"Terima kasih atas kerja kerasmu selama ini," ucap Abdur yang merupakan seorang direktur di perusahaan C.K. Group.
Darmawan sedikit membungkukkan tubuhnya. "Saya hanya melakukan semampu saya dan melakukan yang terbaik untuk perusahaan," sahutnya.
"Baiklah, kalau begitu sampai jumpa minggu depan," ucap Abdur sambil menepuk-nepuk bahu Darmawan.
"Iya, Pak. Hati-hati, Pak," kata Darmawan.
Abdur mengangguk lantas segera masuk ke dalam mobil mewahnya. Pria tua itu akan melakukan perjalanan bisnis ke Italia selama satu pekan. Selama satu pekan itulah ia mempercayakan perusahaan kepada Darmawan. Walaupun jabatan Darmawan tidaklah tinggi di perusahaan ini, tapi Abdur menaruh kepercayaan besar pada Darmawan.
Sepeninggalnya Abdur, Darmawan kembali masuk ke ruangan kerjanya sambil tersenyum licik. Ponsel mewah berharganya itu ia rogoh dari saku celana. Ia menelepon nomor tidak dikenal yang berada dipanggilan terakhir.
"Dia sedang dalam perjalanan ke bandara. Kau, cepat lakukan tugasmu sampai tuntas!" katanya dengan suara setengah berbisik.
[Baik, Tuan,] jawab seseorang di seberang telepon.
Tut tut tut. Panggilan diputus sepihak oleh si mafia gila ini. Entah permainan gila apa apalagi yang akan dilakukan pak tua ini. Namun, sepertinya adalah suatu rencana yang besar.
***
Di ambang pintu, Nara diam mematung. Kakinya seolah terpaku di tempat, tapi matanya berkeliling menatap tiap jengkal ruangan ini. Dia tak pernah melihat kamar semewah dan sebesar kamar milik Lee Zhang Yu.
"Wah, bagus sekali," gumamnya.
Dari tempatnya berdiri, dapat ia lihat sebuah kasur yang terletak di pinggir nakas. Di atas nakas tersebut ada lampu duduk. Tak hanya itu, ada dua lemar besar, dua sofa empuk, televisi yang layarnya besar, dan dinding sebelah kanan terdapat rak khusus untuk menyimpan buku-buku.
Nara terkagum-kagum melihat betapa indah dan mewahnya kamar ini. Dia pasti akan betah berlama-lama di dalam kamar tanpa takut kebosanan. Saat ia sedang bermadah, tiba-tiba ia jatuh tersungkur di atas karpet bulu yang ada di ruangan ini.
"Sakit tahu!" protes gadis ini.
Ya, dia bukan jatuh, tetapi sengaja didorong oleh Zhang Yu. Nara berdiri sambil memegang pinggangnya. Dia tatap si empunya rumah dengan tatapan tak bersahabat seperti biasa.
"Dasar enggak sopan!" sindirnya.
"Dasar udik!" balas Zhang Yu.
"Apa? Udik? Apa maksud ucapan kau itu, hah?!" marah Nara.
"Salah sendiri plonga-plongo di depan pintu. Terpesona dengan keindahan kamar kesayanganku ini? Dasar aneh. Sudah aneh, udik pula!" ujar Zhang Yu.
"Jaga bicara mu, ya! Mana koporku?" kata Nara.
Zhang Yu membanting kopor Nara. Brak! Suara bantingan tersebut menggema.
"Itu kopormu. Ingat, jangan sampai ada satu pun barangku lecet atau rusak! Kalau sampai ketahuan ada barang yang lecet atau rusak, kau harus ganti rugi!" sergah pria tampan ini sambil berkacak pinggang.
"Aku tak mau ganti rugi. Siapa suruh kau membawaku ke sini?!"
Zhang Yu hanya bisa menghela napas pendek. Tak mau mendebet, karena urusannya pasti akan memanjang sementara ia sudah lelah hari ini. Lalu, ia berjalan ke arah kasur dan membawa selimut. Bukan hanya selimut saja rupanya, bantal dan guling pun turut ia bawa.
"Selimut ada di lemari paling dekat rak buku. Ada di bagian paling atas. Jangan pakai selimut bermotif panda. Itu selimut kesukaanku," tandasnya.
Lantas pria tampan itu keluar kamar disertai dengan bantingan pintu. Bruk.... Nara berjengkit kaget mendengar bantingan pintu tersebut. Ah, gadis ini sangat menyayangkan sifat pria itu yang tak selaras dengan wajah tampannya.
"Apa katanya? Selimut bermotif panda adalah selimut kesayangannya? Ha ha ha.... Badan saja tinggi kayak tiang listrik, selimut masih motif anak bocah," ejeknya.
Sementara itu Zhang Yu yang masih berdiri di depan pintu kamarnya berdecih kesal. Dia dengar semua yang diucapkan gadis yang ia temui berbeda hari lalu itu. Oh, ia tak pernah menyangka bahwa gadis manus itu bisa berkata sinis.
"Ejekan yang sangat bagus, Nona," cakapnya dengan suara keras.
Nara yang sedang berbicara seorang diri di dalam kamar pun mendadak terdiam. Zhang Yu mendengkus kesal dan langsung pergi ke kamar yang ditempati Bara. Kamar tersebut berada di ujung, setelah kamar Geri dan Gerald.
Setiba di sana, tampak Bara yang sedang menyandarkan tubuh di atas tumpukan bantal. Zhang Yu mengeluh, "Sejujurnya ini sangat menjijikan dan memalukan sekali tidur dengan seorang pria. Oh, astaga, semoga hari esok si mafia itu mati! Ini rumahku, tapi aku seperti orang asing yang tak punya tempat di sini."
Pluk! Satu bantal melayang di wajah tampannya. Bara pelaku pelemparan bantal tersebut.
"Kau pikir hanya kau saja yang merasa jijik? Aku pun jijik tidur dengan kau. Lebih baik kalau aku tidur bersama Nara," balas Bara tak kalah sengit.
"Hei, jangan berani-berani berbuat hal terlarang di rumahku yang suci ini!" seru Zhang Yu tak suka.
Mata Bara menyipit, seolah sedang merisik. "Ada yang aneh dengan kau," katanya.
"Apa?"
Bara terkekeh dan menggeleng. "Bukan apa-apa," jawabnya.
Tok tok tok.... Ketukan pintu membuat percakapan mereka berhenti. Tanpa disuruh, yang mengetuk pintu masuk ke dalam tanpa admisi. Rupanya Geri, si cowok yang lupa adab. Tak hanya Geri, kembarannya pun turut membuntuti.
"Kalian belum tidur, 'kan?" tanya Geri.
"Kelihatannya?! Orang buta saja tahu!" sindir Zhang Yu.
"Omomo, Zhang Yu! Makin hari ucapan kau makin pedas saja, ya. Macam ikan bakar di warung Bu Ijah. Ha ha ha," kata Gerald sambil tertawa kencang.
"Mungkin dia lagi datang bulan. Makanya sensitif," timpal Bara.
"Kagak lucu, Bar!" sergah si pemilik rumah.
Mereka semua duduk bersila di atas kasur setelah pintu dikunci. Mereka duduk berhadap-hadapan seperti orang yang hendak berdiskusi. Lalu, Gerald melemparkan pertanyaan.
"Zhang Yu, kau enggak salah biarkan kamar kau ditempati orang lain?" tanya Gerald dan semua pasang mata menatap Zhang Yu.
Bukannya menjawab dengan alasan yang ingin sekali Gerald ketahui, pria tampan ini malah balik bertanya, "Ya, memangnya kenapa?"
"Bukan kenapa-kenapa. Hanya saja ini aneh. Aku hampir tiap hari berkata kalau aku ingin tidur di kamar kau itu, tapi kau selalu menolaknya. Hah, tidak adil!" ujar Bara.
Pria berdarah Indonesia-Tionghoa ini memijat pelipisnya. Dia bingung. Sebab, ia pun tak tahu alasan yang mendasari tentang betapa mudahnya ia merelakan kamarnya untuk ditempati oleh orang asing. Bahkan, ia sama sekali tak tahu siapa Nara sebenarnya.
"Ah, gadis itu membuatku gila!" makinya dalam hati.
"Kenapa malah melamun?" tanya Geri yang juga penasaran.
"Sejujurnya juga aku tak rela dia tidur di kamarku. Hanya saja aku merasa bersalah karena sudah menyeret dia ke dalam masalah besar ini," jawab Lee Zhang Yu dengan pelan.
"Lalu, sampai kapan kita akan begini? Kita harus lepas jadi buronan si mafia gila itu," kata Gerald.
Tik. Zhang Yu menjentikkan jarinya. Kemudian, ia berkata, "Kau benar. Kita perlu bergerak cepat. Kita punya tugas besar besok, Guys! Let's go!"
"Cowww! Ha ha ha...!" teriak empat pria itu diakhiri tawa.
***
Halo, Sahabat PenaDifa. Jangan lupa untuk selalu dukung kisah ini dengan cara subs dan review, ya. Terima kasih.