( PERAWAN CINTA)
Selama hampir Tiga bulan lamanya aku Tinggal di Jakarta merawat ibuku yang telah sakit kini udah sehat kembali. Hampir tiap hari aku menelepon bibi Imah untuk sekedar menanyakan kabarnya. Dan seringkali aku mengatakan rindu padanya. Namun aku belum bisa balik ke Malang. Begitu pun juga mas Valir yang sangat merindukanku untuk segera balik ke daerah Malang.
" Gimana kabarnya bibi Imah?" tanyaku via video call.
" Alhamdulillah baik Non Lolita. Gimana kabar nya nyonya besar udah sembuh?! kabarnya tuan Besar dan Nyonya muda?!" jawab bibi Imah.
" Alhamdulillah ibu udah Kembali sehat. Ayah dan Si Mak lampir juga sehat.
" Siapa itu Mak lampir,non Lolita?!"
" Si Pelakor alias istri mudanya ayah".
" Owh begitu. Bibi pikir siapa".
" Gimana warung rame kah?!"
" Udah seminggu bibi enggak jualan non. Bibi lagi kurang sehat".
" Owh Begitu. Ya udah bibi istirahat aja. Bibi udah makan sama minum obat?!"
" Alhamdulillah sudah semuanya non Lolita"
" Iya bibi, Jangan lupa makan dan minum obat ya. Jaga kesehatan selalu. Maaf belum bisa kesana dahulu. Kalo ibuku bisa di tinggal aku bakalan ke malang".
" Iya non".
Kamipun mengakhiri percakapan telepon nya. Saat aku hendak mandi dengan memakai handuk di dalam kamar ku. Mas Valir menelpon.
" Hai cantik!! Apa kabar?! " ujar mas Valir lewat video call.
" Alhamdulillah baik mas. Mas sendiri gimana?!"
" Alhamdulillah baik. Kamu mau ngapain?! Udah mandi atau baru mau mandi!!
" Owh aku baru mau mandi. Keburu mas nelpon."
" Aku kangen mandi bareng sama kamu"
" Ih mulai deh mas baperan. Aku juga kangen kamu."
" Makanya cepetan balik ya."
" Iya. insyaallah bulan besok aku balik. Aku niatnya mau ngasih kamu surprise tapi kamu bilang kangen Mulu. Aku jadi gak tega liatnya."
" Janji ya bulan besok kita temu kangen".
" Iya aku janji. Soalnya ibuku sudah membaik dan sembuh."
" Oke. Aku akan tunggu selalu kehadiran kamu. Aku tagih janji kamu ya".
Dan tiga hari setelah aku video dengan mas Valir. Saat waktu sudah larut malam mas Valir menelpon aku yang sudah tertidur pulas menjadi bangun karena kaget bunyi dering hape berbunyi.
" Hai,sayang cantik!! Lagi apa?!" tanya mas Valir.
" Eh,mas Valir!! Aku lagi tidur kebangun karena mas telpon aku. Ada apa ya mas?!" jawabku yang masih setengah sadar.
" Besok kamu bisa gak ke Malang?! Bibi Imah masuk rumah sakit karena terpeleset di kamar mandi. Sekarang kondisinya kritis. Kepala nya berdarah karena terbentur lantai".
" Astaghfirullahhulajim.. Kok baru ngasih kabar sekarang mas?!
" Iya maaf aku sedang mengurus istri lahiran. Jadi aku baru tau kabarnya. Karena bibi Imah di rawat di rumah sakit yang sama dengan Miya.
" Iya enggak apa-apa mas. Besok aku langsung ke Malang" .
" Iya maaf udah ganggu kamu tidur. Selamat malam. Selamat tidur " ujar mas Valir mengakhiri percakapan kami.
Dan Esok paginya. Aku pun juga packing baju untuk keperluan di Malang. Saat hendak mau berpamitan dengan ayah dan ibuku. Rafaela mengajak ribut kembali.
" Eh Tuan putri bawa tas lagi. Mau kabur kemana lagi?! Mau cari mangsa lagi ya?! Yang kemarin duitnya kurang banyak ya. Jadi sekarang cari yang berduit" ujar Rafaela menyindir diriku.
" Aduh,Mak lampir cari gara-gara mulu!! Kenapa gak punya lawan buat ribut ya!! Kayanya hidup elu kalo gak bikin masalah dan gak bikin keributan bukan Mak Lampir ya namanya" ujarku ketawa jahat.
" Eh putri yang terbuang!! Jablay murahan !! Jangan sok orang kaya dan jangan nyari gara-gara deh sama gue!! Karena kita gak selevel!!".
" Yang bilang selevel sama elu siapa?!! Ngaca woy!! Ngaca!! Biar tau buruk elu!! Jangan sok cantik deh elu!! Udah punya anak juga sadar diri!! Awas aja gue bakalan bongkar keburukan elu di depan bokap gue!!"
" Hahahha.. Berani ngadu elu!! Bocah ingusan kaya elu mah maen Barbie sama maen congklak aja!! Jangan maen disini!! Bikin sial aja!!
" Anjiir nyari perkara banget sih elu ya!!" ujarku yang menjambak rambut Rafaela.
" Ih nyari gara-gara nih bocah cabe-cabean!! " teriak Rafaela membalas jambakkanku.
Saat kami berkelahi. Ayah dan ibuku sibuk melerai kami.
" Sudah!! Sudah!! Kalian seperti anak kecil saja!!" teriak ayahku.
" Dia yang duluan mas" ujar Rafaela menangis.
" Tolong suruh jaga sikap tuh Mak lampir yah. Kalo dia gak bisa jaga mulut aku sumpel mulutnya pake cabe" ujarku sambil bergegas menuju gerbang rumah.
Saat hendak menuggu ojek online. Thamus tiba-tiba lewat depan rumahku. Dan memberhentikan mobilnya. Kemudian membuka kaca mobilnya di depanku.
" Kamu mau kemana?!" tanya Thamus.
" Aku mau ke stasiun kereta Gambir" ujarku.
" Mau ngapain kesana?!"
" Aku mau ke malang karena Bibi aku di rawat di rumah sakit lagi kritis."
" Bibi kamu sakit apa?!"
" Aku juga kurang tahu persis. Aku cuman di kasih tahu kalo bibi aku terpeleset di kamar mandi hingga kepalanya berdarah kemarin pagi. Dan sekarang masih dalam keadaan tak sadarkan diri".
" Astaghfirullah. Semoga gak parah ya sakitnya. Udah di Rontgen? Terus kapan balik lagi ke Jakarta?!"
" Aku gak tau. Semalam aku di telpon soal kondisinya. Makanya aku juga mendadak berangkat nya".
"Semoga lekas sembuh ya".
" Iya Makasih" .
Dan akhirnya aku di antarkan Thamus ke stasiun Gambir. Dan Thamus pergi ke rumah sakit untuk bekerja. Sedangkan aku menunggu kereta yang akan aku naiki. Semalam aku langsung beli tiket online jadi pas di loket tiket tidak perlu antri panjang lagi. Dan setengah jam aku menunggu akhirnya datang juga Kereta jurusan Jakarta-Malang. Esok siangnya aku telah sampai di rumah sakit tempat bibi Imah di rawat. Aku pun mencari ruang kamar tempat bibi Imah menginap.
" Akhirnya kamu sampai juga" ujar mas Valir yang sedang menemani bibi imah.
" Iya mas aku baru sampai. Gimana kondisi terkini bibi Imah?! Parah kah sakit pada kepalanya?!".
" Aku pun juga kurang paham. Masih menunggu hasil Rontgen dari dokter".
" Owh begitu. Semoga hasil Rontgen nya tidak parah" ujarku berdoa.
Dan tak lama kemudian dokter memasuki ruangan kamar bibi Imah sambil membawa secarik kertas.
" Disini siapa keluarga dari pasien?! " tanya dokter.
" Saya pak. Ada apa ya?!" ujarku cemas.
" Saya mau memberitahukan bahwa hasil Rontgen kepala pasien sangat buruk. Kepala pasien yang terbentur di lantai sampai mengeluarkan banyak darah membuat pembuluh darah di otaknya pecah. Dan ini bisa membuat fatal pada tubuh pasien. Dan kemungkinan bisa sembuh kembali hanya sepuluh persen" ujar dokter menjelaskan.
" Terus gimana pak dokter?! Apa yang harus saya lakukan agar ibu saya kembali sembuh?!" ujarku menangis.
" Hanya doa dan mukjizat dari Allah yang bisa menyembuhkan nya mbak. Saya hanya perantara saja"