Waktu batang hari, di tempatnya berdiri, kedai dimsum itu mengingatkan Nara Diyana pada seseorang. Seseorang yang belum ia tahu wujudnya, tetapi terus ia cari di tengah keramaian dunia. Seseorang yang sudah lama tak ia dengar kabarnya. Yang selalu menjadi tujuan segala rindu dan cintanya.
Nara Diyana adalah orang asing di negeri ini. Di Tiongkok, ia sedang belajar di Harbin Institute of Technology. Bermodalkan nekat dan keyakinan, ia datang jauh-jauh dari Indonesia dengan harapan bahwa di sini ia bisa sukses dan menemukan sosok "Dia", cinta pertamanya.
"Kalau melihat kedai dimsum, aku jadi ingat dia," gumamnya.
Tap!
Tangan kanannya disambar oleh seorang lelaki dan mau tak mau dia harus berlari mengikuti cepatnya langkah lelaki itu. Gadis yang biasa disapa Nara itu, berusaha mencoba melepaskan genggaman tangan tersebut dengan cara menguisnya. Sayangnya, tidak mudah. Hingga mereka berhenti di depan sebuah kedai haw berlapis gula.
Masih dengan napas memburu, Nara mulai marah. "Lepas! Kau ini siapa, hah?!" tanyanya dengan nada tinggi.
"Sorry, jangan salah paham. Lihat tulisan itu," ucap Zhang Yu sambil menunjuk tulisan yang tadi dibacanya.
Nara menatap tulisan yang tertera di atas kedai. "Merayakan satu tahun kedai, berlapis gratis gula bisa didapatkan gratis oleh sepasang kekasih." Begitulah sekiranya isi tulisan tersebut.
Kening gadis berambut panjang itu bergelombang, seperti ombak di lautan. "Lalu, kenapa kau membawaku ke sini? Dasar, kurang ajar!" teriaknya.
Tangan pria itu langsung membekap mulut Nara agar orang-orang tak menatap aneh ke arah mereka. "Hei, pelankan suaramu! Mari kita jadi sepasang kekasih pura-pura. Hanya sampai aku mendapatkan makanan gratis itu," ucapnya setengah berbisik.
Sontak Nara melotot. Sungguh dia kesal dengan lelaki di depannya. "Hanya karena makanan gratis? Oh Tuhan, aku ingin menampar wajahnya," geramnya dalam hati.
"Aku tidak mau!"
Pria itu tidak kembali mendebatnya. Dia malah ditarik ke depan kedai yang dibuka di samping. Tidak butuh lama, sekarang adalah giliran mereka.
Nara mencoba melepaskan tangannya dan segera pergi. Namun, lelaki itu dengan kuat mencekalnya. Dengan kesal, Nara menatap si pria kurang ajar tersebut. Dimulai dari dahi dengan cukuran rambut dibelah dua di bagian tengah. Laksana taji dibentuk, alis pria itu sangat indah, tebal, dan rapi. Bulu mata tebal, hidung cukup mancung, bibirnya merah merona, dan rahang tegas yang indah membingkai wajah tampan itu.
"Huh! Bagaimana bisa dia mempunyai wajah setampan itu? Bahkan, kalau saja dia seorang wanita, aku berani bertaruh bahwa dia pasti akan menjadi wanita tercantik nomor satu!" batin Nara.
"Apa kalian sepasang kekasih?" tanya si penjual sambil menyiapkan haw berlapis gula untuk mereka.
"Iya."
"Bukan."
Mereka menjawab dengan jawaban berbeda. Lelaki itu melotot dan memberi isyarat lewat mata agar Nara bisa diajak bekerja sama. Lalu, ekor matanya melirik si empunya kedai yang menaruh curiga padanya.
Lelaki kurang ajar seperti yang dikata oleh Nara adalah Lee Zhang Yu. Dia tertawa hambar, "Ha ha ha...."
"Kami sudah menjalin hubungan sekitar lima bulan. Kekasihku ini sedang merajuk karena aku tidak datang ke pesta ulang tahunnya kemarin," dalih Zhang Yu sambil menyengir lebar.
"Bukan. Dia bu---"
Ucapan Nara terhenti ketika Zhang Yu mencium keningnya secara tiba-tiba. Sungguh tak sopan sekali. Sontak ia menginjak kaki pria itu hingga si empunya mengaduh kesakitan.
"Aww...." Zhang Yu meringis kecil.
"Lancang sekali dia," batin Nara bertambah kesal.
"Ha ha ha, kalian ini sangat lucu sekali. Ini haw berlapis gula gratis untuk kalian," ucap si penjual.
Zhang Yu mengambilnya dengan senang hati. "Xie xie," ucapnya sambil sedikit membungkukkan badannya.
"Yiyàng," balas si penjual sambil tersenyum ramah.
Usai pergi dari kedai tersebut, di sinilah mereka, di sebuah taman yang cukup ramai. Zhang Yu memakan makanan tersebut dengan lahap, sedangkan sosok gadis di sampingnya terus melayangkan tatapan tajam. Satu kali lagi suapan lagi how berlapis gula akan habis.
"Berani-beraninya kau berbuat lancang!"
Sang pewaris tunggal Dota Group ini menjawab, "Aku terpaksa melakukannya."
"Shénme?!"
"Aku lapar dan terpaksa," jawab Zhang Yu sambil menghela napas panjang.
"Uhuk uhukk.... Aku butuh minum. Oh ini sangat menyiksa," keluh pria itu.
Si gadis langsung mencari sesuatu di dalam tasnya saat melihat wajah memerah Zhang Yu. Beruntung sekali ada air mineral yang tinggal setengah. Dia menyodorkannya pada Zhang Yu dengan malas.
"Terima kasih," ucap pemuda tampan ini saat sudah meneguk air putih tersebut hingga tak bersisa.
"Omong-omong, siapa namamu?Terima kasih sudah menolong," imbuhnya.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku!"
Zhang Yu melotot. Bukan karena jawaban gadis di sampingnya, melainkan matanya tak sengaja melihat samseng Darmawan sedang berkeliaran di sekitaran taman. Dia perlu kabur lagi sekarang. Belum sempat ia berlari, Matthew sudah meneriakinya.
"Woi, sebelah sana. Jangan kabur kau bocah kencur!" teriak Matthew.
Sementara Nara kebingungan. Tadi itu mendadak panik saat melihat beberapa orang bertubuh kekar berlari ke arah mereka. "Eh, ada apa ini? Kenapa mereka menatap kita seperti itu?" tanyanya.
Zhang Yu tak mau menjelaskannya sekarang. Dia perlu kabur secepatnya. Disambarnya tangan gadis itu dan mereka berlari bersama. Sementara samseng Darmawan juga berlari tak kalah kencangnya.
"Lari dan aku mohon padamu untuk bertahan!" seru Zhang Yu.
Di tengah larinya, Nara malah menangis. Selain karena kakinya lelah serasa akan patah, rasa takut pun terus menghantui. Seketika ia teringat dengan jadwal kuliahnya yang akan dilaksanakan pukul tiga sore. Oh, sungguh celaka sekali hari ini, terjebak di antara orang-orang berbahaya.
"Apa kau sudah lelah?" tanya Zhang Yu.
"Aku lelah sekali," lirih Nara.
Zhang Yu berbelok ke arah kanan tempat gedung-gedung kosong dibiarkan begitu saja. Saat merasa jauh dari kejaran musuh, pria itu berjongkok di hadapan Nara. Sambil sesekali menengok ke belakang, ia terus membujuk Nara agar mau ia gendong.
"Ayo, cepat! Kita tidak punya banyak waktu. Kau tak ingin kita tertangkap oleh mereka, 'kan?" kata Zhang Yu.
Mau tak mau Nara memposisikan dirinya. Tangannya ia simpan di atas pundak kekar Zhang Yu. Lantas terdengar suara grasah-grusuh langkah kaki. Tak perlu diberi tahu, Zhang Yu sudah tahu siapa itu.
"Woi, jangan lari!" teriak Jack, salah satu anak buah Darmawan Ramos.
Alhasil terjadilah aksi kejar-kejaran di gedung kosong tersebut. Pergerakan Zhang Yu terbatas karena harus menahan beban di punggungnya. Di sisi lain juga Nara masih sama takutnya seperti tadi. Mungkin rasa takutnya malah bertambah sekali ketika letusan senjata api terdengar.
Dor! Dor! Dor!
"Celaka! Selalu saja melesat!" maki Matthew.
Kini Zhang Yu berlari ke arah pasar atom. Langkahnya sara bara hingga berkali-kali menabrak orang. Tak jarang juga ia menabrak seorang penjual hingga barang-barang si penjual berantakan di jalanan. Untuk terakhir, ada tumpukan drum tempat minyak, ia memandangnya dengan sengaja.
"Aaaa!"
Semua orang berteriak ketika drum-drum tersebut menggelinding ke sana kemari. Sebisa mungkin mereka berlari untuk menghindar. Semuanya kacau tak terkendali. Apa lagi ketika beberapa drum menghantam los hingga seluruh minyak tumpah ke mana-mana.
Di saat kehebohan itu terjadi, saat itulah peluang bagi Zhang Yu untuk kabur. Dia berbelok ke arah gang sempit dan berhenti di sebuah kios kosong yang terbengkalai. Langsung saja ia melangkahkan kakinya ke dalam dan menurunkan Nara.
"Huft!"
Deru napas Zhang Yu terdengar memburu. Tak mudah baginya berlari sambil menggendong seseorang. Seketika ia menoleh kepada gadis di sampingnya yang diam saja sejak tadi.
"Hiks hiks...." Isak tangis Nara terdengar.
"Are you okay?" tanya pria tampan ini khawatir.
***
Catatan kaki:
1). Xie xie = Terima kasih;
2). Yiyàng = Sama-sama;
3). Shénme = apa;
4). Samseng = Jagoan.
Halo, sahabat PenaDifa. Terima kasih sudah membaca kisah ini. Jangan lupa untuk subs dan review, ya. Follow me on IG @PenaDifa_sastra. Xie xie.