Pagi-pagi sekali, Julia sudah membersihkan rumah. Semua pekerjaan Imas telah diambil alih olehnya. Setelah menyapu dan mengepel lantai, ia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
Julia membuat omelet telur dan sayuran. Ia sudah terbiasa memasak di rumah. Semua tugas selalu dikerjakan oleh Julia dan ibunya.
"Selamat pagi, Juli," sapa Clara.
"Selamat pagi, Nyonya."
"Fuh …. Kenapa tidak memanggil Mama lagi?" tanya Clara dengan wajah sedih.
"Maaf, Nyonya. Saya tidak ingin membantah perintah Tuan Damian." Julia pergi meninggalkan ruang makan setelah menata sarapan. Ia melanjutkan pekerjaannya dengan menyapu halaman. Selesai menyapu, ia menyiram tanaman.
"Kenapa kamu memperlakukan Julia seperti itu, Dam? Dia istrimu, bukan pembantu," kata Clara.
Mereka sarapan bertiga. Julia tidak pernah makan bersama mereka. Ia memilih pergi saat laki-laki itu turun dari kamarnya.
"Biarin aja sih, Tante. Dia itu 'kan menikah dengan Kak Damian karena dijual. Jadi, dia pantas dijadikan pembantu," sahut Iris.
"Mama … kapan kembali ke Bali?" tanya Damian dengan wajah tertunduk.
"Lusa. Mama tidak suka kalau kalian menindas orang seperti itu. Dia anggota keluargamu sekarang, Dam. Perlakukan dia dengan baik," pungkas Clara. Ia pergi meninggalkan Damian dan Iris yang masih menyantap sarapannya.
"Kak, Iris ikut berangkat bareng ya?"
"Hem."
Selesai sarapan, ia mengambil kunci mobil dan bersiap berangkat ke kantor. Sudah dua hari sejak datang ke Jakarta, ia tidak pergi ke kantor. Hari ini, ia mulai aktif bekerja kembali.
Damian memiliki sebuah pabrik konveksi yang membuat baju hangat untuk diekspor ke beberapa negara luar. Dulu, pabrik itu sempat mengalami defisit. Saat itu, Gabriel, meminta cerai karena tidak ingin hidup sengsara bersamanya.
Dengan bantuan dari ayahnya, Damian bisa bangkit kembali. Pabrik itu tidak jadi bangkrut dan mendapatkan beberapa investor baru. Klien perusahaan Damian juga semakin bertambah banyak.
Ia selalu mengontrol ke lapangan produksi untuk mengecek sendiri hasil pekerjaan para karyawannya. Ia memiliki lima ratus orang karyawan yang sebagian besar adalah laki-laki. Ia tidak melihat gender dalam bekerja, tetapi semua yang melamar pekerjaan ke pabriknya memang kebanyakan laki-laki.
Saat keluar dari rumah, ia melihat Julia sedang menyiram tanaman. Iris sudah berdiri di samping mobil Damian. Sementara laki-laki itu justru berdiri terpaku di depan pintu.
Pandangannya tertuju pada wanita itu. 'Sial! Padahal hanya memakai daster lusuh, tapi dia tetap terlihat cantik. Sebenarnya, dia memang cantik. Sayangnya, wanita murahan.' Ia tersenyum sinis. Dalam hati menggumam kesal, tetapi matanya terus tertuju pada lekukan tubuh wanita itu.
"Kak! Ayo berangkat!" seru Iris yang sudah kesal menunggu Damian.
Julia mendengar kata-kata manja Iris dengan senyum getir. Ia merasa jijik dengan kelakuan mereka. Ia menganggap Damian menyukai gadis itu karena selalu memanjakannya.
Damian bahkan mengatakan kepada Julia bahwa Iris adalah nyonya di rumah itu. Semua perintahnya adalah hal yang harus dilakukan oleh Julia. Walaupun, perintahnya hal tidak masuk akal.
"Hei! Buka gerbangnya!" perintah Damian.
Julia melempar selang air yang sedang dipegangnya. Dengan tatapan tajam mengarah kepada suaminya yang duduk di belakang kemudi. Ia membuka pintu gerbang lebar-lebar lalu kembali hendak menyiram tanaman.
Iris marah dengan sikap Julia. Ia turun dari mobil dan merebut selang di tangan wanita itu. Ia menyiram Julia dengan air dari selang itu.
"Akh!" Julia memekik kaget. Ia mengangkat tangan dan menghalangi wajahnya agar tidak tersiram air. Namun, tubuhnya tidak bisa terhindar.
Baju daster yang sudah tipis itu mencetak tubuh indah Julia saat basah. Damian menelan saliva saat memandang tubuh di balik daster yang berlekuk indah seperti biola. Sebagai laki-laki dewasa yang normal, apalagi sudah lama tidak menyentuh wanita, ia benar-benar tergoda untuk menyentuhnya.
"Iris! Ayo!"
Pluk!
Iris melempar selang itu ke arah Julia. "Lain kali, jangan pernah bersikap angkuh dan sombong di hadapanku! Ingat itu!" Ia masuk ke mobil setelah puas menyiram Julia hingga basah kuyup.
"Brengsek kalian!" maki Julia saat mobil mulai melaju. Ia yakin, mereka masih mendengar suaranya. Ia tidak peduli, sekalipun mereka turun lagi dari mobil dan membalasnya.
"Ya ampun, Julia! Siapa yang melakukan ini? Damian?" tanya Clara sambil mengusap rambut wanita itu.
"Bukan, Nyonya."
"Iris berarti. Anak itu … benar-benar …."
Julia kembali ke kamarnya untuk mengganti baju. Ia sangat kesal dengan kedua manusia itu. Sebagai seorang suami, Damian bahkan membiarkan istrinya ditindas di hadapannya.
Laki-laki yang tidak mempunyai hati seperti dia, Julia bersumpah untuk tidak akan pernah memberikan hatinya kepada laki-laki itu. Lagi pula, masih ada Andi di dalam hatinya. Laki-laki itu seratus kali lebih baik di mata Julia dibanding suaminya.
***
Di ruangannya, Damian terus membayangkan tubuh sang istri. Ia sudah berkata jika ia tidak tertarik dengan tubuh Julia. Namun, sepertinya ia harus menarik kembali kata-katanya.
'Gila! Sejak tadi, bayangan tubuh wanita itu tidak mau hilang dari benakku. Ini pasti karena aku terlalu lama sendiri. Meskipun begitu, bagaimana bisa aku tertarik dengan tubuh wanita murahan itu?'
"Tapi, tubuhnya memang bagus," gumam Damian tanpa sadar.
"Tubuh siapa?"
Damian tersentak dari lamunannya saat Iris tiba-tiba bertanya di depan meja kerjanya. Ia gelagapan karena tertangkap basah sedang melamun. Ia harap, ucapannya tidak didengar oleh Iris.
"Ada perlu apa?" Damian mengambil berkas sembarangan yang ada di meja.
"Nanti siang, ada klien yang ingin melihat proses produksi jaket yang kita jual. Dia dari perusahaan baju terkenal di Jepang."
Iris memberikan data calon pembeli. Jika berhasil menjalin kontrak dengan klien mereka kali ini, mereka akan mendapatkan keuntungan yang besar. Calon klien mereka itu secara khusus datang dari Jepang.
"Kamu, tolong beritahu kepala bagian produksi untuk mengawasi karyawan lebih ketat. Jangan sampai ada masalah saat tamu kita datang," perintah laki-laki itu.
Iris mengernyitkan dahi. Biasanya, Damian yang menemui kepala bagian sendiri. Baru kali ini, laki-laki itu menyuruh Iris yang melakukannya.
"Kakak, baik-baik saja 'kan?"
"Ya. Kenapa memangnya?" Damian tidak suka dengan oran yang melawan perintahnya. Iris seperti itu, ia menyimpulkan bahwa gadis itu keberatan dengan perintahnya.
"Tidak apa-apa. Iris pergi dulu kalau begitu."
Gadis itu segera keluar dari ruangan Damian. Ia takut membuat laki-laki itu marah. Rencananya menggaet laki-laki itu akan sulit terwujud, jika Damian sampai marah padanya.
'Sepertinya, Kak Damian mulai berubah. Jangan sampai, ia jatuh cinta pada wanita itu. Aku harus segera bertindak.'
Batin Iris dipenuhi pikiran untuk menghancurkan Julia. Sebelum mantan kakak sepupu iparnya itu jatuh cinta pada wanita itu, ia harus bisa membuat Damian semakin membenci Julia. Jangan sampai, ia gagal karena wanita itu.
*BERSAMBUNG*