"Kenapa baru datang?"
"Ada pekerjaan penting, Pah. Sore tadi baru selesai," jawab Damian.
Jam satu malam, ia baru datang dari Jakarta. Setelah mendapat telepon dari Kimo tadi pagi, Damian sempat ketakutan. Bagaimana jika Julia menceritakan perlakuan laki-laki itu kepada ayahnya?
Saat tiba di depan rumah, ia tidak segera turun. Berpikir untuk mencari alasan tentang kepulangan Julia. Namun, Oman tidak memarahi Damian. Membuat laki-laki itu merasa aneh.
"Sudah makan malam?"
"Sudah, Pah. Eng … Julia … dimana, Pah?" Damian bertanya dengan gugup.
"Dia sudah tidur di kamarmu. Lain kali, sesibuk apa pun, sempatkan untuk menemani istrimu. Dia pulang sendiri karena kamu terlalu sibuk, membuat Papa khawatir saja," ujar Oman.
"Maaf, Pah. Lain kali tidak akan seperti ini. Damian pamit ke kamar kalau begitu," pamit laki-laki itu.
Ia bisa bernapas lega. Julia, ternyata wanita itu tidak mengatakan apa-apa pada ayahnya. Damian khawatir dengan penyakit ayahnya.
Di depan kamarnya, ia ragu-ragu untuk membuka pintu. Ia harap, gadis itu sedang tidur pulas. Damian membuka pintu pelan-pelan agar tidak membangunkan Julia.
'Beruntung karena kau tidak mengatakan hal macam-macam pada ayahku. Jika kau berani memberitahunya, aku pastikan akan membuat hidupmu semakin menderita!'
Damian bergumam dalam hati sambil memandang tubuh ramping wanita yang terbaring di ranjangnya. Belum pernah ada wanita yang tidur di kamarnya, apalagi di ranjangnya. Gabriela pun belum pernah masuk ke kamarnya.
Pernikahannya dengan wanita itu tidak mendapat restu dari Oman. Karena itulah, Gabriel belum pernah pulang dan menginap di rumah orang tua Damian. Melihat Julia tidur di ranjangnya, ia sangat ingin menyeretnya pergi.
Damian berbaring di sofa panjang dekat jendela. Ia tidak mengantuk sama sekali. Pandangannya tertuju ke tubuh sang istri.
Ia yang telah melihat tubuh basah Julia beberapa kali, membuat hasratnya naik saat melihatnya. Apalagi saat Julia berbalik, membuat selimut yang menutupi tubuhnya tersingkap.
Pemandangan kulit paha yang putih dan kenyal itu membuat Damian menelan saliva. Wajahnya bersemu merah dan degup jantungnya perlahan naik. Ingin sekali ia naik ke ranjang dan memangsa wanita itu.
'Sial! Wanita murahan itu benar-benar membuatku terangsang.' Damian bangun dan pergi ke kamar mandi. Ia berendam di dalam bak mandi dengan air dingin untuk menurunkan hasratnya yang sedang bergejolak.
Tegangan di bagian bawah perut itu membuatnya merasakan sakit kepala. Hasrat yang terus ditahan itu begitu menyiksanya. Namun, ia tidak ingin menyentuh Julia.
Sampai saat ini, ia tetap menganggap Julia sebagai wanita murahan. Damian meragukan kesucian gadis itu. Mengingat ayah tiri gadis itu, Dodit, sudah berkali-kali mencoba menjual Julia.
Syurr!
Setelah tegangannya turun, Damian membilas tubuhnya di bawah kran shower. Tubuh atletisnya masih sama seperti beberapa tahun yang lalu. Meski, ia sudah lama tidak berolahraga.
Julia terbangun saat mendengar suara air mengalir di dalam kamar mandi. Ia duduk dan melirik jam dinding. Siapa yang masuk ke kamarnya jam tiga dini hari seperti ini?
Gadis itu bertanya-tanya. Di rumah itu hanya ada Kimo, Oman, dan dua penjaga gerbang. Sementara yang lainnya adalah pelayan wanita yang tidak tinggal di rumah itu.
Di antara empat laki-laki itu, mereka tidak mungkin berani masuk ke kamar. 'Jangan-jangan …. Hah! Pasti laki-laki itu pulang untuk membawaku kembali ke Jakarta.' Julia menutup mulutnya yang menganga.
Ia tidak ingin bertemu dengan laki-laki itu di kamar yang sama. Julia segera turun dari ranjang dan berencana keluar. Namun, Damian sudah berdiri di depan pintu kamar mandi dengan menggunakan jubah mandi.
"Mau kemana?" Laki-laki itu bertanya dengan nada penuh intimidasi.
"A-aku … akan pindah ke kamar sebelah," jawabnya dengan suara bergetar.
"Dan membuat ayahku tahu kalau hubungan kita tidak berjalan baik sesuai harapannya? Ch! Aku sudah bilang berkali-kali padamu. Aku tidak tertarik dengan wanita murahan sepertimu.
"Jadi, tidak perlu takut terjadi apa-apa padamu. Karena aku tidak akan sudi menyentuhmu!" tandas Damian.
Julia mengepalkan kedua tangannya. Kata-kata wanita murahan itu kerap kali keluar dari bibir Damian saat mereka beradu mulut. Namun, gadis itu sudah berjanji pada hati kecilnya.
'Sabar, Julia. Anggap saja, itu hanya gonggongan anjing.' Julia menenangkan pikirannya dengan menghibur diri sendiri dalam hati. Ia sudah berjanji untuk menjadi istri yang patuh demi membalas kebaikan Oman.
Gadis itu kembali berbaring di ranjang dan menutup tubuhnya dengan selimut. Ia berbaring membelakangi Damian. Berusaha kembali tidur meski merasa risih dengan kehadiran laki-laki itu.
'Dia, tidak salah makan 'kan? Tumben tidak menjawab apa-apa. Atau ini trik barunya untuk membuatku menerimanya sebagai istri? Jangan harap aku akan tersentuh!'
***
"Setelah sarapan, Damian dan Juli akan kembali ke Jakarta, Pah."
"Lho? Tidak menginap semalam lagi?" Oman bertanya sambil menaruh gelas jus yang isinya telah diminum habis olehnya.
"Damian banyak pekerjaan di kantor, Pah."
"Julia! Tidak mau menginap sehari lagi? Kalau mau pulang nanti, Papa bisa menyuruh Kimo mengantarkan ke Jakarta," bujuk Oman yang masih ingin melihat mereka berdua.
"Julia sangat ingin, Pa. Tapi, Juli harus melayani suami. Kasihan, Mas Damian, kalau Juli terlalu lama meninggalkan rumah," tolak gadis itu dengan halus.
'Benar-benar pandai berakting. Bersikap seolah-olah menjadi istri idaman yang tulus melayani suami.' Damian mengejek gadis itu dalam hati. Baginya, Julia hanya sedang berakting.
"Ya sudah. Hati-hati di jalan kalau begitu. Jangan lupa! Cepat berikan kabar bahagia untuk Papa," goda laki-laki paruh baya itu.
"Fuuhh! Uhukk …." Julia tersedak mendengar gurauan ayah mertuanya.
"Papa! Lihat, tuh! Istri Damian jadi tersedak 'kan," ucap laki-laki yang berpura-pura peduli pada istrinya. Aktingnya sungguh sempurna, membuat Oman percaya jika mereka baik-baik saja.
Mereka tidur di kamar terpisah. Keduanya selalu bertengkar saat bertemu muka. Bagaimana mungkin, akan ada kabar bahagia dalam waktu dekat? Rasanya hal itu sangat mustahil.
Setelah sarapan, Damian pun berpamitan kepada ayahnya. Ia dan Julia sudah duduk di dalam mobil. Julia melambaikan tangan lalu menutup jendela mobil.
Mesin mobil menyala. Damian segera menginjak gas pelan. Setelah mobil keluar dari pintu gerbang, ia menambah kecepatan laju mobilnya.
Selama perjalanan, mereka saling berdiam diri. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir keduanya. Julia memandang ke arah jendela.
Memperhatikan jalanan di sampingnya, membuat gadis itu merasa mengantuk. Ia pun tertidur di tengah perjalanan. Julia merasa tidur jauh lebih baik, daripada ia harus terjaga dengan situasi yang canggung.
Damian melirik gadis itu dari kaca spion atas. Melihat dada Julia turun naik dengan teratur, seolah mereka tidak pernah bertengkar sama sekali. Gadis itu tidur dengan begitu damai dan nyaman.
*BERSAMBUNG*