( PERAWAN CINTA)
Hampir sebulan lebih bibi Imah di rawat di rumah sakit tanpa ada kemajuan pada kondisi tubuhnya. Membuat aku semakin cemas. Dan mba miya telah melahirkan anak laki-laki dengan berat 2,8 kg dengan panjang 38 cm. Yang di beri nama Sultan Harley Malik.
" Selamat ya mba miya dan mas valir atas kelahiran anak keduanya. Semoga anaknya Soleh dan berbakti orangtua" ujarku sambil memberikan kado buat anaknya.
" Makasih ya Shay. Semoga kamu cepat menyusul ya" ujar mba Miya bahagia.
" Aamiin" jawabku.
" Gimana kondisi ibu kamu?! Sudah membaik?!" tanya mas Valir.
" Masih sama dan belum membaik. " ujarku bersedih.
" Aku doakan semoga cepat sembuh ya . Jangan sedih ada kami yang akan selalu kasih support untuk kamu".ujar mas Valir memberi semangat.
" Mas aku nitip jagain ibu ya. Saya mau ke rumah mau nyuci baju sebentar dan mandi" ujarku minta tolong.
" Oh ya udah sekalian bareng ke rumah. Aku juga mau ambil baju ganti buat miya" ujar mas Valir.
" Iya bareng aja sama mas Valir menghemat waktu" ujar mba Miya.
Akhirnya dengan terpaksa aku pulang ke rumah dengan mas Valir. Sesampainya di rumah mas Valir pun memakirkan mobilnya di depan rumah bibi Imah. Lalu masuk ke dalam rumah. Aku bergegas ke kamar untuk mandi. Lalu mas Valir mengikuti aku ke kamar. Dan mulai memaksaku membuka semua pakaian lanjut hubungan di ranjang. Karena lama sudah tak bertemu jadi melampiaskan rasa kangennya padaku.
" Wah mas modus ya mau nganterin aku pulang. Ternyata minta jatah" ujarku meledek.
" Abis kalo gak begini. Gak bisa berduaan sama kamu. Masa ngelakuin di rumah sakit?! Ya enggak mungkin dong?! Emang kamu gak pengen apa?! tanya mas Valir.
" Ya pengenlah. Tapi aku tahan di rumah sakit. Enggak enaklah kalo ketahuan sama mba miya kalo kita ada hubungan" ujarku.
" Pokoknya kalo aku kasih kode kamu harus ngerti ya sekarang".
" Lah kok begitu?! Lihat situasi dan kondisi jugalah mas".
" Ya pokoknya kalo aku ajakin harus mau. Kalo gak mau aku paksa kamu" ujar mas Valir mengancam.
" Aduh jadi takut nih". ujarku bercanda.
Setelah melakukan hubungan intim. Kamipun mandi bersama. Kemudian aku dengan di bantu oleh mas Valir membersihkan rumah bibi Imah. Dan selanjutnya ke rumah mas Valir dan tak lupa membawa pakaian dan membeli makanan serta minuman untuk di rumah sakit.
"Mampir beli kue dan buah- buahan yuk" ajak ma Valir ke toko kue dan buah langganan.
"Iya boleh,mas" ujarku yang turun dari mobil.
Aku dan mas Valir memilih buah apel,jeruk,anggur dan pir serta membeli kue bolu tiramisu,kue bolu pelangi dan juga kue bolu pandan untuk di bawa ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit aku langsung ke kamar inap bibi Imah sambil membawa banyak makanan. Aku lihat bibi Imah masih terbaring lemas di kasur ranjang pasien.
" Kamu abis dari mana non?! Bibi cariin kamu!! Bibi pikir kamu balik ke Jakarta" ujar bibi Imah menangis.
" Maaf bibi. Tadi aku pulang ke rumah pas bibi lagi tidur. Dan tadi aku bawa baju ganti salin sekalian bersihin rumah sebentar. Eh ternyata bibi udah bangun. Maaf ya bikin bibi cemas. Aku enggak akan ke Jakarta. Aku mau disini menemani bibi sampai sembuh dan sehat kembali" ujarku sambil memeluk erat tubuh bibi Imah.
"Maaf ya Non. Kalo Bibi seringkali ngerepotin non Lolita".
" Enggak perlu minta maaf bibi Imah. Bibi sudah saya anggap seperti orangtua saya sendiri".
" Makasih udah perhatian banget sama bibi. Maaf kalo belum bisa balas kebaikan non dan keluarga non di Jakarta".
" Bibi udah lama kerja di rumah aku. Jadi aku sama ibu dan ayah sudah anggap bibi sebagai keluarga. Jadi kalo keluarga butuh bantuan harus kita tolong".
" Makasih ya Non. Udah bikin bibi jadi merasakan punya anak karena perhatian non selama ini".
" Aku yang harusnya makasih bibi udah setia dan tak pernah berpaling kasih perhatian dari keluarga kami. Kini waktunya semua perbuatan bibi akan aku balas".
"Kalo bibi sampai tiada. Tolong kamu tempati rumah bibi dan tolong buka warung masak bibi lagi. Jangan sampai tutup ya warungnya. Semoga kamu dapatkan jodoh yang terbaik" ujar bibi Imah yang menghembuskan nafas terakhir nya yang kemudian seketika pingsan.
Aku pun juga histeris melihat bibi imah tiba-tiba pingsan. Aku tekan bantuan pada tombol dekat ranjang pasien. Kemudian perawat dan dokter datang menghampiri bibi Imah. Dan saat dokter mengecek denyut nadinya.
" Maaf mbak. Ibunya mbak sudah tiada. Sudah meninggal. Yang sabar, tabah dan ikhlas ya mba"ujar dokter padaku.
" Enggak mungkin!! Dokter salah kali. Coba periksa lagi" ujarku mengotot.
" Beneran mba . Apa yang dokter bilang memang benar adanya" ujar perawat yang mencoba menenangkan diri aku.
" Barusan saya masih ngobrol sama beliau mbak. Masih tersenyum beliau sama saya. Mungkin beliau pingsan" ujarku masih tak percaya.
Lalu datanglah mas Valir sambil menangis' melihat sikapku yang belum bisa menerima kepergian bibi Imah.
" Kamu harus ikhlas ya. Yang sabar dan tabah ya. Jangan nangis terus. Aku tahu kita semua berduka dan terluka. Tapi jangan aku bersikap begini" ujar mas Valir memeluk aku.
" Jangan tinggalkan aku, Bu. Ibu harus bangun. Ibu kan sudah janji mau sehat lagi. Ibu katanya mau ngajarin aku menu masakan baru" ujarku menangis.
" Kita doakan bibi Imah agar tenang dan damai. Sekarang dia sudah tak merasakan sakit lagi" ujar mas Valir.
Setelah tahu kematian bibi Imah. Mas Valir membereskan biaya rumah sakit bibi Imah. Sedangkan aku masih berlarut kesedihan sambil menangis'.
" Aku udah selesai kan semua urusan bibi Imah. Kamu jangan sedih dan nangis lagi dong. Nanti aku juga ikutan nangis" ujar mas Valir memeluk ku lagi.
"Makasih atas semua perhatian dan kebaikan mas Valir. Maaf aku belum bisa balas untuk sekarang. " ujarku masih menangis.
" Iya enggak apa-apa. Aku Ikhlas menolong bibi Imah. Karena bibi Imah juga sudah aku anggap seperti keluarga aku sendiri. Kamu jangan khawatir dan cemas ya".
" Makasih banyak mas. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih. Aku masih belum bisa percaya bibi Imah bisa pergi secepat ini" ujarku dengan nada melemah.
Lalu jenazah bibi Imah langsung di bawa ke rumah untuk di mandikan. Dan para tetangga berdatangan untuk menyelamatkan serta bersiap untuk mensholatkan jenazah bibi Imah. Seketika tubuh aku langsung lemah tak berdaya. Dan rasanya hatiku ingin meledak tak kuasa menahan tangisku. Dan aku pingsan melihat banyak tetangga, sahabat dan saudara bibi Imah sudah ada di rumahnya.