Plak!
Damian menepuk tangan Julia setelah mereka tiba di rumah. Gadis itu bangun dan turun dari mobil tanpa bicara. Tingkah acuh istrinya itu membuatnya merasa heran.
"Tumben! Dari kemarin, dia tidak menjawab ucapanku. Biasanya dia akan marah-marah," gumam Damian. "Ah, masa bodoh. Malah bagus 'kan, kalau dia tidak membantah."
Julia segera pergi ke dapur setelah menyimpan tas berisi beberapa baju dan uang di dalamnya. Suaminya mengemudi tanpa beristirahat. Mereka bahkan tidak berhenti untuk membeli makan siang.
Seperti perutnya yang mulai keroncongan, ia yakin perut sang suami juga pasti sama. Julia membuat makan siang yang sederhana agar mereka bisa segera makan siang. Walaupun, jam makan siang sudah lewat.
Tok! Tok! Tok!
"Makan siang sudah siap, Tuan," ucap Julia di depan pintu kamar suaminya. Ia kembali memanggil laki-laki itu 'Tuan'.
Damian tidak menjawab. Julia mengambil selembar roti tawar dan segelas air putih. Ia pergi ke kamarnya setelah memanggil suaminya untuk makan siang.
Gadis itu duduk di samping jendela. Kedua mata indahnya itu menatap tanaman bunga yang ada di bawah jendela. Selain memecat pembantu, Damian juga memecat tukang kebun yang sudah lama bekerja untuknya.
"Hah. Aku lupa menyiram tanaman. Mereka layu, kering, dan hampir mati. Sebaiknya aku siram dulu. Ini juga sudah sore, sudah waktunya untuk menyiram tanaman."
Julia mendesah pelan. Setelah roti di tangannya habis, ia pun mengganti bajunya dengan yang lebih longgar. Dengan baju ketat yang dipakainya saat ini, ia tidak akan bebas bergerak.
Tap! Tap! Tap!
"Mau kemana kamu?" Damian melirik tajam ke arah Julia yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Menyiram tanaman, Tuan," jawab Julia. Ia kembali melanjutkan langkahnya. Namun, ia kembali berhenti karena panggilan Damian.
"Sudah makan belum?"
Laki-laki itu bertanya dengan wajah dingin. Seandainya wanita itu tidak pulang kampung. Ia pasti masih bersikap seperti biasanya. Marah-marah saat Damian bicara dengan nada dingin.
"Sudah." Julia menjawab singkat, lalu keluar dari rumah.
Melihat wanita itu lagi-lagi tidak menjawab dengan kasar, ia semakin bingung. Bahkan, selera makannya tiba-tiba menghilang. Seperti ada perasaan tidak nyaman saat wanita itu bersikap patuh.
"Ish! Apa-apaan wanita itu? Membuatku tidak selera makan saja," gerutu laki-laki itu.
Damian mendorong piring di hadapannya ke tengah meja makan. Penasaran dengan yang dikerjakan Julia, ia diam-diam mengintip dari jendela ruang tamu. Melihat istrinya tersenyum, berbicara dengan tanaman dan bunga-bunga yang sudah layu.
"Maafkan aku, semuanya. Kalian jadi layu seperti ini. Bertahanlah! Hari ini, aku akan menyiram kalian semua sampai basah," ucap Julia sambil memutar kran air.
"Ch, seperti anak kecil saja. Di usia segitu, dia masih bicara sendiri," gumam Damian dari tempat persembunyiannya.
Entah kenapa? Ia tidak ingin beranjak pergi dari sana. Ia duduk di sofa dan terus memperhatikan gadis itu. Tanpa sadar, bibirnya menyunggingkan senyum.
Selesai menyiram tanaman, Julia memotong batang pohon cemara kecil yang ditanam di dalam pot. Ia membuat batang pohon itu terlihat lebih rapi. Lebih indah saat dipandang.
***
"Ah, lapar sekali."
Julia melirik jam dinding di kamarnya. Tepat sekali, sudah waktunya makan malam. Ia segera memasak makanan untuk makan malam.
Sambil masak, ia meminum jus alpukat. Selain mengandung banyak serat dan vitamin, alpukat juga bisa mengganjal laparnya sementara waktu. Julia selalu makan setelah suaminya makan.
Julia memasak udang asam manis, tumis pakcoy, tempe goreng kriuk. Saat ia hendak memanggil suaminya, Iris keluar dari kamarnya dengan gaun malam berenda di bagian pinggang. Warnanya orange soft, warna yang kebetulan sangat disukai oleh Julia.
"Mau kemana?" Iris bertanya dengan sinis.
"Mau memanggil Tuan untuk makan malam, Nyonya," jawab Julia.
"Tidak usah. Malam ini, kami akan makan bersama di luar," ucapnya dengan bibir terangkat. Seolah-olah, gadis itu sedang membanggakan dirinya yang akan pergi bersama Damian.
Julia tidak peduli. Ia tinggal di rumah itu hanya demi membalas budi. Tidak ada perasaan cinta untuk suaminya, apa lagi cemburu.
"Baik, Nyonya." Julia pergi ke dapur. Kalau mereka akan makan di luar, maka ia tidak perlu menunggu suaminya selesai makan. Kebetulan cacing di dalam ususnya sudah berdemo, Julia memilih untuk makan malam di dapur.
Julia begitu menikmati makanan yang dimasaknya. Ia sangat jago dalam hal masak-memasak. Karena itulah, meski membenci Julia, laki-laki itu tetap makan hasil masakan gadis itu.
Damian pergi dengan Iris yang menggelayut di lengannya. Saat melewati ruang makan, ia menoleh ke arah Julia yang sedang asyik mengupas udang asam manis. Baru pertama kali, ia melihat wanita itu makan.
'Benar-benar seperti anak kecil.'
"Ayo, Kak. Kita bisa terlambat," ucap Iris sambil menarik Damian pergi.
Laki-laki itu tertegun cukup lama di dekat tangga, hanya untuk melihat Julia. Iris tidak suka melihatnya. Damian terlihat mulai memperhatikan Julia dan itu bukanlah hal yang baik bagi Iris.
'Sialan! Kak Damian mulai melunak. Sejak tiba dari kampung, aku tidak melihat mereka bertengkar. Tidak bisa! Aku harus membuat mereka kembali seperti sebelumnya.'
Malam ini, Damian memiliki janji makan malam bersama koleganya. Sebagai asisten, Iris selalu menemani laki-laki itu setiap kali ada perjamuan makan malam bisnis. Untuk pertama kalinya, Damian berharap ada seseorang yang menemaninya pergi selain Iris.
***
Jam sebelas malam, Julia sudah terlelap. Mimpi indah mewarnai tidurnya malam ini. Namun, tidur lelapnya harus terganggu saat Iris dan Damian pulang.
"Julia!" Gadis itu berteriak memanggil Julia.
"Iya, Nyonya." Julia bergegas turun dari ranjang. Saking terburu-buru, kakinya menginjak ujung baju tidur bagian bawah.
Bruk!
"Aw …. Sakit. Mereka itu kenapa sih? Malam-malam, masih saja menyiksaku," gerutu Julia sambil mengusap lututnya yang terasa ngilu.
"Julia!"
Suara lantang gadis itu kembali memekakkan telinga Julia. Ia pun berlari secepat yang ia bisa. Saat tiba di ujung tangga, ia melihat Iris kewalahan menahan tubuh Damian.
Laki-laki itu minum terlalu banyak, menyebabkannya mabuk. Iris tidak sanggup jika harus memapah Damian menaiki tangga. Ia menyerahkan tugas itu kepada Julia.
"Bawa Kak Damian ke kamarnya!"
"Baik, Nyonya."
Dengan susah payah, gadis itu memapah Damian menaiki anak tangga satu persatu. Tiba di depan kamar, Julia tidak bisa membuka pintu. 'Kenapa tidak bisa dibuka?'
"Kuncinya dimana, Tuan?"
Damian diam saja. Laki-laki itu menceracau sambil bersendawa berkali-kali. Karena sulit mendapatkan jawaban dari laki-laki mabuk itu, Julia meraba kantong kemeja, jas, dan celana panjang yang dipakai suaminya.
"Ah, dapat!" Ternyata Damian menyimpan kuncinya di saku celana. Wajah Julia memerah saat tangannya menyentuh sesuatu di pangkal paha sang suami. Meskipun tidak melihat, Julia jelas tahu benda apa yang tersentuh tangannya.
*BERSAMBUNG*