Clara keluar dari kamar sambil menarik koper. Ia harus kembali ke Bali malam ini. Ia akan diantar oleh Damian ke bandara.
Julia merasa sedih. Di rumah itu, hanya Clara-lah yang menganggapnya seperti keluarga. Meski ia tetap memanggilnya nyonya, tetapi Clara tetap menganggap Julia seperti anaknya.
Saat ia sedang membuat teh, Iris tiba-tiba mendorong punggung wanita itu. Julia mengaduh kesakitan. Tangan indahnya tersiram air panas.
"Aduh!" Iris sengaja mengambil air teh hangat dan menyiram pahanya sendiri.
Tap! Tap! Tap!
Damian dan Clara berlari ke dapur saat mendengar Iris berteriak. Sementara Julia yang tangannya melepuh, tidak berteriak sekeras Iris. Laki-laki itu bertanya kepada gadis itu dengan cemas.
Orang yang seharusnya ditanya adalah Julia. Tangan wanita itu jelas-jelas merah. Namun, Damian lebih mengkhawatirkan Iris.
Sakit? Tentu saja. Hati Julia sangat sakit.
Ia memang tidak mencintai laki-laki itu, tetapi perlakuan yang diterimanya yang membuat ia sakit hati. Ia yang terluka, ia yang mendapat amukan kemarahan dari suaminya. Julia pun berdecak kesal.
"Ck …."
"Apa maksudmu berdecak seperti itu? Kau sudah melukai kaki Iris. Minta maaf padanya sekarang juga!" Damian memerintah dengan nada tinggi.
"Saya tidak peduli dan saya tidak akan meminta maaf, Tuan Damian yang terhormat," balas Julia tidak kalah tinggi nada bicaranya.
"Baik! Tidak mau meminta maaf, maka kamu harus dihukum," kata laki-laki itu sambil menyeret wanita itu ke gudang. Ia mengunci Julia di dalam gudang. Tanpa memberikan kesempatan pada wanita itu untuk membela diri, Damian langsung menghukumnya.
Iris menyeringai melihat Julia dikurung oleh Damian. Ia berhasil membuat wanita itu dihukum. Masih ada banyak waktu bagi gadis itu untuk membuat hubungan mereka renggang kembali perasaan Damian.
Laki-laki itu sudah mulai tertarik dengan tubuh Julia sejak saat Iris menyiramnya pagi-pagi. Gadis itu tidak ingin jika laki-laki itu jatuh cinta nantinya. Sebelum itu semua terjadi, ia harus segera bertindak agar Julia pergi dari rumah itu.
"Kenapa kamu mengurung dia, Dam? Kasihan dia," ucap Clara. Ia merasa berat untuk pergi jika begini. Namun, suaminya membutuhkan dirinya di rumah. Ia harus tetap pulang, tetapi hatinya tidak tega meninggalkan Julia sendirian di antara iris dan Damian.
Kedua orang itu sangat membenci Julia. Jika bukan karena Iris sedang bekerja, Clara pasti sudah menyeretnya pulang ke Bali bersamanya. Ia tahu, gadis itu mencintai Damian, dan ingin memiliki laki-laki itu.
"Kita sudah terlambat, Ma. Ayo, Damian antar ke bandara," jawabnya. Ia selalu menghindar saat Clara sedang menasehatinya.
Damian menyalakan mesin mobil dan melaju pergi menuju bandara. Sebelum pergi, ia melarang Iris membuka pintu gudang apapun yang terjadi. Tentu saja, gadis itu akan menuruti perintah itu dengan senang hati.
Julia meringkuk di sudut ruangan. Ia menyesali takdirnya yang harus terlahir ke dunia. Ia merasa lebih baik jika ia tidak pernah lahir.
'Aku mungkin tidak harus menerima perlakuan tidak adil seperti ini, jika aku tidak pernah terlahir. Aku rindu mama. Seandainya aku punya uang, aku pasti akan pergi dari sini. Laki-laki itu membawaku secara mendadak. Tidak ada uang sepeser pun yang kubawa dari rumah.'
Ia bangun dan meraba dinding. Tangannya menyusuri dinding gudang, mencari saklar lampu. Ia tidak akan minta maaf, apa pun yang dilakukan Damian padanya.
Klik!
Lampu gudang menyala. Ia melihat beberapa barang yang masih layak pakai, tetapi sudah disimpan di gudang. "Dasar orang kaya!" cibirnya.
Ia menatap beberapa bingkai foto yang menempel di dinding. Itu foto Damian dan mantan istrinya, Gabriela. Di foto itu, mereka tampak bahagia.
"Apa yang membuat istrinya memilih bercerai dengan laki-laki itu? Mereka sepertinya saling mencintai, tidak seperti aku yang menikah karena terpaksa."
Menurut kabar yang didengar dari pembantunya Oman saat di kampung, Damian sudah menikah selama lima tahun. Namun, Julia tidak melihat foto anak kecil di sana. Ia pikir, anak Damian dibawa oleh mantan istrinya.
"Sepertinya, mereka belum punya anak. Aneh, padahal menikah selama lima tahun. Pasti salah satunya bermasalah," ejek Julia.
Ia terus berbicara sendiri sambil menyusuri setiap sudut gudang. Bagi Julia, ruangan itu tidak mirip dengan gudang sama sekali. Selain tempatnya rapi, juga ada satu buah kamar di dalam gudang itu.
Di samping kamar, ada sebuah toilet dan kamar mandi. Lengkap sekali fasilitas di dalam gudang, kecuali dapur tentunya. Di sudut dekat jendela, ada sebuah gitar.
"Wah, ada gitar. Mending main gitar," gumamnya sambil melangkah menuju sofa di dekat jendela. Ia duduk dan mengambil gitar. Ia pernah diajari cara memainkan alat itu oleh kekasihnya, Andi.
Ia melirik ke atas meja kecil. Ada sebuah buku catatan nada di dalam buku itu. Julia mengambil dan mencoba memainkan lirik musik yang ada di bagian paling belakang.
Dua jam kemudian, Julia sudah bisa mengingat nada awal lagu itu. Bertepatan dengan ia memainkan lagu itu, Damian baru saja pulang setelah mengantar Clara ke bandara. Ia mendengar suara gitar samar-samar dari dalam gudang.
*Cintai aku … Kasih
Cintaiku dengan sepenuh hati ….
Jangan biarkan kumerana, tersiksa ….
Tanpa cinta … darimu~*
Kedua tangan Damian mengepal. Itu adalah lirik lagu yang diciptakan oleh Gabriela saat mereka baru menikah. Mendengar lagu itu, membuat Damian semakin emosi. Ia membuka pintu gudang dengan kasar.
"Siapa yang mengizinkan kamu untuk menyentuh barang-barang di rumahku?!" bentak laki-laki itu. Kedua bola matanya menyala. Wajahnya merah padam, rahang mengeras, dan gigi menggemeretak.
Julia menaruh gitar itu dan berdiri dengan wajah ketakutan. Laki-laki di hadapannya itu terlihat seperti singa yang sedang mengancam mangsanya, menyeringai, menunjukkan taringnya. Membuat wanita itu seperti kelinci buruan yang sudah tidak berdaya dalam cengkeraman kuku-kuku tajam singa itu.
Dengan langkah panjang dan cepat, ia menghampiri Julia. Ia menarik tangan wanita itu dengan kasar. Membawanya ke kamar mandi dan menyiram tubuhnya.
"Akh! Damian! Brengsek kamu! Lepaskan aku!" Teriakan Julia membangunkan Iris yang sudah tertidur nyenyak.
Gadis itu segera turun dari ranjang dan berlari ke gudang. Ia bernapas lega setelah melihat Julia sedang disiram oleh Damian. Gadis itu sempat panik.
Ia khawatir, Damian berniat menyetubuhi wanita itu. Untungnya, hal itu tidak terjadi. Iris pun segera kembali ke kamarnya.
Sementara Damian terpaku menatap tubuh Julia yang basah. Baju tidur berwarna putih pemberian dari Clara itu sangat tipis, membuat Damian menelan saliva berkali-kali. Underwear berwarna hitam, tercetak dari luar baju tidur.
Damian segera pergi sebelum hasratnya tidak terkendali. Sementara Julia menangis di dalam kamar mandi sambil memeluk tubuhnya sendiri. Ia tidak sanggup untuk bertahan lagi.
*BERSAMBUNG*