Ara memandang rumah yang ia tempati selama dua tahun masa ingatannya setelah bangun dari koma. Banyak pertanyaan berkecamuk dalam benaknya, bagaimana ia harus memulai pertanyaannya dan bagaimana sikapnya setelah itu. Ara menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan ia menguatkan hati lalu melangkah masuk kedalam rumah sambil menarik kopernya.
Di ruang tamu Ara melihat foto keluarga yang hanya berjumlah tiga orang. Bunda, Kimi kakaknya dan dirinya sendiri, tidak ada foto ayah di sana. Ia berdiri lama di depan bingkai foto ukuran besar yang hampir menutupi separuh dinding ruang tamu.
"Ara.. kau kembali?"
Senyum tipis terukir di bibir Ara saat ia mendengar suara lembut yang menemaninya dua tahun ini, gadis itu memutar badannya sambil melebarkan kedua lengannya meminta pelukan dari sang bundanya.
Wanita paruh baya yang berparas lembut itu terkekeh melihat sikap anaknya yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Ia memeluk anaknya erat dan mengusap rambut Ara pelan sambil bertanya "Apa yang terjadi? Apakah liburannya tidak cukup menyenangkan?"
Kepala Ara menggeleng masih dalam pelukan bundanya, bibirnya bergerak ingin mengatankan sesuatu tapi sesaat kemudian ia memilih menutup bibirnya rapat-rapat. Tapi perasaan seorang ibu tidak pernah meleset ia terus bertanya apa yang terjadi pada Ara sampai akhirnya gadis itu menyerah untuk diam.
Ara melepaskan pelukan bundanya dengan suara bergetar ia bertanya "Bunda, apakah aku putri kandungmu?"
Mendapat pertanyaan mendadak itu membuat sang bunda terdiam senyum di bibirnya kaku seketika, ia mencoba melihat perubahan pada Ara tapi ia tidak bisa menemukan apapun. Ia menghela nafas berat dan menarik Ara menuju sofa diruang tamu. Mereka duduk di ruang tamu bunda memegang tangan Ara erat-erat seakan menguatkan putrinya atau dirinya sendiri karena tanpa di sadari Ara juga merasa khawatir, seperti apa berita yang akan ia dengar dari bundanya.
"Fata Arabella.. itu adalah nama yang telah dipersiapkan ayahmu.. dia sudah mempersiapkan nama itu bahkan sebelum kau lahir, dia sangat menyayangimu. Sama seperti bunda sangat menyayangimu. Kita hidup sangat damai dan bahagia saat itu, pekerjaan ayahmu lancar tidak ada yang akan menyangka jika musibah itu menimpa dan merubah kehidupan kita semua"
Ara menatap bunda penuh perhatian ia ingin mendengar semua cerita itu "Lalu apa yang terjadi,bunda?"
Senyum sedih terukir dibibir bunda menatap hampa pada pintu rumah yang terbuka lebar seakan ia menunggu untuk seseorang "Itu genap dua tahun dan Ayahmu berencana merayakan ulang tahunmu di luar kota. Tepatnya Villa milik kakekmu di puncak! Tapi tiba-tiba sebuah mobil dari arah berlawanan di luar kendali ayahmu mencoba menghindar namun nasib buruk tak bisa terhindar. Mobil yang di kemudinya masuk kedalam jurang". Bunda menatap Ara bingung karena putrinya mengajukan pertanyaan yang selama ini berusaha ia simpan. Ia masih merasa curiga bahwa perjalanan liburannya selama satu bulan itu telah terjadi sesuatu yang membuat Ara berubah.
Tapi, bunda masih terus menceritakan semuanya pada Ara "Bunda tidak bisa mengingat apapun setelah itu. Karena saat bangun bunda sudah di rumah sakit. Sedangkan kau dan ayahmu tidak ditemukan. Dua minggu pencarian tapi kalian berdua tidak bisa ditemukan karena itu bunda berpikir kalau kalian berdua masih hidup dan bunda tidak menyerah"
Bunda mengusap kepala Ara, dengan tatapan lembut ia berkata "Dan akhirnya setelah sekian tahun kami mendapatkan sedikit jejakmu. Awalnya kakak mu Kimi yang akan pergi tapi perkerjaannya tidak bisa di tinggalkan dan akhirnya Azira mengajukan diri untuk menyelidiki tentangmu lebih jelas"
"Jadi karena itu kak Azira selalu muncul saat aku dalam masalah ketika di sana!"
Pertanyaa Ara membuat mata bunda melebar kaget ia menatap Ara cukup lama "Ingatanmu.. kembali?" Tanya bunda tidak percaya.
Ara mengangguk singkat namun hatinya semakin tidak mengerti kenapa keluarganya yang awalnya hidup bahagia tanpa ada musuh tiba-tiba mengalami musibah mendadak. Apakah ada sesuatu yang tidak bunda nya ceritakan?
"Sejak kapan!"
"Beberapa hari lalu!" Ara mengenggam tangan bunda erat-erat "Bunda apakah Ayah masih hidup?"
Bunda terdiam dan Ara mengerti karena ia telah melihat sebelumnya sebuah album foto yang tersimpan rapat di laci meja kerja bundanya. Foto Ayahnya yang begitu mirip dengan orang yang merawatnya selama ini lalu bagaimana ia bisa berakhir di keluarga itu dan kenapa ayahnya seperti tidak mengingatnya atau pun bundanya.
"Bunda diam, itu artinya ayah masih hidup!"
"Semuanya telah berlalu! Kita hidup dengan baik dia pun juga begitu! Bunda tidak ingin apapun lagi selama kau dan Kimi bersama bunda".
Ara menggeleng "Tidak! Apa yang awalnya menjadi milik ku harus menjadi milikku! Aku akan mengambilnya kembali apapun yang terjadi!"
Bunda terkejut mendengar ketegasan suara Ara "Apa yang akan kau lakukan!"
"Aku akan kembali ke kota itu!"
"Tidak boleh!"
"Bunda!"
"Tidak kata bunda tetap tidak!"
Ara terkejut mendengar penolakan bunda dengan suara keras karena selama ini bunda selalu menuruti dan berbicara lembut padanya.
"Kenapa tidak!"
"Berbahaya! Biarkan kakak mu kimi yang menyelesaikan semuanya!"
"Jadi.. karena itukah kakak jarang berada dirumah?"
Bunda diam karena apapun itu ia tidak ingin berpisah dari anaknya lagi. Demi keselamatan Ara ia harus menyeseikan semuanya dengan cepat dan bersih.
Ruang tamu itu sepi kepala Ara tertunduk menatap koper yang berdiri di sisi sofa kepalanya berpikir keras bagaimana pun caranya ia harus kembali ke kota itu. Ara menatap bundanya dan tersenyum menenangkan sambil berkata "Baiklah! Aku tidak akan pergi! Bunda istirahatlah,aku juga mau ke kamar dan istirahat perjalanan kali ini sangat melelahkan!"
Ara berdiri sambil meregangkan badannya saat ia melangkah menuju kamarnya di lantai dua ia tersenyum jahat karena sudah mendapatkan cara bagaiamana cara pergi tanpa membuat bundanya khawatir. Ara tidak tahu jika rencananya itu sudah terbaca jelas oleh bundanya.
Setelah melihat Ara masuk kedalam kamarnya bunda berjalan ke luar rumah dan menghubungi seseorang.
"Ingatan Ara kembali! Sepertinya ia akan kembali kesana! Dan bunda tidak mengizinkannya, tapi bunda tahu seperti apa sifatnya. Dia pasti akan menemuimu, kau bantu dia sebisa mungkin, jangan biarkan hal buruk menimpanya lagi dan selama di sana! Lindungi dia terutama dari keluarga itu!"
Setelah telpon di tutup bunda menghela nafas ia menatap jendela kamar Ara yang masih menyala dari teras rumah nya. Gadis itu meskipun ia selalu diam dan tidak banyak membuat masalah tapi jalan pikirannya sangat tepat dan tajam. Ia berpikir mungkin harus mendaftarkan nya untuk kursus karate atau taekwondo setidaknya itu bisa menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak terduga.
Bunda mengangguk penuh semangat dan ia kembali menekan ponselnya untuk menghubungi seseorang "Kimi, daftarkan adikmu di kursus taekwondo atau karate!"
Karena ponsel bunda dalam mode speaker jadi suara Kimi terdengar jelas saat ia terkejut dengan ide bundanya "Bunda… apakah bunda salah makan saat sarapan tadi pagi? Kenapa Ara harus ikut kursus karate atau taekwondo?"
Bunda mendencakkan lidahnya jengkel karena kimi begitu banyak pertanyaan "Sudah! Kau daftarkan saja dulu adikmu! Jika bunda menceritakan sekarang kau akan pingsan di sana jadi berhenti bertanya!"
"… kenapa aku merasa bunda memiliki rahasia di sini!"
Merasa di selidiki oleh anaknya sendiri bunda tidak punya pilihan "Baiklah! Ingatan adikmu sudah kembali dan ia ingin pergi ke kota itu lagi! Bunda sudah menolak tapi kau tahu sendiri adikmu itu seperti apa sangat keras kepala.. dan lagi..eh?!" bunda melihat layar ponselnya yang hitam membuat keningnya berkerut berlipat-lipat ia mendengus jengkel.
"Anak itu seenaknya saja memutuskan telpon-."
Ponsel bunda kembali berdering di layar tertera nama Kimi "Apa! Kenapa kau menutup telponnya saat bunda bicara! Tidak sopan!"
Mendengar bundanya menggerutu Kimi terkekeh pelan "Maaf, bun.. aku terkejut hingga menjatuhkan ponselnya! Jadi bagaimana bunda bisa tahu kalau ingatan Ara kembali?"
"Karena dia sudah pulang!"
"Apa!!!"
Layar ponsel bunda hitam dan panggilan terputus sekali lagi.