ih." Peter yang dari tadi meletakkan kepalanya di meja akhirnya angkat suara. "Ntar suka loh," sambungnya.
"Ew."
Sungguh, Lucas dan Julia sangat tega membiarkan Grace menunggu lama. Apalagi sekarang Grace sedang bersama dua orang yang sama-sama aneh. Grace takut tertular.
"Sorry, Grace, aku lama." Seorang pemuda langsung duduk di depan Grace. Itu Lucas. Diikuti dengan Julia yang langsung mengambil duduk di samping kekasih serumpunnya itu.
"Hai Pet," sapa Julia. "Oh, ini siapa?" Tanya Julia.
"Nathan," jawab Grace.
"Oh, hai." Julia menyapa Nathan sambil tersenyum sangat manis pada Nathan. Mn, tidak terlalu manis juga sih. Biasa saja.
"Kalian baru dari mana sih?" Tanyaku.
"Sorry, tadi tuh ribet banget polisinya," kata Lucas sambil melambaikan tangannya ke pelayan lalu memesan minuman.
"Polisi?"
Lucas mengangguk, "Tommy hilang."
"What?" Grace mengernyit. Sial, tapi Tommy adalah alasan dirinya datang kesini.
"Tommy?" Nathan mengernyit.
Lucas hanya menghela nafas panjang. Grace bisa melihat kerutan frustasi si wajahnya.
"Kalo dia bukan tanggunganku, aku gak mau susah-susah ngurusin dia," kata Lucas kemudian. "Dasar tukang bikin masalah."
"Emang dia gak pamitan gitu?"
"Yang namanya hilang mana ada ninggalin jejak?" Lucas memijit pelipisnya pelan.
"Aku cuma takut kalo dia dic-" Lucas melirik Grace seolah baru mengingat sesuatu.
"Ah, enggak, lupain," katanya kemudian sambil megibaskan tangannya di depan muka dan tersenyum kecut.
"Diculik?" Tebak Grace. "Sama siapa?"
"Enggak, ini cuma kekhawatiran ku aja. Aku khawatir banget sampe pikiranku melayang kemana-mana, sorry.."
"Guerriero?" Peter membuka suara, membuat Lucas seketika memandangnya dengan tatapan terkejut.
"Kamu-"
"Cuma asal tebak aja, sih..." Peter tersenyum kecut.
"Soalnya belakangan banyak isu beredar kalo grup bernama guerriero bikin teror kesana kemari cuma buat nyari seseorang," lanjutnya.
"Aah.." Lucas manggut-manggut.
"Tapi gak mungkin kan, Tommy dicari sama kelompok itu?" Tanya Peter. "Serem kalo iya. Ngomong-ngomong, Tommy siapa sih?"
"Teman," jawab Lucas sekenanya.
"Miss Turtle.." Narhan memegang tangan Grace yang berada di atas meja. "Tommy siapa? Tommy Han?"
Grace mengalihkan pandangannya pada Lucas. Ya, karena Grace memang tidak tahu nama lengkap Tommy.
"Kamu kenal Tommy?" Tanya Lucas pada Nathan.
"Tommy Han," terang Nathan.
"Iya, dia Tommy Han," jelas Lucas.
Grace merasakan pegangan Nathan di tangannya melemah. Dan sebagai gantinya, Grace yang ganti menggenggamnya. Grace tidak tahu seperti apa pastinya hubungan Nathan dan Tommy, tapi melihat dari ekspresinya, Grace yakin kalau dia juga khawatir. Sangat khawatir.
"Kamu kenal Tommy dari mana?" Tanya Lucas.
"Vatikan." Jawab Nathan. "Tommy temanku."
"Sumpah kamu dari Vatikan??" Lucas hampir melompat dari tempat duduknya. Ekspresinya bercampur antara teekejut, senang, bingung, entahlah Grace juga tidak bisa memastikan.
"Jangan bilang kamu-siapa tadi namamu?"
"Nathan Kim "
"What the fuck!" Pekik Lucas. mereka semua yang melihatnya hanya bisa tertegun. Entah apa yang dari tadi Lucas perhatikan, tapi dia terlihat baru saja tersadar kalau ada Nathan di sini.
"Jadi kamu yang namanya Nathan Kim??" Tanya Lucas untuk memastikan.
Nathan hanya mengangguk sebagai jawaban 'iya'.
"Aku sama Tommy selama ini nyari kamu! Kamu kemana aja??"
"Uh.. ikut Miss Turtle," jawab Nathan.
Lucas tertawa getir, "Jadi selama ini kamu biangnya?" Katanya sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya ke arah Grace.
"What?? Aku bahkan gak pernah kenal dia. Justru dia tiba-tiba muncul di belakang rumahku. Lagian kalo aku tau kamu kenal dia, udah dari dulu-dulu aku anterin ke dia kerumah kamu."
Lucas mengangkat kedua telapak tangannya di depan dada, meminta Grace untuk tenang. Ya, Grace tenang kok. Hanya saja sedikit tersulut.
Lucas membenarkan posisi duduknya lalu memandang Grace lamat, "Udah berapa banyak yang kamu tau soal Nathan sama Tommy?"
Grace memutar bola matanya jengah, "Ini baru mau tanya!" Ketusnya.
Baik, jujur, Grace kesal karena Lucas berbicara pada Grace seolah Grace ini adalah seorang kriminal.
Hei, bahkan Grace tidak paham apa yang sedang terjadi sekarang ini!
Lucas menghela nafas lalu menyisir rambutnya ke belakang.
"Oke, aku gak bakal nyalahin kamu, justru bersyukur kamu yang nemuin dia," katanya sambil menunjuk Nathan dengan dagunya.
"Aku gak tau lagi kalo dia ketangkep sama gueriero itu."
"Jadi? Guerriero itu,"
"Ssstt." Julia memotong kalimat Peter. "Sensitive issue, please be quiet," bisiknya sambil meletakkan jari telunjuk di depan bibir.
Apa? Bahkan Julia pun tahu permasalahan ini? Dan kenapa Grace jadi merasa dikhianati?
Tunggu, tapi ini bukan urusan Grace.
"Grace, dengerin." Lucas menggerakkan jarinya, meminta Grace mendekat.
"Tolong jagain Nathan, seenggaknya sampe Tommy ketemu. Setelah semuanya clear, kita bakal kirim mereka balik ke Korea."
"Tapi-"
"Aku gak bisa ngasih penjelasan apapun ke kamu, karena aku emang gak tau apa-apa," potong Lucas.
"Cuma Tommy yang tau. Jadi tolong jagain Nathan, ya?"
"Tapi aku gak bisa apa-apa."
"Gak harus ngapa-ngapain. Berada di samping dia terus aja, jangan sampai tinggalin dia. Itu aja udah cukup."
"But, can I?" Jujur saja, Grace ragu. Semua ini membuatnya bingung dan ia juga merasa takut kalau apa yang disebut 'guerriero' itu menemukan Nathan. Grace yakin kalau dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain mati di tangan mereka.
"Kamu bisa. Kasih aku sedikiiiiit aja waktu, aku pasti nemuin Tommy."
Grace menghela nafasnya pelan sebelum menjawab.
"Okay, I'll try."
-The Sleeping King-