Heran.
Tadi dia - Nathan - yang tidak mau diajak masuk ke mall, dan setelah masuk malah dia yang pecicilan kesana kemari. Grace jadi merasa sebagai baby sister yang mengurus bayi besar yang bahkan lebih besar dari pada dirinya sendiri.
"Nathan."
Nathna yang sedang asik mengetuk-ngetuk manekin plastik menoleh kearah Grace sambil tersenyum lebar.
"Dia aneh," Katanya.
'kau yang aneh!'
"Ini bawa!" Kata Grace sambil menyerahkan dua shopping bag yang berisi baju-baju baru Nathan: sweater turtleneck beraneka warna.
Grace megajaknya berkeliling dari pangkal sampai keujung, menawarinya berbagai model baju, tapi tetap yang ia pilih adalah sweater turtle neck.
Dasar tidak modis! Untung Grace sedikit-sedikit paham tentang fashion, jadi Grace memilih beberapa kemeja tambahan untuk dipadukan dengan sweater nya nanti.
Ah, Grace jadi merasa seperti malaikat yang berbaik hati.
"Kok dia bisa keras gitu sih?" Nathan mengambil shopping bag dari tangan Grace lalu menunjuk manekin yang tadi dia ketuk-ketuk dengan dagunya.
'Ck, dia ini pura-pura bodoh atau memang bodoh sih?'
Grace mengabaikan pertanyaan Nathan dan mengambil beberapa langkah mendahuluinya. Lelah, Grace ingin cepat pulang. Tapi melihat stand eskrim di salah satu sudut mall membuat Grace menunda kainginannya sebentar.
"Kamu mau rasa apa?" Tanya Grace pada Nathan. Tidak ada sahutan, dan saat Grae menolehnya, Nathan malah asik melihat menekin di ujung sana.
"Heh!" Grace menepuk dada Nathan dengan punggung tangannya dan dia langsung menoleh ke arah Grace.
"Sakit." Katanya sambil meringis.
"Sorry!" Astaga, Grace baru ingat kalau pertama kali bertemu dengannya, dadanya brdarah.
Grace memegang kedua sisi lengannya. "Masih sakit?" Tanya Grace Dan dia mengangguk.
"Sorry." Kata Grace lagi. "Habis ini mau mampir ke dokter?" Siapa tahu lukanya masih ada. Lebih baik diperiksakan, demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Gak!" Tolaknya dengan keras. "A-aku gak papa..." Dan selanjutnya dia berkata dengan suara pelan.
"Oh, oke..."
Grace memutar badannya menghadap stan eskrim lagi, menimbang-nimbang sebentar mana yang akan ia beli. Tapi bukannya segera mengatakan pesanan, Grace tiba-tiba memikirkan hal lain.
Grace menoleh Nathan lagi, menatp lurus pada dadanya.
"Kenapa?" Tanyanya, mungkin merasa aneh pada Grace yang memandang dadanya sambil mengerutkan dahi.
'Ini hanya pikiranku atau... bagian itu memang lunak? Seperti tidak ada tulangnya.'
-The Sleeping King-
"Masih sakit?" Grace menarik tangan Nathan untuk menepi dan mencari tempat duduk seadanya. Sejak Grace menepuk dadanya-tidak sengaja-tadi, wajahnya berubah menjadi pucat.
Sejujurnya, Grace takut terjadi apa-apa.
Nathan hanya mengangguk sebagai jawaban 'iya'. Sebelah tangannya memegangi bagian tubuhnya yang terasa sakit. Grace jadi makin merasa bersalah.
"Maaf, aku nggak sengaja." Grace memberinya isyarat untuk duduk di kursi yang terletak di depan salah satu toko baju wanita.
Lagi dan lagi, Nathan hanya mengangguk.
"Tunggu sebentar, ya. Aku beli air dulu."
Nathan menahan tangan Grace. "Buat apa?"
"Diminum, masa buat disiram ke kamu?"
Sekilas Grace melihat kalau dia tidak setuju, tapi akhirnya dia melepaskan tangannya.
"Cepet balik." kata Nathan.
"Tunggu aja di sini, jangan kemana-mana."
Dia mengangguk.
"Makan ini dulu." Grace memberikan eskrim yang tadi ia beli padanya. Just in case Grace sedikit lama, agar dia tidak terlalu bosan. Dan setelah itu Grace meninggalkannya sendirian.
Plakk.
Baru saja beberapa langkah Grace meninggalkan Nathan, suara benda terjatuh dan orang berlari membuat Grace menghentikan langkah dan menoleh ke belakang.
"Nathan?"
Kursi yang tadi diduduki kosong. Cup eskrim yang tadi Grace berikan padanya pun tergeletak di lantai dengan isinya yang tumpah kemana-mana.
Grace menoleh sekitar, tapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Nathan.
"Ah, permisi." Grace menghampiri salah satu staf toko yang kebetulan keluar untuk memasangkan baju di salah satu manekin.
"Iya? Ada yang bisa saya bantu?"
"Kamu tau pria yang tadi duduk di sini?" Tanya Grace sambil menunjuk kursi dimana tadi Nathan duduk
Staf itu menoleh ke belakang, Grace pun ikut melihat ke mana dia melihat. Tapi bukannya Nathan yang ia dapati, melainkan..
"Jackson?"
Yang Grace panggil menoleh, lalu tersenyum kaku.
"Grace? Kamu ngapain di sini?" Tanya nya.
"Kamu yang ngapain di sini?"
"Aku? Hanya melihat-lihat." Dia membolak-balik baju wanita yang tergantung di sampingnya.
"Ini toko baju wanita."
"Iya emang," Katanya. "Kamu tadi belum jawab, kamu ngapain di sini?"
Grace tidak menjawab. Pikirannya masih bergelut dengan pertanyaan 'apa yang Jackson lakukan di toko baju wanita?'
For you information, Jackson hidup sendirian. Ibu dan ayahnya tinggal di Korea, dan setahu Grace dia tidak dekat wanita manapun selain dirinya dan
"Jack?"
-Sharon.
'Ooh, jadi ini alasannya berada di sini?'
"Oh, hai Grace." Sharon tersenyum pada Grace. Sangat manis, tapi entah kenapa Grace jadi ingin menampar mukanya.
"Maaf aku gak minta ijin lebih dulu, tapi mumpung kita sekarang ketemu, aku sekalian ijin, ya? Aku pinjam Jackson."
'What the hell dia bilang 'pinjam'? Memangnya Jackson mainan?'
"Shar—"
"Silakan, take your time." Grace tersenyum masam. Kalau dia pintar, pasti dia tau apa maksud di balik perkataan Grace. Tapi nyatanya, Sharon malah menggandeng lengan Jackson sambil tersenyum lebar.
"Grace- "
"Take your time," Kata Grace penuh penekanan. Grace memandang Jackson sebentar lalu berganti pada Sharon.
"Take care of him. I'm leaving him to you."
-The Sleeping King-
"Grace!"
Grace mendongak, di sana, di depan mobil Grace, seorang pria melambaikan tangannya.
Grace mempercepat langkahnya menghampiri Nathan. Semakin dekat jarak Grace dengannya, jantung Grace juga berdetak semakin cepat, membuat Grace merasakan sakit yang bahkan belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Dasar sialan!" Umpat Grace sesampainya di depan pria itu. Kaki Grace dengan otomatis menendang kaki pria itu.
"Aw!" Pekiknya sambil memegangi bekas tendangan Grace.
"Kamu kemana aja??" Tanya Grace setengah berteriak. Iya, dia Nathan.
"Kan aku bilang jangan kemana-mana?! Kenapa kamu gak nurut??"
Nathan mendongak lalu menegakkan badannya, "Kamu nangis?"
Grace tidak menjawab. Kedua tangannya melepaskan soft lens yang sudah sedikit bergeser dari tempatnya lalu membuangnya asal.
"Kamu kenapa?" Nathan memegang kedua pundak Grace. Tapi Grace hanya terus menangis. Rasa sakit di dalam dadanya bercampur dengan sesak akibat udara yang tidak beraturan keluar masuk dari paru-parunya.
"Maaf.."
Nathan menarik Grace ke dalam pelukannya. Sebelah tangannya menepuk-nepuk punggung Grace, dan satunya lagi mengelus puncak rambut Grace.
"Gak akan aku ulangin. Besok-besok aku bakal ijin ke kamu kalo mau kemana-mana, biar kamu gak sedih."
Grace sedih?
Ya..
Mungkin.
Tapi sepertinya lebih dari itu.
Grace sangat kecewa sampai.. entahlah, aku tidak bisa menjelaskan. Yang bisa ia lakukan hanya seperti ini, menangis.
"Jangan pergi kemana-mana.."
Grace sangat ingin mengatakan itu pada Jackson, tapi sepertinya sudah terlambat.
Grace sudah melepasnya. Aku yang memintanya pergi. Jadi, tidak mungkin Grace memintanya kembali.
"Hmmm.. aku tetep di sini."
-The Sleeping King-
"Dari mana, Kak?" Peter menyambut Grace dan Nathan dengan sebuah pertanyaan.
Tapi daripada menjawab, Grace lebih memilih berlalu dan langsung mengurung diri di kamar.
Grace lelah, ingin tidur. Jadi ia segera membuka laci meja di samping ranjangnya lalu mengambil barang yang ia butuhkan. Obat tidur.
Iya, Grace selalu membutuhkan benda itu kalau ingin bisa tidur dengan nyenyak. Ketergantungan? Mungkin saja, Grace tidak ingin sibuk memikirkan alasannya.
Selain itu, Grace ingin segera melupakan kejadian di mall tadi yang masih sangat membekas. Grace ingin berhenti menangis, seperti sekarang.
Grace segera meneguk 2 butir pil sekaligus lalu segera menyalakan AC dan menarik selimut. Tapi belum sempat Grace memejamkan mata, pintu kamarnya sedikit terbuka.
"Kak." Peter melongokkan kepalanya di sela-sela pintu yang terbuka.
"Biasain ketuk pintu dulu kalo mau masuk kamar orang! Kalo yang di dalem lagi ganti baju gimanaa??"
"Lah ini, Kak Grace gak lagi mau ganti baju," Katanya sambil menerobos masuk begitu saja.
"Kak Grace tadi nangis?" Tanya nya lagi saat sudah duduk di tepian ranjang Grace.
Grace tidak menjawab, hanya menarik selimut Grace lalu memunggungi Peter. Sudahlah, Grace ingin tidur.
"Gara-gara Kak Nat? Gak Kak Grace banget sih, tumben?"
"Keluar, Pet. Aku mau tidur."
"Apa gara-gara Kak Jack?"
Grace tidak menjawab.
"Break sama Kak Jack!"
"Aku bilang keluar"
"Tuh kan!" Peter membuang selimut Grace asal lalu menarik lengan Grace hingga ia terduduk. "Diapain sama Kak Jack?" Tanyanya.
Grace diam, hanya sibuk menghapus airmatanya yang masih saja-merembes keluar.
"Ututuuu jangan nangis, ih." Peter menarik Grace mendekat lalu menyandarkan kepala Grace di pundaknya, "Jelek-aww KOK DICUBIT SIH??"
Kemudian suasanya sunyi. Hanya suara hidung Grace yang menyedot udara dengan kasar yang terdengar. Peter membiarkan Grace mengatasi perasaannya sendiri. Dia tidak bertanya ataupun berargumen apapun. Hanya diam, memberi Grace pundak untuk bersandar.
"Sana keluar," Kata Grace saat ia merasa sudah tidak bisa menangis lagi. Lagipula kepala Grace sudah mulai terasa berat. Mungkin 2 pil tidur yang ia minum tadi sudah mulai bereaksi.
"Aku mau ngobrol sebentar sebenernya," Kata Peter. Dia memandang Grace lamat seolah memang ada hal mendesak yang ingin dia sampaikan.
"Apa?"
"Soal Kak Jack sama Kak Sharon."
Grace menghela nafas, "Lain kali aja," Lalu menarik selimut. Belum sempat Grace membaringkan badan, Peter menarik lenganku hingga Grace terduduk lagi.
"SAKIT!"
"Aku tuh mau ngomong seriuuuuussssss."
"Keluar," kata Grace sambil menunjuk ke arah pintu.
"Kak-"
"Sekarang!"
"Gak mau!"
"Plis, Pet. Aku tuh capek, kepalaku udah berat. Lain kali aja."
"Ini penting, mumpung Kak Grace sama Kak Jack lagi break. Aku pengen ngomong."
Grace memandang Peter heran. Mumpung aku dan Jackson sedang break?
"Oke, jadi apa?" Tanya Garce, sedikit penasaran dengan alasan kenapa Peter ingin membicarakan sesuatu saat Grace dan Jackson sedang dalam kondisi 'tidak baik'.
"Jauhi Kak Jack."
Hanya itu yang keluar dari mulut Peter.
"Udah, sana keluar. Jangan bikin aku pusing sama omong kosongmu."
"No, Kak, aku serius." Peter menahannya yang hendak bergelung lagi di dalam selimut.
"Mumpung kalian lagi break, sekalian jauhi Kak Jack. Kalo gak sekarang, aku gak tau kapan Kak Grace bisa jauh dari Kak Jack."
Grace mendengus. Kesal, jangan ditanya. Setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan pilihan. Tak perlu diatur untuk menentukan mana yang 'katanya' terbaik.
"Oke, aku akan jauhi Jackson-"
"Jauhi secara total, no contact, no interactions."
"Emangnya kenapa sih?"
Peter menghela nafas, "Dia berbahaya."
"Whaaattt????"
Berbahaya apanya? Pria semanis itu berbahaya??
Sorry, ralat, dia tidak manis.
"Kak Jack sama Kak Shar emang udah digarisin buat selalu bersama. Jadi kalo Kak Grace maksa buat berdiri di tengah-tengah mereka, Kak Grace sendiri yang bakal tersiksa. Kayak sekarang."
Grace menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal karena bingung.
"Intinya."
"Bentar." Grace menginterupsi. "Pelan-pelan, aku bingung."
"Jackson dan Sharon gak bisa dipisahin?"
Peter mengangguk.
"Jackson berbahaya?"
"Aku ralat, dua-duanya." jawab Peter mantap.
"Kenapa?"
"Karena.. ya.. mereka berbahaya."
Grace melihat pupil Peter bergetar. Mencurigakan.
"Kamu dapet info kayak gini dari mana?"
"Aku semalem mimpi-"
"Oke, stop!" Grace menginterupsinya lagi. Sudah ia duga, semua omong kosong ini berasal dari mimpi konyolnya.
"Udah, Pet, keluar. Jangan bikin aku tambah pusing."
"Tapi, Kak-"
"Plis, aku capek. Ya? Jangan ganggu aku. Minimal sampai aku bangun tidur."
'Tolong hentikan semua omong kosong ini.'
-The Sleeping King-