Rumah Sakit Medistra Jakarta, pukul 17:00 WIB
Hari menjelang maghrib, pria tampan yang berstatus sebagai seorang suami tengah duduk di kursi tunggu depan ruang rawat istrinya. Air mata terus menentes membasahi wajahnya. Rasa gelisah terhadap wanita yang sudah menjadi istrinya, selalu menghantui pikirannya.
Pikiran negatif pun mulai memenuhi isi kepala pria tampan itu. Wajah menjadi pucat, tubuh sudah dipenuhi banyak keringat, jantung sudah berdetak cukup cepat dan ia mulai kesulitan untuk bernapas. Kekhawatirannya pada Syifa sangat besar, yang tengah berjuang di dalam ruangan dengan bantuan alat medis yang terpasang di tubuhnya.
Jun berdiri dan menatap Syifa dari luar ruangan. Sudah cukup lama Dokter belum juga memberitahukan apa yang di derita oleh sang Istri yang tengah terbaring lemah tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.
Drtt... drtt... getar ponsel Jun membuat pria itu kaget dan langsung membuka pesan masuk yang dikirimkan oleh Laboratorium rumah sakit. Terlihat dokumen kesehatan Syifa yang sekarang tengah dalam keadaan yang cukup tidak baik, karena tubuhnya untuk saat ini benar-benar lemah. Dokter menghampiri Jun dan membuka pintu ruang rawat tersebut.
"Masuklah," ucap Dokter yang masuk dan memeriksa kondisi Syifa.
Jun masuk dan berjalan perlahan ke arah istrinya yang masih belum sadarkan diri. Dokter menyuntikkan obat yang aman dikonsumsi oleh Ibu hamil, agar janin yang ada dalam kandungan tetap bertenaga saat sang Ibu belum sadarkan diri.
"Apa karena daya tahan tubuh yang menurun, membuat istriku belum juga sadarkan diri?" tanya Jun yang tengah menatap Dokter. Ia begitu sedih saat melihat Syifa tengah terbaring lemah tak berdaya dihadapannya. Jun mencoba menyingkirkan hal-hal negatif yang ada dikepalanya.
"Istri anda baik-baik saja, hanya saja ia kelelahan dan sulit untuk mengatur napasnya. Masalah perut kram saat tengah hamil muda itu penyebabnya, karena selama kehamilan rahim akan terus berkembang sehingga menyebabkan ligamen dan otot yang menopang rahim menjadi menegang. Hal inilah yang dapat menimbulkan kram perut saat hamil muda..." jeda Dokter.
"Saya juga mau memberi solusi bagaimana cara mengatasi perut istrimu jika mengalami kram. Pertama suruh istrimu untuk berbaring atau duduk sementara waktu, atau bisa mandi air hangat atau kompres bagianĀ perut istrimu yang kram dengan air hangat. Buat Istrimu untuk rileks dan tenang, lalu perbanyak minum air mineral," jelas Dokter pada Jun.
"Kalau kram-nya tak kunjung hilang, segera datang ke rumah sakit. Karena takutnya terjadi sesuatu pada janin yang sedang dikandung oleh Istrimu," sambung Dokter yang menjelaskan secara detail pada suami pasiennya.
Jun mengerti yang dimaksud oleh Dokter yang memeriksa istrinya. "Terimakasih atas informasinya Dok, saya akan mengingat saran dari Dokter. Saya juga akan menjaganya lebih baik lagi," ucap Jun menggenggam tangan istrinya.
Dokter pun tersenyum dan berjalan keluar dari ruang rawat tersebut. Namun, terhenti saat ia lupa memberitahu 1 hal penting yang harus diketahui oleh suami pasiennya.
"Ah satu lagi Pak, jaga pola makan Istri anda. Jangan terlalu banyak makan yang berlemak, perbanyak makan buah-buahan dan sayur-sayuran demi kesehatan janin dan Nyonya Syifa," sambung Dokter menatap Jun yang tengah mengangguk ke arahnya. Ia melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan dan hanya Jun yang ada di dalam ruangan untuk menjaga Syifa yang masih belum juga sadarkan diri.
Jun duduk di kursi yang ada disamping ranjang tempat tidur istrinya dan menggenggam erat tangan wanita yang begitu ia cintai. Jun mengusap lembut surai lurus milik Syifa, sambil mengecup singkat kening milik gadis cantik itu.
"Cepatlah bangun, aku merindukanmu," ungkap Jun yang begitu merindukan sang Istri dan berharap agar wanita itu segera bangun. Jun merebahkan kepalanya di atas ranjang dan memejamkan kedua mata, sambil menggenggam tangan Syifa dengan erat.
Jam pun sudah menujukkan pukul 8 malam, tiba-tiba ada yang membuka pintu ruangan rawat Syifa. Jun langsung terbangun dan menatap ke arah pintu, terlihat 2 orang paruh baya berjalan menghampiri anaknya yang tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
"Syifa bangun nak, ini Ibu sayang," Nyonya Sonia yang meneteskan air matanya, saat melihat wajah pucat anak perempuannya.
Tuan Roy ikut meneteskan air matanya, karena baru kali ini ia melihat putrinya yang begitu kuat, tiba-tiba terbaring di ranjang rumah sakit.
"Bangun nak, jangan pernah tinggalkan kami. Cukup kakakmu nak, kamu jangan pernah menyusulnya," tangisan Tuan Roy akhirnya pecah dan kesedihan pun mengisi ruang rawat putri satu-satunya.
Jun hanya diam dan menundukkan kepalanya, karena merasa bersalah telah gagal melindungi istri yang selalu ada untuknya.
Tuan Widodo dan Nyonya Risa masuk ke dalam ruangan rawat menantunya. Mereka langsung memesan tiket penerbangan pulang ke Indonesia, karena mengkhawatirkan menantu keluarganya. Nyonya Risa memeluk Jun dan mencoba menyemangati anak tunggalnya. Tuan Widodo mencoba menenangkan besannya, agar tidak mengganggu Syifa yang masih memejamkan kedua matanya.
"Tenanglah, dia akan baik-baik saja. Kita dengarkan penjelasan Jun dulu," ucap Tuan Widodo menatap kedua orang tua menantunya.
Jun melepaskan pelukkan Nyonya Risa dan menjelaskan semua yang dijelaskan oleh Dokter kepadanya tadi. Keluarga pun merasa lega, setelah mendengarkan penjelasan Jun yang berstatus Suami Syifa.
"Syukurlah dia baik-baik saja, memang Ibu hamil pasti perutnya akan terasa kram. Tapi tidak semua Ibu hamil juga," jelas Nyonya Risa.
"Syifa begitu lemah, jika tubuhnya kelelahan. Makanya dia merasakan kram, mungkin beristirahat lebih lama akan membuat tubuhnya merasa lebih baik," sambung Nyonya Sonia yang berstatus sebagai Ibu gadis itu.
"Apa kamu sudah makan nak?" tanya Tuan Widodo yang menatap anak laki-lakinya.
"Jun tidak lapar Pa," jawabnya dengan singkat dan menatap Syifa yang masih saja belum bangun.
"Makanlah sedikit, Papa belikan makanan ya untukmu," sambung Tuan Widodo yang mengkhawatirkan anak laki-lakinya, karena ia takut jika nanti anaknya sakit menantunya akan semakin drop.
Kedua orang tua Jun pergi mencari makanan dan kedua orang tua Syifa memilih untuk keluar. Mereka paham bahwa Jun sedang ingin sendiri, dan merawat Syifa yang tengah hamil anaknya.
Sekarang hanya Jun dan Syifa yang ada diruang rawat. Pria itu menggengam tangan Syifa dan menangis sambil mencium punggung tangan istrinya.
"Aku menjadi lemah saat kamu tidak tersenyum padaku. Bangunlah, berikan aku semangat untuk tetap bertahan di dunia ini. Aku benar-benar membutuhkanmu Syifa, dan membutuhkan bayi kita," ungkap Jun yang akhirnya tangisannya pun pecah, seisi ruangan dipenuhi suara isak tangis pria itu.
Kedua orang tua mereka hanya menatap Jun yang tengah menangis, saat melihat istrinya tengah terbaring lemas tak berdaya diatas kasur. Orang tua Jun tersenyum saat melihat anaknya, begitu mencintai dan menyayangi gadis pilihan mereka.
"Aku memilih wanita yang tepat untuk menjadi menantuku," ungkap Tuan Widodo.
"Walau dulu dipaksa untuk menikah tanpa cinta. Tapi seiring berjalannya waktu, mereka pun saling mencintai dan tidak ingin terpisahkan satu sama lainnya," sambung Nyonya Risa.
"Kamu benar, Risa." ucap Nyonya Sonia memeluk Risa yang sekarang berstatus sebagai besannya. Mereka memilih untuk menunggu di depan ruangan sampai Jun selesai menangis. [.]