Chereads / Sebuah Kata Kerinduan / Chapter 39 - 39. Penyiksaan Level 1

Chapter 39 - 39. Penyiksaan Level 1

"Araaa…" panggil Rian dari kejauhan, di antara gerombolan mahasiswa yang berlalu lalang siang itu.

Ara yang yang sedang berjalan bersama Hana seketika menghentikan langkahnya. Di lihatnya Rian berjalan ke arahnya.

"Han, kau pulang duluan deh," kata Ara. Air mukanya yang tadi berseri-seri berubah bête. Kesibukan kuliah mengejar mata kuliah yang tertinggal membuatnya belajar nonstop setiap hari di tambah tugas makalah serta tugas lainnya membuat kepalanya hampir meledak. Sekarang dia baru ingat, hari ini harus menunaikan janjinya. Naik angkot pulang lalu olahraga lari.

"Ya, terus kapan dong kamu bisa main ke rumahku?" Tukas Hana kecewa.

Siang ini Ara sudah berjanji main ke rumahnya. Hana baru membeli sepasang kucing Angora dan dia ingin melihatnya. Dia juga berniat jika kucing itu melahirkan anak dia akan meminta satu.

"Kapan-kapan, lah," sahut Ara singkat.

"Eh! Siapa tuh cewek?" Tanya Hana ketika melihat Rian di hampiri oleh seorang cewek cantik seksi.

Ara tanpa sadar mendengus bibirnya berkerut "Selalu menarik perhatian orang! Harus kah aku mengurungnya di sebuah ruangan dan hanya aku yang bisa melihatnya?" Ara bergumam pelan namun kata-katanya membuat Hana terkejut.

"Eeii.. kau sangat mengerikan!" Hana menatap sahabatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki "Kau tidak sedang sakit kan? Apa kau memliki semacam gejala yang aneh atau bagaimana gitu?"

Kening Ara berkerut "Ku rasa yang sakit itu kau, Han!"

"Heiii…! Aku khawatir padamu tahu, kau seperti psikopat berdarah dingin itu!"

Ara melotot lagi sahabatnya itu memang sahabat sejati. Karena secara tidak langsung sanggup mengatainya terkena penyakit psikopat. "Sudah kau pulang lah! Lain kali aku akan pergi main di rumah mu!"

"Tapi lihat itu! Wajah tuh cewek kayak nggak asing deh!"

Ara melihat lebih jelas benar itu adalah cewek yang di lihatnya bersama Rian sebelum kecelakan menimpanya. Hati Ara sakit. Apakah keputusannya sudah benar? Dapatkah dia memberi Rian kesempatan kedua?

"Eh! Kak Rian ke sini! Ku pikir dia akan ngobrol lama dengan tuh cewek! Kalau di perhatikan Kak Rian sangat tampan ya? Lebih tampan dari siapa itu namanya… Arka!"

"Biasa aja tuh!"

"Wuuiiiihhh, ck,ck,ck…"

"Apa sih?!" Ara merengut sebal.

"Gila keren banget! Selama ini aku belum pernah melihatnya dandan maksimal seperti itu!" Hana semakin blingsatan.

"Heeeeh, nyebut! Ingat Abe! Mereka saudara!"

"Iya, iya. Tapi yang ini benar-benar beda dari biasanya. Gimanaaaa, gitu!"

Sebelum Ara sempat mencubit Hana, Rian sudah berdiri di hadapan mereka. Banyak pasang mata yang memandang mereka. Entah itu karena Rian yang terlihat lebih tampan dari biasanya atau karena dia sendiri yang sudah tidak memakai make up menyebalkan itu lagi karena alergi.

Awal dia melepaskan dandanan jeleknya banyak orang yang memanggilnya Ana tapi demi tujuan hanya bisa menyangkal kalau dia bukanlah Ana tapi orang lain. Beberapa orang tidak percaya dan beberapa lagi percaya kalau dia adalah Ana. Apapun itu selama rencananya berjalan lancar dia tidak peduli.

"Hai.. Kak Rian..," Sapa Hana antusias, melambaikan tangannya sembari tersenyum manis.

"Rian, kita pergi yuk! Bye, Hanaaa..!" sela Ara cepat-cepat, menggandeng tangan Rian, meninggalkan Hana yang terbengong-bengong sendirian.

***

"Aku akan mengantarmu pulang berganti pakaian dulu! Setelah itu kita pergi naik angkot!"

Ara mengangguk pasrah. "Terserah!"

Mobil Rian terparkir di halaman rumahnya dan sekarang mereka ada di pinggir jalan menunggu angkot yang akan membawanya menuju pasar raya, setelah itu mereka akan naik angkot sekali lagi baru sampai di GOR.

"Pasar Raya..!! Pasar Raya..!!" Teriak supir dari dalam mobil. Sebelah tangannya nya memegang setir mobil sebelah tangannya lagi melambai penuh semangat meneriaki jurusan kendaraannya.

"Kosong…! Kosong…!" teriaknya lagi waktu melihat calon penumpangnya. Rian dan Ara melambaikan tangan.

Sigap Rian menggandeng tangan Ara, mendorong punggungnya, membantunya naik ke atas angkot yang melaju pelan. Bangku di dalam angkot itu panjang di kedua sisinya membuat penumpang duduk saling berhadapan. Dan ada satu tambahan kursi pendek dekat pintu keluar hanya bisa untuk dua orang saja. Ara duduk di dekat pintu keluar, sedangkan Rian duduk di kursi tambahan tepat dihadapannya. Lutut mereka saling beradu tangan Rian masih menggenggam tangan Ara. Angin semilir yang bertiup lewat kaca jendela yang sedikit terbuka menerpa wajah dan rambut Ara. Membuatnya mengantuk hingga hampir jatuh tertidur.

CIIIIIIIITTTT…!!! Supir tiba-tiba menghentikan tunggangannya, menghindari mobil yang memotong jalan.

"Aduh!" Ara sontak tersadar sepenuhnya karena kepalanya membentur dinding mobil. Belum habis kagetnya, si supir mendadak menginjak gas.

DUG! Kepala Ara kembali terbentur. Tangan Rian cepat-cepat mengusap sekilas kepala Ara sembari menahan geli sekaligus kasihan.

"Rian, itu yang nyupir orang apa bukan sih?" gerutu Ara jengkel. Karena belum ada dalam sejarahnya naik angkot mengalami kepala terbentur seperti tadi.

Dengan raut wajah serius, Rian menoleh ke arah tempat duduk supir, lalu mengangguk-angguk. "Aku yakin manusia, sih. Soalnya kakinya ada dua, bukan empat. Tangannya juga ada dua, bukan sepuluh. Kepalanya juga enggak ada tanduknya. Eeeeh, minum pula dia. Berarti orang beneran."

"Kirain memedi sawah," rengut Ara seraya menyandarkan kepalanya ke belakang. Angkot itu sudah mulai sesak Rian bahkan harus pindah duduk di sampingnya.

"Kosong..! kosong…!" Teriak supir bersemangat.

'heh, penuh gini dibilang kosong?! Ya tuhan kenapa hari ini aku sial sekali."

"Terakhir…! Terakhir…!"tambah si supir.

'hah, masih siang gini masak di bilangnya yang terakhir? Nggak kreatif banget!'

"Geser…! Geser…!"

'buset, masih disuruh geser?!' berkali-kali Ara menggelengkan kepala keheranan melihat supir seperti itu.

Sampai di lampu merah serombongan pengamen jalanan mendekat dan berdiri di pintu masuk angkot. Yang satu asyik menyanyi sambil memetik senar gitar, yang satunya bertepuk-tepuk tangan mengikuti nada mereka seadanya. Syair lagunya juga seingatnya.

'kali ini benar-benar neraka!' gerutu Ara, mulai merasa mual-mual. Ada yang ngamen, ada anak kecil yang menangis, ada yang ngipas-ngipas menebarkan bau keringat, belum lagi udara yang sumpek.

"Tenang, nanti juga terbiasa, kok. Anggap aja ini pemanasan," Hibur Rian, menahan tawa. Dia tidak pernah menyesal mencintai Ana yang kini menjadi Ara sejak awal. Jika saja waktu itu dia tidak lupa diri dan terjebak oleh mereka mungkin saat ini hubungannya dan Ana baik-baik saja. Ana pun tidak akan memalsukan kematiannya. Mengganti identitasnya.

Ara cemberut. Menjulurkan kepalanya kebelakang punggung Rian, berharap angin yang masuk dari celah jendela bisa mereda rasa mualnya. Dia sering naik angkot tapi baru kali ini menemukan supir yang sangat 'tidak berperasaan' penumpang dalam mobil sudah seperti sarden yang tersusun rapi masih ingin menambah lagi. Jika dalam waktu dua menit tidak sampai juga Ara akan memilih turun dan berjalan kaki saja.

Dia sudah tidak peduli lagi jika Rian mengejeknya hingga tertawa dan sakit perut. Dia hanya ingin lepas dari lubang neraka yang di sebut angkot itu. Akhirnya dua menit kemudian angkot yang mereka tumpangi berhenti di depan toko buku Sari Anggrek di permindo. Ara langsung melompat turun menyeret kakinya menuju salah satu pohon. Ia bersandar dengan nafas tersengal-sengal keringat dingin mengalir di keningnya.

Dengan sabar Rian mengikuti di belakang. Menatapnya cemas "Kau yakin bisa? Kalau tidak kita bisa memesan taksi dan pulang!"

Ara menggeleng keras membuat rambutnya ikut bergerak "Tidak! Ayo kita pergi… tapi, bisakah kali ini kita ganti tujuannya? Sepertinya aku tidak sanggup lagi naik angkot!"

"Kemana?"

"Pantai! Jalan kaki saja. Aku masih sanggup!"

Rian menatap wajah pucat Ara. Dia ingin menghentikan rencananya tapi melihat tekat di mata Ara mau tidak mau dia setuju untuk lanjut meskipun tujuannya berganti menjadi pantai. Tidak masalah karena di dekat gedung kebudayaan juga ada pohon rindang. Jadi, Ara juga tidak akan kepanasan saat berlari. Saat langit sore turun dia akan mengajak Ara duduk di pantai sambil menikmati kelapa muda dan kerang yang telah di bumbu. Gadis itu pasti akan menyukainya.