Chereads / Touch My Heart, Hubby / Chapter 10 - Pesta pernikahan

Chapter 10 - Pesta pernikahan

Satu hari menjelang pernikahan, rumah Oman semakin ramai dengan banyaknya pekerja dari wedding organizer. Kamar Damian selesai didekorasi. Begitupun dengan rumah dan halaman.

Julia duduk merenung di tengah ranjang. Hari-hari bebasnya akan hilang mulai besok. Ia menekuk kedua lututnya, menopang dagu, dan kedua mata menatap lurus ke depan.

Gaun pengantin yang menggantung di samping meja rias itu begitu indah. Sayang sekali, orang yang akan memakainya tidak akan memiliki kehidupan yang indah. Menikah tanpa cinta dengan orang seperti Damian merupakan bencana bagi Julia.

"Kenapa kau harus menjadi gaun pengantinku? Kau tahu? Kau akan jadi gaun pengantin paling menyedihkan karena dipakai olehku," gumam Julia dengan pandangan tertuju di tempat yang sama sejak tadi. 

***

Keesokan pagi, tim penata rias sedang mendandani Julia yang sudah memakai gaun pengantin. Satu orang sibuk menghias kuku-kuku cantik sang pengantin. Yang lainnya menyiapkan sepatu dan kerudung untuk menutupi kepala dan wajah gadis itu.

"Jari Anda sangat lentik, Nona. Saya sangat iri," ucap wanita yang menghias kuku Julia.

"Benar. Selain jari yang lentik, Anda juga memiliki wajah yang cantik, dan nasib yang sangat baik. Bisa menikah dengan laki-laki tampan seperti Mas Damian, aku rela, meski jadi istri ketiga," seloroh penata rias yang selesai mendandani Julia. Ia berandai-andai, bagaimana jika ia berada di posisi Julia saat ini.

'Kalian berpikir seperti itu karena tidak tahu seperti apa iblis bernama Damian itu. Jika bisa, aku lebih rela bertukar tempat dengan kalian.' Julia menggumam dalam hati sambil tersenyum getir.

"Sudah selesai," ucap penata rias saat ia selesai memasang kerudung yang menutup kepala dan wajah gadis itu.

Dodit masuk ke kamar Julia. "Ayo, Julia!" Ia menjemput gadis itu karena acara akan segera dimulai. 

Julia menarik napas panjang. Ia bangun dan menggandeng lengan ayah tirinya yang terlihat tampan dalam balutan jas hitam. Andai saja, sifat laki-laki tampan di sampingnya itu tidak buruk, Julia akan sangat bangga menjadi putrinya.

Dodit mengantar Julia sampai ke altar pernikahan. Menyerahkan tangan gadis itu kepada Damian, laki-laki angkuh, sombong, dan dingin seperti gunung es. Mereka berdiri di depan pendeta yang memulai acara dengan liturgi.

Setelah semua nasihat diucapkan dan beberapa sesi adat dilakukan, mereka pun mulai mengucapkan ikrar pernikahan.

"Saya, Damian Putra Sanjaya berjanji, akan menerima engkau, Julia Smith sebagai istriku yang sah dan satu-satunya dari sekarang ini dan seterusnya, baik pada waktu senang atau susah, baik pada waktu kaya atau miskin, pada waktu sehat ataupun sakit. Saya berjanji, akan mencintai, mengasihi dan selalu hidup bersama-sama dengan rukun dan damai dan hanya maut yang dapat menceraikan kita sebagaimana yang difirmankan Tuhan. Saya mengucapkan janji ini, dengan hati yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan dan sidang jemaat-Nya." 

"Saya, Julia Smith berjanji, akan menerima engkau, Damian Putra Sanjaya sebagai suamiku yang sah dan satu-satunya dari sekarang ini dan seterusnya, baik pada waktu senang atau susah, baik pada waktu kaya atau miskin, pada waktu sehat ataupun sakit. Saya berjanji, akan mencintai, mengasihi dan selalu hidup bersama-sama dengan rukun dan damai dan hanya maut yang dapat menceraikan kita sebagaimana yang difirmankan Tuhan. Saya mengucapkan janji ini, dengan hati yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan dan sidang jemaat-Nya."

Pengucapan sumpah pernikahan telah dibacakan keduanya secara bergantian. Damian memasangkan cincin pernikahan, lalu bergantian dengan Julia yang memakaikan cincin itu di jari suaminya. Ya, mulai hari ini, dia resmi menjadi istri Damian Putra Sanjaya.

Saat pendeta memersilakan laki-laki itu untuk mencium pasangannya, ia turun begitu saja dari altar. Damian bahkan tidak membuka penutup wajah Julia. Di balik kerudung renda tipis berwarna putih itu, Julia menangis.

Bukan karena ia kecewa laki-laki itu tidak menerimanya sebagai istri, tetapi karena rasa malu. Ia ditinggalkan begitu saja setelah pertukaran cincin. Mereka seharusnya melakukan pelemparan bunga bersama, tetapi Julia melakukannya sendiri.

Tajamnya lidah melebihi pedang. Benar, lidah para tamu undangan yang membicarakan keburukan keluarga Julia, membuat wanita itu tidak berani mengangkat kerudungnya. Bahkan saat ibunya hendak membantu mengangkat kerudung yang menutupi wajahnya, ia menolak.

Ia tidak mau air matanya dilihat sang ibu. Nada, Rudi, dan Oman, melihat pengantin wanita itu dengan pandangan iba. Oman pergi bersama anak dan menantunya. Mereka pergi ke kamar Damian.

Tok! Tok! Tok!

"Damian, buka pintunya!" teriak Oman dengan emosi.

"Ada apa, Pah?" tanya Damian dengan wajah tanpa dosa. Ia membuka pintu dengan malas.

"Ada apa, kamu, bilang?" Oman memegangi dadanya.

Damian dan kedua orang yang berdiri di belakang Oman pun panik. Laki-laki itu lupa dengan penyakit ayahnya. Demi membuat sang ayah tenang, ia pun mencari alasan.

"Papa tenang dulu. Damian tadi sakit perut, makanya bergegas pergi. Jangan berpikir berlebihan." 

"Benar begitu?" tanya Oman.

"Benar, Pah. Makanya Damian bertanya ada apa, karena Damian sedang merapikan baju dan ingin segera turun."

"Ya sudah, cepat turun! Kasihan Julia," kata Nada memerintah.

"Iya." Damian menjawab singkat. Ia masih harus berpura-pura sampai acara selesai. Setelah itu, ia akan bebas.

Ia turun dan menghampiri Julia. Meminta maaf kepada para tamu undangan karena meninggalkan acara tanpa pamit. Ia membuka kerudung yang menutup wajah Julia, menghapus air mata di pipi wanita itu, dan meminta maaf.

"Jangan menangis! Aku minta maaf. Tadi, perutku tiba-tiba sakit. Mungkin karena terlalu gugup," ucap Damian dengan suara sedikit keras. Ia sengaja melakukannya agar semua orang mendengarnya.

'Benar-benar aktor hebat. Dia pikir, aku tidak tahu kalau semua yang diucapkannya hanya kebohongan? Aku tidak akan pernah tunduk padamu, iblis berwujud manusia.'

Oman tersenyum melihat putranya meminta maaf pada Julia. Ia tidak tahu jika laki-laki itu hanya bersandiwara di depannya. Perhatian dan kasih sayang palsu itu hanya dirasakan oleh Julia.

Acara berlangsung dengan meriah. Sejak pagi, tamu undangan berdatangan silih berganti. Julia sudah lelah. Namun, para tamu tidak juga berkurang. 

Keluarga Oman sangat terpandang. Tamu yang hadir bukan hanya dari Desa Parangkaris saja, tetapi dari beberapa desa tetangga. Menurut catatan di meja penerima tamu, sudah hampir dua ribu tamu undangan yang datang sejak pagi sampai sore.

Tengah malam, setelah acara berakhir. Damian merapikan bajunya ke dalam koper. Ia menggandeng Julia untuk berpamitan kepada ayahnya.

"Kamar pengantin sudah disiapkan. Kenapa harus kembali ke Jakarta malam ini juga? Kamu bisa pergi besok pagi 'kan? Setelah acara resepsi, kalian pasti lelah," ucap Oman mencegah mereka pergi. Namun, laki-laki itu bersikeras ingin mengajak Julia pergi malam itu juga.

Akhirnya, Oman mengalah. Ia mengizinkan Damian membawa Julia pergi ke Jakarta. Nada dan Rudi, saling melempar pandangan saat mobil Damian keluar dari gerbang rumah besar itu.

*BERSAMBUNG*