Julia membaringkan suaminya di tempat tidur. Ia membantu laki-laki itu melepaskan sepatu, sementara Damian terus menceracau tidak jelas. Samar-samar, wanita itu mendengar nama Gabriel dari mulut suaminya.
"Air," lirih Damian.
"Saya ambilkan sebentar, Tuan."
Ia berlari ke dapur dan mengambil segelas air putih. Saat ia kembali ke kamar, Damian sudah duduk di tepi tempat tidur. Laki-laki itu melepas jas dan kemejanya, memperlihatkan dada kekar dan bidang.
"I-ini … airnya … Tuan," ucap Julia dengan gugup. Wajahnya terasa panas dan bersemu merah. Ia tidak pernah melihat tubuh laki-laki tanpa baju.
Karena terlalu gugup, Julia menumpahkan air tepat ke wajah Damian. Bisa dibayangkan seperti apa wajah dinginnya itu bereaksi. Ia menatap tajam ke arah sang istri.
"Ma-maaf, Tuan. Saya tidak sengaja," ucap Julia sambil mengeringkan wajah Damian menggunakan tisu.
"Kau sengaja, kan? Ingin mengambil kesempatan karena aku mabuk," tuduh Damian.
"Tidak! Sa-saya tidak ada maksud seperti itu. Akh!"
Damian menarik tangan Julia, membuat wanita itu terbaring di atas ranjang. Laki-laki itu memerangkap tubuh istrinya. Dengan posisi seperti bayi sedang merangkak, Damian mengunci kedua tangan Julia di samping kiri dan kanan kepala.
"Lepaskan aku, Tuan!" Julia ketakutan melihat tatapan Damian yang seperti singa kelaparan.
Damian menjilat ujung bibirnya, menunjukkan pose yang membuat wanita itu semakin ketakutan. Apa yang dilakukannya itu hal wajar bagi pasangan. Mereka sudah disahkan jika berhubungan badan, tetapi Julia ketakutan karena laki-laki itu tidak mencintainya.
"Kenapa? Bukankah ini yang kau inginkan?" tanya Damian sambil mendekatkan wajahnya pada Julia. Aroma minuman beralkohol menyeruak keluar dari mulutnya.
"Tidak! Maafkan saya, Tuan. Saya tidak bermaksud melakukan hal seperti yang Anda tuduhkan. Tolong, lepaskan saya," ucap Julia dengan putus asa. Ia tidak bisa bergerak di bawah kungkungan tubuh kekar suaminya. Air mata mengalir karena ia sangat ketakutan.
Damian menyeringai. Ia mengangkat kedua tangan wanita itu dan menekannya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menangkup dagu Julia. Ia mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya di bibir sang istri.
Deg!
Ada gelenyar aneh yang menjalari tubuh Julia. Itu bukan ciuman pertamanya, tetapi rasanya lebih menegangkan dari ciuman pertamanya bersama Andi. Kecupan ringan itu berakhir.
Damian menjauhkan wajahnya. "Rasanya lumayan." Ia yang sejak beberapa hari lalu sudah tergoda dengan tubuh istrinya, menjadi semakin tergoda setelah merasakan kelembutan bibirnya. Damian kembali mengecup bibir Julia, kali ini bukan lagi kecupan ringan. Namun, kecupan itu dipenuhi hasrat.
"Tidak! Uhm …. Lepaskan aku!" Julia memberontak karena Damian tidak hanya menciumnya dengan penuh hasrat, satu tangan laki-laki itu bergerilya di sekujur tubuhnya. "Akh!" Julia berteriak saat Damian mencoba menarik paksa gaun tidur yang membalut tubuh indah Julia.
Teriakan Julia, membuat Iris panik. Gadis itu segera berlari menaiki anak tangga menuju kamar Damian. Kedua matanya membelalak lebar saat melihat laki-laki itu mencoba membuka gaun tidur Julia.
"Kak Damian!" seru Iris. Ia segera menarik laki-laki itu menjauh dari Julia.
Memiliki kesempatan untuk pergi, Julia tidak menyia-nyiakannya. Ia segera berlari keluar kamar sambil menahan tali gaun tidurnya yang putus setelah ditarik paksa oleh suaminya. Julia masuk ke kamar lalu mengunci pintunya.
Ia melemparkan dirinya ke tengah tempat tidur. Meski itu adalah kamar tamu, tetapi ranjangnya berukuran besar. Tipe dan merek kasurnya pun sama dengan milik Damian.
Bahu gadis itu turun naik seiring isakan tangisnya. Ia sadar, melayani hasrat sang suami merupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Namun, keadaan suaminya yang sedang mabuk itu benar-benar sangat menakutkan.
***
"Aw …." Julia meringis kesakitan saat bangun pagi hari. Memberontak dari cengkeraman suaminya, membuat seluruh tubuhnya sakit. Tidak heran, karena tenaga laki-laki itu kuat dan tubuhnya juga kekar.
Ia pergi ke kamar mandi dan berdiri di depan cermin. Ia menyentuh bibirnya yang sedikit bengkak akibat digigit oleh Damian semalam. Bukan hanya bibir, suaminya juga mengecup dan menggigit lehernya di beberapa tempat.
Tanda kissmark di leher dan pundaknya itu berwarna ungu kehitaman. Mungkin, karena terlalu kuat saat menggigit, sehingga warna kissmark itu bukan merah. Julia menyentuhnya, terasa ngilu saat jarinya menyentuh tanda itu.
Setelah mandi dan mengganti baju, Julia melakukan aktivitas rutinnya. Memasak sarapan, menyapu, menyiram tanaman, dan pekerjaan rumah lainnya. Sudah waktunya sarapan, Julia memanggil Iris dan Damian.
Julia menata makanan di meja. Saat sedang menuang susu hangat ke dalam gelas, mereka berdua datang. Iris menarik kursi di seberang meja, berhadapan dengan tempat duduk Damian.
"Mau kemana?" Damian bertanya saat Julia pergi begitu saja setelah menyiapkan sarapan di meja.
"Kembali ke dapur, Tuan." Julia menjawab dengan wajah tertunduk.
"Tuangkan air putih untukku!" Iris memerintah Julia dengan nada seperti biasanya. Sinis, angkuh, dan menyebalkan tentunya.
"Baik, Nyo …."
"Panggil dia Nona!" Damian memotong ucapan Julia.
Kedua wanita itu membelalak. Dulu, Damian sendiri yang menyuruh Julia untuk memanggil Iris dengan panggilan 'Nyonya'. Pagi ini, tiba-tiba saja ia berubah pikiran.
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya laki-laki itu dengan pandangan tajam menusuk hati.
"Tidak," jawab Julia singkat. Ia menuangkan air putih ke dalam gelas Iris.
Damian melirik tanda kissmark di leher Julia dengan senyum smirk. Toleransinya terhadap alkohol sangat tinggi. Meskipun, ia dalam keadaan mabuk semalam, tetapi ia mengingat apa yang dilakukannya dengan jelas.
Ting! Tong!
"Buka pintu sana!" perintah Iris.
"Iya, Nona."
Julia pergi membuka pintu. Kini, ia tidak merasa jadi pembantu, meski mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri. Baginya, itu memang kewajibannya sebagai istri, mengurus rumah dan kebutuhan suaminya.
Ceklek!
Pintu terbuka. Di depan pintu, berdiri seorang laki-laki yang usianya diperkirakan sama dengan usia Julia saat ini. Tubuhnya tinggi, berisi, dan kulitnya memiliki warna yang sama dengan warna kulit Damian.
"Maaf, Anda mencari siapa, Tuan?" tanya Julia.
Laki-laki itu memandang tubuh Julia dari atas sampai ke bawah. Baju daster milik Imas itu membuat tamunya berpikir, bahwa gadis di hadapannya ini adalah pembantu. Ia melepas kacamata hitam yang sejak tadi membingkai mata beningnya.
"Saya, Aldo. Saya adik pemilik rumah ini. Kau pembantu baru di sini?" tanya Aldo Putra Sanjaya, adik kandung Damian.
"Oh, Tuan Muda. Silakan masuk, Tuan," ucap Julia sambil membuka pintu lebar-lebar. Ia tidak menjawab pertanyaan Aldo yang mengira dirinya adalah pembantu baru di rumah Damian.
Julia membawakan koper berwarna silver milik Aldo yang ditinggalkan begitu saja di depan pintu. Ia membawa laki-laki itu ke ruang makan karena Damian masih ada di sana. Setelah mengantarnya ke ruang makan, Julia pergi membawa koper Aldo ke kamarnya.
Gadis itu pernah bertanya pada Clara tentang kamar di ujung tangga. Kamar itu adalah milik Aldo, adiknya Damian. Karena itu, ia langsung membawa koper ke kamar itu.
*BERSAMBUNG*