Julia membuka mata perlahan-lahan. Ia mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya silau yang menyapa matanya. Hawa dingin yang menusuk, membuat gadis itu enggan untuk beranjak bangun.
Tubuhnya seakan membeku tiba-tiba, saat kedua mata beningnya menangkap sosok yang sangat ingin dihindari. Tangannya gemetar mengguncang tubuh Andi yang masih terlelap sambil memeluk tubuh Julia. Kekasihnya itu semakin mempererat pelukan ketika gadis itu mengguncang tubuhnya.
"Di! Bangun!"
"Hoam …. Selamat pagi, Jusa." Andi membuka mata dan mengucapkan selamat pagi dengan wajah polos tanpa menoleh ke samping.
"Di … dia …." Julia menoleh ke arah Damian.
Laki-laki angkuh itu berdiri di samping mobil dengan empat orang pengawal yang berdiri di samping kanan dan kirinya. Kemeja putih panjang itu digulung di bagian lengannya sampai sebatas siku. Tatapannya tajam, seolah menusuk jantung Julia.
Andi menatap tak berkedip. Ia tidak ingin melepaskan kekasihnya. Melihat Damian berjalan ke arah mereka, Andi memeluk Julia dengan erat.
Gadis itu merasa seperti tulang-tulangnya akan patah. Eratnya dekapan Andi, membuat Julia sedikit merasa sesak. Namun, ia merasakan ketenangan dalam pelukan kekasihnya.
'Tuhan, berikan dia rasa kasihan agar melepaskan aku dan Andi.' Julia berdoa dalam hati. Laki-laki itu tidak menyukainya, jadi untuk apa tetap ingin melanjutkan pernikahan? tanya Julia dalam hati. Hatinya terus menggumamkan doa dalam lirih putus asa.
"Kami saling mencintai, Tuan Muda," kata Andi dengan wajah ketakutan. Namun, ia tetap berpelukan dengan gadis itu. Mereka berniat menghadapi rintangan cinta bersama-sama. Berharap kekuatan cinta mereka dapat menggerakan hati kecil tuan muda angkuh berwajah dingin itu.
"Ch!" Damian mendecih mendengar ucapan laki-laki yang membawa calon istrinya pergi. "Hebat! Aku sangat terharu dengan kekuatan cinta kalian. Kau bahkan berani untuk membawa calon istriku. Hebat! Sungguh hebat!"
Damian maju selangkah, berdiri di depan dua sejoli, dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celananya. Ia menyeringai, menunjukkan barisan gigi putih dengan rahang mengeras. Laki-laki itu seperti sedang menahan amarah dalam hatinya.
"Begini saja, kita buat kesepakatan. Di sini! Saat ini juga. Jika kau bersedia menebus gadis itu dengan uang yang sudah dikeluarkan oleh ayahku, maka kalian akan kulepaskan," ucap Damian dengan nada merendahkan. Keduanya berasal dari keluarga yang hidup pas-pasan. Damian yakin, laki-laki itu tidak akan mampu.
"Be … berapa banyak?" tanya Andi dengan suara bergetar. Meski tahu tidak akan sanggup, tetapi ia tetap bertanya berapa banyak uang yang harus dikembalikan kepada mereka.
"Lima ratus juta rupiah. Berikan itu saat ini juga dan aku akan melepaskan kalian," jawab Damian sambil mengeluarkan satu tangannya dari saku dan menadahkan tangan ke arah Andi.
"Kamu tidak punya uang sebanyak itu, Di. Jangan konyol dengan menyetujui kesepakatan itu!" hardik Julia dengan gugup. Ia melirik laki-laki yang sedang menatap mereka seperti hewan buruan.
"Aku akan melindungimu dengan segala yang kumiliki." Andi melepaskan pelukannya lalu menangkup wajah gadis itu dan mendaratkan bibirnya di kening Julia.
"Aku tidak punya uang sebanyak itu, tapi aku akan menyerahkan hidupku padamu, Tuan Muda. Kau bisa melakukan apa saja padaku, aku tidak akan melawan. Tolong, lepaskan Julia pergi!"
"Ha ha ha~. Kau sangat lucu. Baiklah, itu penawaran yang sangat bagus. Kebetulan sekali, aku sangat ingin membunuh orang." Damian melirik kepada keempat anak buahnya.
Tanpa banyak bicara, mereka maju, dan memukuli Andi. Julia berlari menghampiri kekasihnya, tapi tangannya ditahan oleh Damian. Gadis itu memberontak dan menangis melihat laki-laki terkasihnya itu dipukuli tanpa melakukan perlawanan sama sekali.
'Tidak! Dia bisa mati jika terus seperti itu.' Julia berlutut di atas jalan tanah berbatu. Bersujud dan memohon kepada Damian yang berdiri di hadapannya.
Laki-laki itu tidak bereaksi apa-apa. Ia membiarkan Julia berlutut, memohon, dan menangis di depannya. Damian seperti seorang pembunuh berdarah dingin. Tidak mengenal iba sama sekali, meski Julia sudah memohon, dan Andi sudah bersimbah darah akibat dipukul anak buahnya.
"Hentikan! Aku akan kembali. Aku akan menikah denganmu, tapi lepaskan dia. Jangan bunuh dia! Aku mohon," ratap Julia sambil menyentuh ujung celana Damian.
"Tidak, Julia!" seru Andi dengan suara yang tersisa. Kepalanya menggeleng, meminta kekasihnya untuk tidak melakukan itu. Ia rela mati demi membebaskan gadis yang dicintainya. Namun, sang kekasih juga tidak bisa membiarkan Andi mati sia-sia.
"Berhenti!" perintah Damian kepada anak buahnya. "Ucapkan selamat tinggal kepada kekasihmu, lalu naik ke dalam mobil. Kau akan tahu akibatnya jika berani melarikan diri lagi!" Damian menyuruh keempat anak buahnya untuk kembali ke rumah Oman lebih dulu.
Keempat preman itu masuk ke dalam mobil jeep dan pergi meninggalkan Damian. Laki-laki itu duduk di belakang kemudi dalam mobil putih miliknya. Ia melihat Julia dan Andi berpelukan. "Cih! Kisah roman picisan yang sangat menggelikan."
Damian sudah tidak percaya dengan yang namanya cinta sejak istrinya meninggalkannya demi laki-laki lain. Gabriela berjanji akan selalu bersamanya dalam keadaan susah maupun senang, dalam hidup dan mati. Namun, saat perusahaan konveksi miliknya bermasalah, istrinya itu pun pergi begitu saja.
"Kamu bodoh! Aku sudah berjanji untuk melindungimu. Kenapa kamu harus menyerah, Sayang?" tanya Andi dengan suara parau. Kepala, bibir, dan mata laki-laki itu babak belur. Matanya tidak dapat melihat kekasihnya dengan jelas karena kelopak matanya membengkak hampir menutup semua bagian mata laki-laki itu.
"Jangan mengorbankan dirimu untukku lagi, Di. Aku akan menikah dengannya, kembalilah ke rumahmu. Kau sudah banyak berkorban untukku. Kita menyerah sampai sini saja, Di." Julia mengecup bibir Andi yang membengkak dan berbau amis dari darah segar yang masih menetes.
Ketika bibir mereka bertemu, air mata Julia menetes tanpa bisa dibendung. Bak air bah yang mengalir, Julia sesenggukan seiring membanjirnya air mata di pipinya. Air mata perpisahan paksa karena Damian.
"Haruskah aku menelepon mereka untuk membunuh kekasihmu itu?" tanya Damian dengan penuh penekanan. Laki-laki itu terpaksa keluar lagi karena Julia tidak segera masuk ke dalam mobil.
Tangan Andi menggenggam erat tangan gadis itu. Tidak rela membiarkan gadis itu pergi meninggalkannya. Ia lebih rela dipukuli sampai mati dibanding harus melihat Julia menyerah di bawah laki-laki kejam itu.
Julia meninggalkan Andi tergeletak dengan lemah di jalan Desa Parangkaris yang sangat jarang dilewati orang. Gadis itu masuk ke mobil Damian. Kedua mata gadis itu sembab setelah menangis karena perpisahannya dengan Andi.
Berakhir sudah pelariannya di tangan Damian. Perjalanan kisah cintanya dengan sang kekasih pun harus berakhir. Hanya tersisa tiga hari sebelum pernikahan dan hanya tiga hari yang tersisa untuk Julia melepas masa lajangnya dengan terpaksa.
Damian tersenyum penuh kemenangan. Hatinya tidak tersentuh sama sekali, meski gadis di sampingnya itu menangis sepanjang perjalanan menuju rumah Oman. Ya, laki-laki itu tidak membawa Julia ke rumah Dodit, tetapi membawanya ke rumah ayahnya, Oman.
====BERSAMBUNG====