Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Laboratory Doctor and Activist

🇮🇩aleyshiawein
365
Completed
--
NOT RATINGS
220.6k
Views
Synopsis
Adriana Gerrie adalah Mahasiswa Berprestasi Utama Departemen Teknik Pangan, Fakultas Teknik. Adriana yang cerdas, independen, logis, dan selalu rasional itu sepanjang umurnya tidak pernah mengenal namanya hubungan romantis antara pria dan wanita. Hingga akhirnya Adriana bertemu dengan Darren Januar Winata, Ketua BEM Fakultas Teknik. Sayangnya, hubungan mereka tidak bertahan lama karena Adriana merasa tidak nyaman, privasinya terusik, dan berbeda pandangan dengan Januar. Secara kebetulan, setelah hubungan itu berakhir, senior Adriana yang Ia sukai sejak lama mengakui perasaannya. Sayangnya, gayung tidak bisa bersambut, karena Haikal tiba-tiba pergi dan meminta Adriana melupakannya. Sulit bagi Adriana melupakan Haikal, akan tetapi mampukah Januar mengetuk pintu hatinya? Tidak hanya Januar, tapi juga Theodore, sahabat lama Adriana yang sebelumnya hanya dalam diam menyayanginya bertahun-tahun kini berubah terang-terangan menunjukkan perasaannya. Sebelas tahun berlalu, Haikal tanpa diduga kembali, membawa penjelasan yang tidak tersampaikan dengan baik pada Adriana kala itu. Mereka bertemu lewat skandal yang menimpa perusahaan tempat keduanya bekerja sebagai Direktur Utama. Beberapa konflik besar terjadi diantara mereka, menimbulkan banyak perubahan seiring usia dan karir profesional yang juga berubah. Apa yang terjadi pada Januar? Apa yang terjadi pada Theodore? Apa yang terjadi pada Haikal? Lalu ... dengan siapa Adriana berakhir? Unlock the answer by read this story! Bagian I: Masa perkuliahan di Bandung Bagian II: Masa bekerja, menuju pola hubungan serius ------- Halo, readers! Ini adalah novel kedua dari Aleysia Wein. Konsep novel ini pada dasarnya adalah romance, young adult, juga adult romance. Setiap karakter yang digambarkan dalam novel ini adalah representasi ideal dari pemikiran penulis tentang bagaimana sebaiknya seorang wanita perlu memiliki karakter kuat, intelektual, rasional, dan secara bersamaan memiliki empati tinggi, juga lemah lembut seperti yang ditunjukan Adriana Gerrie. Tidak hanya itu, penulis juga menuliskan aspirasinya soal bagaimana sebaiknya menjalani hubungan romantis dengan lawan jenis berdasarkan rasionalitas dan perasaan yang berimbang. Kepada para pembaca, semoga bisa mendapatkan inspirasi dari novel ini disamping 'dash of sweet' romantic affairs antartokoh. Penulis harap banyak value yang dapat diadopsi oleh pembaca. Gaya bahasa dalam novel ini cenderung teknis, dan beberapa istilah yang cukup advance dan spesifik di bidang teknologi pangan, bisnis, industri, filosofi serta investasi akan dijelaskan di dalam novel. Penulis sangat mengapresiasi setiap dukungan, sekecil apapun yang diberikan pembaca. Terimakasih. Regards, Aleyshia Wein
VIEW MORE

Chapter 1 - Conference

Seorang gadis berpakaian formal sedang berbicara diatas podium. Gadis itu berbicara dengan tegas dan karismatik dihadapan ratusan audience yang sepertinya berasal dari berbagai negara. Gestur, mimik wajah, dan kecakapan berbicara gadis itu membius perhatian orang-orang di ballroom hotel itu seratus persen padanya. Di samping kanan podium tempat gadis itu berdiri, sorotan layar proyektor terefleksikan disana menampilkan presentasi yang rapi meskipun lebih banyak gambar dibanding tulisan. Gadis itu menjelaskan dengan detail di luar kepala akan apa maksud dari gambar yang tampil disana.

"Here, we acknowledge that animal protein is one of major concern of people in the world nowadays ..."

Gadis itu menekan tombol pointer untuk beralih ke slide selanjutnya setelah menjelaskan sebuah slide pengenalan.

Adriana Gerrie, nama gadis itu. Mahasiswa jurusan Teknik Pangan di universitas negeri terbaik di Indonesia. Gadis berusia 20 tahun yang biasa dipanggil Adri itu sedang mengikuti konferensi internasional di Singapura mewakili universitasnya. Ini adalah ke enam kalinya mahasiswi itu menjadi pembicara di konferensi internasional bergengsi dengan tiga judul penelitian yang memukau para akademisi.

Suara tepuk tangan terdengar meriah ketia Adri menutup presentasinya. Presentasi itu berakhir bukan berarti dirinya sudah bisa bernafas lega dan turun dari podium. Masih ada sesi tanya jawab dan timbal balik yang lebih menegangkan bagi setiap presenter dibanding presentasi itu sendiri.

"Okay Miss. Adriana Gerrie, thank you for your amazing presentation, really appreciate it ..." ujar seorang dosen yang diketahui bernama James Alden.

Adrianya hanya merespon dengan senyuman, menunggu dosen berkebangsaan Amerika Serikat itu memberikan komentar atau pertanyaan.

"I just wanna ask you, what is the biggest challenge for us to produce this plant-based protein?" tanyanya kemudian.

Dengan sigap, Adriana segera menjawab pertanyaan James. Adri menjawab dengan lugas dan tepat, membuat diskusi menjadi semakin aktif hingga akhirnya suara riuh tepuk tangan itu terdengar kembali dan gadis itu turun dari podium.

"Keren banget sih, asli gak bohong," ujar Theo, teman satu tim sekaligus sahabatnya sejak SMA. Pria itu mengacungkan dua jempol setelah Adri kembali.

"Gue ada kesalahan gak sih selama presentasi? Kayaknya kecepetan deh," respon Adri, jiwa perfeksionisnya kembali muncul.

"No, girl, you do right, no worries," ujar Theo menenangkan.

****

Adri dan Theo tengah berjalan-jalan di sepanjang pusat street food di Singapura. Mereka sepakat untuk berjalan-jalan terlebih dahulu sebelum kembali ke Indonesia besok. Sebenarnya mereka datang bersama dosen pendamping mereka, Profesor Ravi, tapi beliau terlalu lelah untuk berjalan-jalan dan memilih beristirahat di hotel, menyisakan Adri dan Theo yang memanfaatkan kesempatan mengeksplor dunia malam Singapura.

Mereka keluar dari hotel sekitar pukul 22.00 waktu setempat. Cukup berbeda dengan di Bandung, kota asal mereka, suasana di pusat kota itu semakin ramai di malam hari.

"Kita mau ngapain dulu deh, Dri? Gue jadi overwhelming gini saking banyaknya spot bagus," ujar Theo sembari melihat sekeliling area yang mereka telusuri sedari tadi.

"Sama Yo, inilah kalau keluar gak pakai rencana," jawab Adri. Memang biasanya kedua sahabat itu selalu merencanakan sesuatu dengan detail, termasuk untuk sekedang pergi ke cafe.

"Kayaknya disini banyak orang ngopi gitu deh, kesana aja gimana?" tawar Theo. Ia menunjuk ke salah satu coffee shop di sebelah kanan jalan, beberapa meter dari tempat mereka berdiri saat ini.

"Boleh-boleh."

Keduanya kemudian berjalan menuju coffee shop yang tidak terlalu ramai itu. Mereka langsung memesan dua minuman dan satu dessert seperti biasa. Itu adalah konsep a la carte andalan mereka, dua minuman berbeda, dan satu dessert. Bagian dari misi penghematan mahasiswa katanya.

"Eh paper penelitian kita yang plant-based protein kan Lo yang megang, Dri. Masih ada rencana submit ke conference lagi gak?" tanya Theo selagi mereka menunggu pesanan datang.

"Rencana Gue sih bakal di publish di jurnal internasional dulu, biar kredibilitasnya naik, nanti kalau ada event yang relevan, bakal Gue submit lagi."

"Oke deh. Gue rasa udah saatnya kita pindah ke penelitian baru, Dri," ujar Theo mengingat penelitian yang Ia pegang sebelumnya juga sudah masuk ke jurnal internasional dan empat konferensi internasional.

"Ide bagus, nanti kita konsultasi ke Pak Ravi deh sekalian pulang."

"Haha manfaatkan kesempatan dalam kesempitan ya, Dri," ujar Theo sambil tertawa.

Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Iced americano with brown sugar milik Adri, caffee latte milik Theo, dan lemon cake milik bersama.

"Lo tumben pakai gula, biasanya americano pahit," komentar Theo. Adri memang penikmat kopi, benar-benar kopi tanpa gula. Gadis itu bahkan sudah pro dalam menilai kualitas dan rasa dari kopi yang diminumnya.

"Udah malem, ntar gabisa tidur."

Ponsel Adri berdering, tanda notifikasi whatsApp masuk. Ia lantas membaca pesan itu dan tersenyum. Theo didepannya hanya memperhatikan.

"Eh barang-barang khas Singapura apa ya? Kayaknya gak ada yang spesifik banget deh,"

"Iya, paling gantungan-gantungan kunci, cokelat, atau souvenir bertuliskan Singapura gitu. Kenapa? Mau nyari oleh-oleh?"

"Iya nih Bang Adam nge chat Gue, minta oleh-oleh."

"Ya elah Bang Adam udah kaya raya gitu masih aja malakin adek tingkat, heran gue," ujar Theo mengomentari kakak tingkat sekaligus kakak kos Adri itu. Ya bagaimana tidak, pria yang disebut Bang Adam itu adalah seorang Venture Capitalist, investor dan mentor untuk para start-up.

"Haha gatau deh ... Lah, orangnya video call nih," seru Adri ketika tiba-tiba Adam meneleponnya. Ia segera menggeser tombol hijau dan mengarahkan kamera ponsel depan untuk menampilkan wajahnya dan Theo.

"Hai Bang Adam!" sapa Adri, sementara Theo hanya melambaikan tangannya.

"Wedeh, gimana nih konferensinya? Lancar gak Dri, Yo?"

"Lancar dong Bang, siapa dulu presenternya, Mapres kita gitu," jawab Theo membangga-banggakan Adri yang memang seorang Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas.

"Syukur deh kalo gitu. Sekarang Lo berdua ngapain nih berduaan malem-malem di bar gitu, balik-balik, jam malam ini."

"Yeu, yakali Bang di bar. Di coffee shop nih, kapan lagi jalan-jalan malem di Singapur," protes Adri sembari mengangkat-ngangkat gelas americano miliknya.

"Iya dah iya, intinya jangan lupa oleh-oleh ya, adik kos dan adik tingkat, awas aja balik cuma bawa badan sama sertifikat."

"Bang, kata Theo Lo udah kaya ngapain malakin adek tingkat," ujar Adri memanas-manasi.

"Kaya? Gue masih suka makan pecel lele kok, gak suka caviar juga, selera gue masih rakyat biasa," jawab Adam sembari tertawa.

"Yaudah Bang, tidur sana, ganggu aja Lo," ucap Theo.

"Ganggu Lo berdua pacaran? Oke, Aku jomblo Aku diam. Bye!" ujarnya kemudian menutup video call itu setelah sebelumnya melambaikan tangan.

"Masih aja dibilang pacaran, heran."

"Tau tuh netizen."