Makan malam kali ini dipersembahkan oleh warteg depan sekolah yang dibungkus dikepal-kepal seperti nasi korea. Ya, nasi korea di kepal pake rumput laut. Ini bahkan bukan daun pisang, hanya pembungkus berwarna coklat. Pintar sekali para senior ini memanfaatkan kearifan lokal dengan mensejahterakan para pengusaha lokal, walau kontras dengan makan malam para guru dengan nasi kotak padangnya. Jasmina tidak terlalu terusik. Bayangannya yang harus menggunakan toilet sekolah apalagi malam membuatnya ingin puasa makan dan minum saja. Tapi ada pula peraturan, bagi yang tidak menghabiskan makanan, kelompoknya akan ditugaskan untuk membersihkan toilet sekolah malam ini. Oh tidak terima kasih.
"Oh guys, literally this is not my diet at all", Sharon membuka pembicaraan di tengah-tengah para calon anggota. Kami sedang duduk bersila sambil mencoba menelan nasi bungkus itu di ruang sanggar seni. Sebagian calon anggota tersebar di berbagai ruangan di sekolah itu untuk makan. "Like, look at this, nasi, pake teri, pake sambel, pake rebusan daun pepaya dan sepotong tempat, like, seriously kita harus abisin? Lagian nasinya terlalu banyak tapi kering, dear GOOOOOODDDD", rengeknya lagi. Sebagian besar langsung membuat gesture "rolling eyes" dan kembali mencoba makan malam dengan khidmat, sambil membayangkan siksaan apa yang akan mereka terima malam sampai pagi ini.
"Dev, bantuin abisin donkkk", pintanya manja". Devon menggeleng sambil cekikikan. Ia sudah menghabiskan nasinya dari tadi, begitu juga Jasmina dan Bagas. Nasi Sharon baru habis setengah dan sepertinya perutnya tidak sanggup lagi menampuh bahkan sebutir nasipun. Sedetik kemudian, Bagas menyambar bungkusan itu dan mulai memakan habis makanan itu. Aksi itu menimbulkan perasaan beragam dari meTreka bertiga. "Aku ga suka membersihkan toilet. Kalian mau?", serunya dingin sambil membuang bungkus nasi yang sudah kosong itu. Wow fine, cowok itu benar-benar ingin menjadi yang terbaik then.
"Bikin formasi sesuai kelompok ya. ada 50 kelompok ya. Tiap kelompok akan melakukan 3 wawancara, dimana jadwal sudah di tempel di papan pengumuman itu", jelas kak Baja sambil menunjuk satu-satunya papan pengumuman yang terseorot lampu. Saat ini ke-200 anggota sudah menggunakan baju serba merah putih dan berbaris rapi dan takut di lapangan basket sekolah. satu-satunya ruangan yang masih hidup lampunya adalah ruang guru dimana beberapa pembina osis itu sedang menonton televisi. Sisanya, gelap gulita. Bahkan untuk melihat wajah kak Baja dan para senior lain, mereka kesulitan. Mereka entah kenapa, harus memakai baju nuansa hitam. Hitam. apalah ini halloween?
Tiga sesi wawancara yang mereka maksudkan tadi tidak lebih seperti rumah hantu terselubung. Tahun lalu, Jasmina hampir mengompol ketika memasuki ruang pertama. Kak Friska saat itu menggunakan jubah putih dan memposisikan rambutnya mirririipp sekali seperti kuntilanak lengkap dengan bibir berwarna merah cabe. Tidak ada kalimat-kalimat menakutkan. Kata-kata selamat datang dari bibirnya saja sudah bisa membuat Jasmina dan beberapa temannya teriak ketakutan. Ruang kedua tidak lebih dari audisi bakat. Jasmina ingat dimana ia disuruh bernyanyi dengan mengangkat 1 kaki, menjawab teka teki yang sulit dan disuruh berakting menangis. Lolongan tangisnya membuat rekan-rekan yang sedang menunggu untuk masuk ke ruang wawancara drop.
Ya,wawancara-wawancara itu dibuat seakan-akan uji mental mereka untuk masuk ke wawancara ke-3, wawancara yang sesungguhnya. Disitu mereka benar-benar diwawancara oleh senior tentang kesungguhan mereka dalam menjadi anggota OSIS dan misi dan visi mereka. Tak jarang beberapa calon anggota sudah tidak terlalu bersemangat karena tersedot oleh 2 wawancara sebelumnya. Jasmina saat itu cukup bersemangat, walaupun lututnya masih bergetar karena wawancara pertama bersama Kak Friska. Tapi entarh kenapa ia tidak terpilih.
"Kita akan menjalani berdua saja kali ini beb", tutur lembut pria tampan di samping Jasmina. Siapa dia? Gelap sekali disini!