Gerbang yang sudah disiapkan oleh Jasmina tadi sudah berdiri tegak dan indah di gerbang sekolah. Tulisannya sudah dibuka: Selamat Datang Anak-Anak Hebat. Sekolah sudah dihias sangat indah oleh tim dekorasi yang terdiri tentu saja oleh para calon anggota. Kotak-kotak makanan sudah tersusun rapi di sebuah meja panjang, sementara goodie bag yang sudah dibungkus rapi sudah tersusun cantik dengan pita berwarna warni di sebelahnya. Penampilan jadi (agak sempurna dengan sebuah kue berukuran 30x30 yang dihias (seharusnya) dengan aneka bunga warna warni. Sekarang lebih mirip kue dengan dekorasi balon-balon yang pecah hahahahaha. Para lelaki itu pasti sudah berusaha maksimal.
"Sebentar lagi mereka datang! Mana Sharon! Suruh dia stanby!", perintah kak Baja dengan panik. "Baj, we got a problem. Di ruang Osis, now!", kak Tyas menjentikkan jari dan menyuruh kak Baja memasuki ruang OSIS.
Sementara di ruang OSIS, Sharon mulai terisak lembut "Kak, aku tuh uda latihan nih mati-matian untuk jadi MC hari ini. Tapi ga tau ihhhh kenapa tenggorokan aku tiba-tiba serak beginihhh. Aduh padahal aku tadi cuma makan salad doank gak pake sambel. Aku tuh... aku tuh... ga bisa kayaknya jadi MC nih. Gimana donk??". Sharon sebenarnya cukup grogi walau ia sudah latihan cukup intens 2 jam ini. Cuma dia agak ciut ketika melihat kostum yang harus ia kenakan: Sebuah hidung berbentuk bola ada badut, topi kerucut warna warni dan jubah strip yang tentu saja, warna warni. Apa jadinya, seorang fashionista seperti Sharon harus berdandan seperti itu?
"Panggil JASMINA. SEKARANG!", perintah kak Naga Bonar segera yang langsung disusul dengan lari Kak Baja yang tunggang langgang mencari Jasmina. Sharon tersentak. Ingin rasanya menggagalkan rengekannya tadi dan ok untuk menjadi badut sehari sekarang. Ia tidak rela posisi strategisnya hari ini akan digantikan oleh celengan babi itu. Siapa saja boleh, asal jangan Jasmina. Ia tidak boleh mencuri lampu sorotnya hari ini. Tapi begitu ia ingin mengoreksi perintah kak Naga Bonar...
"Jasmina Ready! She is here now! Sharon, naskahnya Please!", pinta kak Baja sambil merebut naskah dari tangan Sharon. There goes my ticket, pikir Sharon. "That's ok Sher, kamu bergabung aja bersama tim lain untuk menyambut tamu-tamu kita", perintah kak Naga Bonar dengan wajah menenangkan. Kak Tyas muak dan segera meninggalkan ruangan.Tapi ia tersenyum dalam hati. Yesss 1 point for Jasmine. Ia selalu bisa diharapkan.
Sebuah bus pariwisata kecil, tampak agak reot dan tanpa AC memasuki parkiran sekolah. Semenit kemudian beberapa anak-anak turun berusia 6-10 tahun saling bergandengan tangan dengan wajah kebingungan tapi tidak sabar. "Ada sekitar 40 anak, mereka anak-anak yatim piatu dari panti asuhan 4 blok dari sini", jelas Devon sambil berbisik. Sejenak Jasmina langsung terhenyuk dan memegang dadanya seakan-akan ada organ disitu yang meremuk. Ia ingat mama. Ia piatu, Ada masa-masa dimana ia sedih ketika mama meninggalkannya saat ia berusia 11 tahun. Dan disinilah dia, masih bertahan dan bersyukur. Anak-anak ini, kita tidak tahu bagaimana nasibnya. Mereka jelas tidak memiliki ayah penyayang yang seorang dokter dan memiliki kakak kuat dan hebat seperti kak Gading. Tapi tatapan mereka penuh harapan dan rasa ingin tahu.
"Hari ini, kita akan menyelenggarakan, seakan-akan ulang tahun mereka. Hari ini mereka akan berpesta, makan enak dan bermain bersama kita. Semoga menjadi hari yang menyenangkan dan tidak terlupakan untuk mereka ya", harap Devon lagi. "Entah kapan lagi mereka bisa menikmati hari seperti ini lagi ya", dengan lirih Devon berkata dengan mata yang nanar menatap langkah-langkah kecil mereka. Jasmina cepat-cepat menghapus air mata yang sudah mulai mengalir di pipinya. Sejak kapan Devon sang devil bisa sesentimentil ini pikirnya.
Diantara para pembuli di sekolah, anggota tim basket adalah yang terparah. Bagi mereka, selain anggota tim Cheers sekolah, para perempuan lain di sekolah tidak layak dipandang. Mereka akan selalu berkumpul bergerombol entah itu di kantin sekolah, di parkiran sekolah atau tentu saja di lapangan basket. Para siswa sampai para guru tidak luput dari suit-suit mereka, termasuk juga Jasmina.
Ia ingat suatu hari ia mengikrarkan hari yang paling memalukan sedunia. Ia sedang berusaha untuk membawa hasil lukisan-lukisan teman-teman ke ruang seni untuk dinilai oleh guru. Tumpulan Kanvas-kanvas itu membuatnya oleng kesana-kemari, namun tak kunjung satu orangpun yang berniat membantu. Jasmina yakin bila itu Sharon atau teman-teman cheers-nya, pasti cowok-cowok berebut ingin membantu. Ketika ia melewati segerombolan tim basket yang sedang berlatih, suit-suit mulai berkumandang menggodanya. Jasmina tidak bergeming.
Tapi entah sengaja atau tidak, tiba-tiba sebuah bola basket melesat memukul pinggulnya, yang sontak membuat ia oleh dan jatuh, langsung membuat salah satu kakinya masuk ke dalam selokan pendek di sekeliling lapangan basket. Efek domino berikutnya adalah belasan kanvas yang ia bawa turut terpelanting dan bertebaran ke segala arah: sebagaian telungkup sempurna di lapangan basket dan menjadi kotor, dan sebagian ikut masuk ke dalam selokan pendek yang berisi lumpur yang menjadikannya lebih kotor dan teman-temannya. Sial!
Puncak kejadian memalukan itu adalah tim basket yang tertawa gemuruh, menarik perhatian lebih banyak penonton yang juga ikut tertawa gemuruh. Tidak ada, tidak ada satu orangpun yang berinisiatif untuk membantu. baik untuk mengeluarkan salah satu kakinya yang keseleo dari selokan pendek itu, atau mencoba mengumpulkan canvas-canvas berserakan. Oh tunggu, itu bukan puncaknya. Ia kemudian dimarahi oleh para pemilik kanvas-kanvas yang belum dinilai itu, dimarahi oleh guru kesenian, dan harus ke tukang urut untuk mengoreksi keseleonya. Sakit bangetttt!
Dan siapa ketua para badut-badut itu? Yes Devon. Sang iblis. Walau pada hari itu dia tidak terlihat ikut tertawa atau bahkan tak terlihat, tapi tentu saja dia yang terparah kan? Toh dia ketuanya. Dengan tampang indo, cowok campuran Ausie dan Jawa itu begituuuu tampan nyaris sempurna. Tinggi besar seperti pintu, kulit yang tidak kunjung menghita walau terus menerus latihan basket dan bibirnya yang berwarna pink sontak membuat ia menjadi saingan sempurna untuk Bagas sebagai idola sekolah. Bagi Jasmina, ia cuma salah satu badut. Padahal, hari ini, ia adalah badut sesungguhnya, dengan jubah warna warni campuran stripe dan polkadot dan hidung bolanya. Pantas saja untuk bernafas saja agak sulit, pikirnya.
Acara ulang tahun bersama itu benar-benar mengharukan. Jasmina mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik sebagai MC, begitu juga dengan tim games yang sudah membuat permainan-permainan seru untuk anak-anak itu. Mereka begitu menikmati aneka makanan yang disediakan tim konsumsi dan sumringah menerima goodie bag yang sudah disiapkan. Bahkan kue ulang tahun yang seperti toko cat meledak itu mereka puji dan makan dengan semangat. Keriangan mereka ditutup dengan mencomoti balon-balon di gerbang dan mengangkutnya ke dalam bus. Balon-balon itu saja bisa menjadi souvenir yang berharga bagi mereka.
Terlihat beberapa calon anggota OSIS tidak mampu menahan tangis haru mereka. Ya wajar saja, perlakukan seperti ini mungkin biasa mereka nikmati setiap tahun, bahkan bisa lebih meriah. Tapi anak-anak ini merasa hari itu adalah hari terindah mereka. Dengan tekun mereka menyalami semua orang yang berada di sekolah sambil mengucapkan terima kasih. Sukses ya, sukses para senior membuat acara Penyiksaan ini menjadi fisik dan batin. Kurang bersyukur apa lagi kami?
"Akhirnya acara sudah selesai. Jadi sweet, mau jadi pacarku gak?", goda kak Miko lagi.