( PERAWAN CINTA)
Hari ini aku pergi mengiringi kepergian bibi Imah ke pemakaman nya. Sebelum meninggal bibi Imah berpesan padaku untuk memakamkannya dekat dengan makam suaminya. Ayah dan ibuku pun datang ke Malang menghadiri pemakaman bibi Imah.
" Yang sabar ya sabar. Bibi Imah sudah tenang disana. Ayah rasa kamu akan lebih kuat menerima kepergian bibi Imah" ujar ayah memelukku.
" Sabar sayang. Ibu akan selalu menemani kamu. Tetep sabar dan tabah serta ikhlaskan bibi Imah. Dia sudah tak merasakan sakit lagi" ujar ibuku memberikan support.
Dan malam harinya ayah dan ibuku mengadakan doa bersama untuk bibi Imah. Sebagai rasa simpati karena kehilangan. Berdoa bersama selama seminggu. Dan setelah seminggu menemaniku di rumah. Ayah dan ibuku kembali ke Jakarta. Dan aku masih menetap di Malang.
" Ayah sama ibu pamit pulang ke Jakarta ya" ujar ayahku berpamitan.
" Iya hati-hati di jalan".
" Kamu jangan sampai gak makan. Lihat tuh badan sudah kurus. Pipi kamu peyot. Ayolah kembali semangat lagi" ujar ibuku.
" Iya nanti aku makan,Bu".
" Kamu beneran gak mau ikut ke Jakarta sama ayah dan ibu?'' ajak ayahku.
" Enggak yah. Aku mau disini aja. Bibi Imah berpesan untuk aku tinggal disini".
" Ya udah kalo kamu menolak. Kamu jaga kesehatan ya. Jangan lupa makan" ujar ayahku sambil pergi dengan mobilnya.
Setelah ayah dan ibuku pergi. Rumah bibi Imah terasa sepi. Dan setiap malam mas Valir menemani ku sehabis dia pulang kerja.
" Sudah seminggu kamu gak mau makan" ujar mas Valir yang selalu menemaniku.
" Iya nanti saja. Aku belum nafsu makan" ujarku yang masih tiduran di kamar bibi imah.
" Kamu mau makan apa?! Biar aku belikan. Aku pengen lihat kamu makan lagi. Jangan menyiksa diri kamu sendiri".
" Aku merasa tak ada semangat dan gairah hidup lagi semenjak kepergian bibi Imah."
" Jujur aku sedih kalo liat kamu seperti ini".
" maaf mas. Aku sedang tak ingin makan".
" Makan ya sedikit aja. Dua suap nasi aja. Abis itu kamu mau istirahat silahkan".
Dan akhirnya aku mau makan karena di suapi oleh mas Valir. Mas Valir membeli ayam bakar kesukaan aku. Setelah selesai makan. Tiba-tiba hujan deras datang bersamaan dengan petir dan angin. Dan Miya menelpon mas Valir.
" Mas,kamu lagi dimana?! Lagi hujan lho". tanya miya khawatir.
" Aku lagi bantuin beli makanan di luar sebentar. Kamu mau nitip apa?!" ucap mas Valir.
" Aku pengen martabak telor mas sama martabak coklat keju buat Alice" .
" Iya ini aku lagi pesen" ujar mas Valir berbohong padahal sedang di rumah bibi Imah.
Hampir satu jam lebih Miya menunggu mas Valir namun tak kunjung datang. Niatnya mau menumpang berteduh di rumah bibi Imah. Namun saat masuk ke dalam rumah miya mendengar suara percakapan Lolita dengan seorang pria. Dan saat membuka pintu kamar. Miya syok melihat mas Valir sedang berhubungan intim dengan Lolita.
" Ini apa mas?!" teriak miya marah.
" Sebentar nanti aku jelaskan!!" ujar mas Valir ketakutan karena ketahuan bermain belakang.
" Kamu bilang sedang antri beli martabak. Tapi apa kenyataannya!! Kamu malah berhubungan intim sama Lolita!!" ujar miya emosi.
" Aku khilaf sayang!! maafkan aku!!"
" Khilaf?! Semudah itu kamu bilang khilaf ke aku?! Aku gak mikirin perasaan aku mas!! Ingat anak sudah dua mas!! Apa salah aku mas sampai kamu berselingkuh!! Apa kurangnya aku sebagai istri kamu!!" ujar miya menangis.
" Aku janji gak akan mengulangi lagi sayang!! " ujar mas Valir sambil memeluk miya.
" Dan kamu Lolita!! Tega banget kamu khianati aku!! Padahal aku udah percaya banget sama kamu!! Kamu cewek murahan ya!! Harusnya kamu sadar kalo mas Valir udah punya anak dan istri!! Kenapa kamu masih mau aja menggoda suami orang" ujar miya sambil menampar pipi ku.
" Udah sayang. Jangan ribut disini" ujar mas Valir sambil menarik tangan miya dan membawanya pulang ke rumah.
Dan aku menangis semalaman karena terlalu bodoh dengan godaan dan rayuan dari mas Valir. Dan juga karena telah menjadi orang ketiga dalam keretakan hubungan rumah tangga mas Valir dan mba Miya. Yang menyebabkan mba miya minta pisah. Mba miya mengancam mas Valir kalo tidak meninggalkan aku akan minta pisah. Dan esok harinya mas Valir menelpon aku.
" Hai,sayang!! Maafkan aku!! Ini semua salah aku!! Aku harapkan kamu mengerti dengan posisi aku!! Aku tak bisa pisah sama miya karena anak!! Maaf kalo ucapan aku menyakiti hati kamu!!" ujar mas Valir menangis.
" Iya mas. Aku maklumi posisi kamu. Bukan kamu yang salah. Tapi juga karena aku. Kalo aku tak tergoda dengan rayuanmu mungkin takkan pernah ada hubungan di antara kita" ujarku bersedih.
" Aku sungguh sayang dan cinta kamu juga miya. Tapi aku sulit jika harus memilih. Karena aku cinta kalian berdua".
" Mungkin sudah waktunya kita sama-sama introspeksi diri mas. Aku juga gak mau kalian sampai pisah karena aku. Dan lupakan aku agar mas Valir bisa hidup bahagia dengan mba Miya. Aku ikhlas dan merelakan semua yang pernah terjadi dengan kita berdua".
" Kamu jangan ngomong begitu. Makin berat aku buat ngelepasin kamu".
" Jangan mas!! Jangan sampai pisah dengan mba Miya. Tolong janji sama aku kalo kamu bakalan pertahankan rumah tangga kamu demi aku".
" Terus kamu nanti bagaimana?! Aku khawatir sama kamu. Secara kamu baru kehilangan bibi Imah. Sekarang kamu harus kehilangan aku?!".
" Jika itu jalan yang terbaik. Aku akan ikhlas" ujarku sambil menutup percakapan telepon kami.
Dan aku mulai membereskan pakaian ku. Dan bersiap berangkat ke Jakarta untuk bisa melupakan semua kenangan yang indah bersama mas Valir. Dan selama hampir sebulan di Jakarta aku merasa tak enak badan. Sering mual dan muntah. Dengan keberanian diri aku mencoba ke apotek untuk membeli testpack.
" Mba,ada testpack gak?! tanya ku malu-malu.
" Ada,mba. Mau berapa?!".
" Saya beli empat mba".
" Ini mba testpack nya. Harga nya 100 ribu".
" Ini mba" ujarku sambil memberikan uang seratus ribu.
Lalu aku kembali ke rumah. Dan langsung minta di buatkan teh hangat dan bubur ayam. Setelah makan aku kembali beristirahat agar perut tak mual lagi. Dan keesokan paginya aku ke toilet untuk mencoba testpack dari urine. Setelah beberapa menit menunggu. Akhirnya keluar hasilnya. Dan sangat mengejutkan. Hasil testpack menunjukkan dua garis merah.
" Aaaaarrgggghhh" teriakku dalam kamar mandi.
" Ada apa sayang?!" tanya ibuku ketakutan.
" Enggak apa-apa bu. Aku hanya lemas" ujarku berbohong.
" Kamu mau ke dokter?! Nanti ibu temani?!!".
" Enggak usah bu. Aku perlu istirahat saja" ujarku sambil tidur di ranjang.
" Ya udah kalo kamu butuh sesuatu bisa panggil ibu ya" ujar ibuku sambil pergi dari kamarku.
Dan aku hanya menangis semalaman di kamar karena tahu telah hamil oleh mas Valir. Tapi aku tak berani memberitahu takut rumah tangga nya dengan mba Miya bisa retak dan pisah karena kehamilan aku. Dan aku putuskan untuk membesarkan anak ku tanpa ada sosok ayahnya.