Suasana pesta semakin ramai dan penuh sesak ketika Ethan turun. Ia mengenakan setelan kemeja putih lengan pendek tanpa dasi lalu ditambah sweater rajut lengan panjang warna merah tua bermotif etnik membiarkan kerah kemeja yang tidak dikancing terlihat di bagian luar. Beberapa orang berpakaian lebih rapi dari dirinya seolah pesta formal.
Ethan berbaur dengan teman-temannya. Seminggu sekolah, Ethan tidak benar-benar paham teman kelasnya, namun jumlah orang yang datang di pestanya terlalu banyak jika hanya teman kelasnya, bahkan hampir dua kali lipat. Ia sudah tidak peduli, selama rumahnya masih cukup maka itu tidak masalah. Lagipula, orang-orang hanya berpesta, mengobrol atau berciuman. Tak ada yang benar-benar peduli bahwa itu adalah pestanya.
Sebagai putra tunggal dari seorang angkatan laut, Ethan dididik dengan tertib dan disiplin oleh orang tuanya. Namun, sejak ibunya meninggal dan ayahnya bertugas, hidupnya menjadi sangat bebas. Apalagi di rumah barunya sekarang, ia tidak memiliki beban apapun. Bahkan, setiap bulan selalu mendapat kiriman uang. Ia hanya ingin bersenang-senang tanpa pemberontakan.
Grace, gadis berkulit hitam dengan rambut keriting diikat satu mendekati Ethan. Ia memberikan segelas wine pada Ethan, pria itu menerima dan langsung meneguknya hingga tandas. Seolah tak mau kalah, Olivia datang mendekat di sisi Ethan yang lain. Entah apa yang mereka bicarakan selama berjam-jam membuat ketiganya menjadi akrab dan sepaham. Semua orang cocok satu sama lain, bergantian saling mengobrol atau bertukar pendapat.
"Kau bilang akan membawa Christian ke pesta kita?" tanya Pamela, gadis bermata hijau teman Grace.
Ethan tersenyum seraya meneguk gelas wine yang kelima. Ia sedikit mabuk dan rasanya ingin tidur dengan salah satu gadis seksi di kelilingnya.
"Dia sejak tadi siang sudah di atas," jawab Ethan tanpa sadar tangannya sudah melingkar di pinggang Grace dan Olivia yang masih setia berada di sisi kanan dan kirinya.
"Kenapa dia tidak turun?" tanya Pamela lagi dengan rasa penasaran.
"Kenapa?" tanya Ethan balik. Pamela mengerutkan kening tidak paham. "Kalau dia turun, lalu kau pikir dia akan mau denganmu begitu?" tanya Ethan mencibir.
"Ha?!" ujar Pamela terkejut. Begitu pula dengan Olivia dan Grace yang sama-sama terkejut.
Ethan tertawa kecil. "Meskipun kau memohon, dia tidak akan mau tidur denganmu!" lanjut Ethan membuat Pamela merasa tersinggung.
"Apa kau bilang?!" teriak Pamela seraya mengeraskan rahang.
"Kau boleh tidur denganku sebagai gantinya," lanjut Ethan lagi membuat Pamela semakin kesal.
"Brengsek!" ujar gadis itu lalu pergi menuju sisi yang lain kemudian kembali bersenang-senang seolah ucapan Ethan tidak terlalu bermasalah.
Ethan tersenyum tanpa rasa bersalah. Sementara, Olivia dan Grace yang berada di sebelahnya tak terlalu memikirkan hal itu, bagaimana pun itu hanya kata-kata.
"Kalian juga ingin tidur denganku?" tanya Ethan tiba-tiba membuat Olivia dan Grace yang sejak tadi berlomba mendapatkan hati Ethan saling tukar pandang.
"Kau mabuk?" tanya Grace akhirnya dengan skeptis.
Olivia masih diam. Bukannya menjawab, Ethan malah meremas bokong Grace dan Olivia secara bersamaan membuat kedua gadis itu terkejut. Namun, keduanya sama-sama menikmati hingga Ethan tak segan dengan remasan berikutnya sambil tertawa bersama.
"Sepertinya kau sudah mabuk," ujar Grace dijawab dengan senyuman Ethan. Sekilas Ethan berubah, ia seolah menjadi seperti anak-anak.
Olivia tersenyum. Ia meraih tangan Ethan untuk menghentikannya karena semakin lama Ethan menyentuh daerah sensitifnya. Sementara, Grace bersusah payah merangkul tubuh Ethan yang hampir ambruk. Ethan masih lanjut meminum wine entah gelas ke berapa.
"Kenapa?" tanya Ethan menatap Olivia dengan tajam. Olivia mengerutkan kening tak paham.
"Kenapa kau menyingkirkan tanganku? Bukankah kau sejak tadi menggodaku?" ujar Ethan tiba-tiba membuat Olivia melepaskan tangannya dan menggeser tubuhnya menjauh.
Grace berdiri dalam diam masih menahan tubuh Ethan yang akan ambruk kapan saja. Sementara itu, Olivia sudah menatap Ethan dengan kesal.
"Bukankah kau ingin tidur denganku? Sepertinya semua wanita berpikir begitu, Christian atau aku. Ia kan?" tanya Ethan acak. Seolah semua hal yang ia pikirkan pasti terjadi.
Olivia tak menjawab, ia tiba-tiba langsung pergi di kerumunan yang lain. Seolah penghinaan itu tepat sasaran dan lebih parah dari yang Pamela dapatkan.
Ethan menatap Grace. "Kau memang gadis yang baik," ujarnya seraya mendaratkan ciuman dan dibalas oleh Grace dengan profesional.
***
Ucapan dan sikap menyebalkan Ethan terus-terusan menghantui pikiran Seena. Apalagi tatapan membunuh beberapa saat yang lalu. Benar-benar berbeda dengan sikap Christian yang ramah dan hangat.
"Brengsek!" teriak Seena lantang.
"Ada apa, Seena?" tanya ibu Seena yang setengah berteriak pula dari lantai satu. Seena langsung bungkam.
Berkirim pesan dengan Christian akan membuatnya semakin memikirkan Ethan, akhirnya ia berhenti. Lalu, pesan masuk dari teman-temannya membuat Seena memikirkan suatu ide konyol.
Bianca: kau yakin tidak ingin datang? Janice baru saja sampai.
Pesan dari Bianca juga sebuah foto dirinya dengan Janice membuat Seena tak percaya. Dua sahabatnya yang tidak diundang itu bisa-bisanya datang ke pesta orang yang tidak dikenal.
Waktu menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh menit. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mengambil celana jin dan mengenakannya. Ia berlari menuruni anak tangga dan berpapasan dengan kedua orangtua di ruang televisi. Basa-basi beberapa saat, kemudian ia berhambur keluar setelah mengenakan sepatu.
"Di mana kau?" tanya Janice setengah berteriak karena suara musik dan orang-orang mengganggunya. Namun, beberapa saat mereda karena ia mulai menjauhi kerumunan.
"Aku di depan, aku harus lewat mana?" tanya Seena skeptis.
Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. Hampir saja Seena mengumpat karena ia pikir ketahuan. Lalu, dibimbing Janice, Seena melangkah menuju ruangan dari pintu samping seperti ketika Janice muncul.
Rumah Ethan serupa dengan arsitektur rumahnya. Sebuah ruangan di lantai satu yang begitu besar dengan kamar mandi, dapur dan sebuah kamar utama. Sementara, dua kamar lainnya berada di lantai dua. Seena mengikuti Janice dari belakang, tak ada yang menyadari ada penyusup di rumah yang seramai ini. Sekitar lima puluh siswa memenuhi semua ruangan, bahkan di luar rumah sekali pun.
"Christian tidak terlihat?" tanya Seena pada Bianca yang baru saja ia temui. Gadis itu sedang bersama Sam.
"Entahlah, sepertinya dia tidak jadi datang. Mungkin Ethan mengatakannya agar semua orang datang," sahut Bianca enteng.
Seena terdiam sesaat, kemudian ia menyadari bahwa tidak ada yang tahu keberadaan Christian, kecuali dirinya. Mungkin, Christian memang tidak ingin ikut berpesta.
"Kau yakin akan mengambil barangmu?" tanya Janice tiba-tiba. Tanpa pikir panjang Seena mengangguk.
"Itu sepertinya satu-satunya tangga menuju ke atas. Aku tidak melihat tangga yang lain," ujar Bianca seraya menunjuk ke satu arah, Seena memperhatikan dengan saksama.
"Apa kau yakin dia menyimpannya di kamar?" tanya Janice bimbang.
"Lalu, di mana lagi? Paling tidak aku harus mencobanya. Kalau barangku masih di tangannya, dia akan terus-terusan bertindak seenaknya!" sahut Seena kesal.
"Kau harus berkencan dengannya sesekali seperti wanita-wanita itu berebut Ethan," timpal Sam tiba-tiba. Seena langsung melirik ke arah yang ditunjuk Sam.
Tepat di sebelah tangga. Seena perlu memutar otaknya, bagaimana ia akan ke sana jika Ethan berada di sana. Sialan.
"Aku tidak akan lama," ujar Seena seraya berhambur meninggalkan kedua sahabatnya, juga Sam.
Keramaian membuat dirinya tidak terlalu diperhatikan. Ia sudah berada di dekat tangga, menunggu waktu yang tepat agar pandangan Ethan teralihkan. Ya! Waktunya tidak banyak, ia langsung berlari tak lebih dari lima detik dan melongok ke dua kamar yang berada di lantai dua. Semua arsitekur benar-benar mirip dengan rumahnya.
Ketika baru ingin membuka pintu di kamar yang ia pikir benar, suara Ethan terdengar jelas. Matanya melebar berpikir harus bersembunyi dan menemukan kamar di sisi yang lain jauh dari tangga. Ia segera masuk.
Seena menemukan sebuah ruangan kosong hanya berisi beberapa buku bekas di satu lemari kayu. Tidak ada yang lain selain itu, setidaknya hanya debu dan sarang laba-laba yang tersisa. Mungkin memang belum terpikirkan oleh Ethan untuk dibersihkan.
Beberapa menit memastikan bahwa Ethan telah pergi, ia mulai mengintip hingga yang dilakukan Seena hanya menelan ludah. Ethan sedang mencium Grace, gadis yang ia kenal dengan kasar. Gadis bergaun ungu itu membiarkan tangan besar Ethan menelusuri gaunnya. Seperti adegan-adegan panas dalam film, Seena merasakan keringatnya menetes.
Ethan memasukkan tangannya di antara potongan gaun yang terbuka di dada tanpa melepaskan ciuman panasnya. Mereka berdua saling pandang dengan sesekali memejamkan mata. Tangan Ethan masih bertengger di dada Grace, menekan dan meremas payudara Grace hingga sengaja ia keluarkan dari gaunnya. Bersamaan dengan itu, mata Seena membesar dengan mulut yang dibungkam oleh tangannya sendiri.
Ethan menurunkan gaun Grace hingga ke perut membuat tubuh bagian atas Grace terekspos. Gadis berkulit hitam itu sesekali mendesah karena perlakuan Ethan. Ethan melepaskan ciumannya dari bibir Grace, ia menurunkan bibirnya melewati leher hingga ke payudara Grace. Ia mencium, menjilat dan menghisap payudara Grace dengan brutal. Grace mendesah dan menjambak rambut Ethan beberapa kali, sementara itu tangan Ethan yang lain meremas payudara Grace dan sesekali memilin putingnya.
Tiba-tiba seseorang membuka ruangan samping, Grace dapat melihat jelas siapa yang keluar, Christian. Pria itu menatap adegan menggairahkan di depannya sekilas. Lalu, melangkah lebih dekat.
"Tan!" panggilnya lumayan keras membuat Seena pun mendengar.
Tiba-tiba Ethan langsung menoleh dan tersadar dari nafsunya. Grace melihat Christian terkejut, entah karena keberadaan Christian itu sendiri atau adegan panasnya yang diketahui. Sesaat kemudian Grace tersadar, ia membereskan gaunnya lalu pergi menuruni tangga.
Christian dan Ethan terlibat beberapa percakapan atau perdebatan, Seena tidak begitu mendengarnya karena suara mereka terlalu rendah. Hingga lima menit obrolan terjadi dan keduanya berpisah. Ethan kembali menuruni tangga, sementara Christian kembali ke kamar sebelumnya.
Banyak hal yang ingin Seena tahu tentang keduanya, namun ada yang lebih penting daripada itu. Seena memberanikan diri melangkah keluar, melangkah perlahan demi perlahan menuju kamar di sebelahnya. Ia dapat melihat seseorang berada di sana.
***
Christian menatap arlojinya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Suara-suara keramaian terdengar semakin jelas tak hanya dari lantai satu, namun di depan kamarnya. Ia memberanikan diri untuk membuka pintu dan keluar kamar.
Kepalanya begitu sakit karena meminum obat tidur yang cukup banyak, namun tidurnya tidak begitu nyenyak juga. Pandangannya samar-samar terlebih tubuhnya cukup lemah karena segala aktivitas selama dua bulan belakangan yang menyita waktu dan pikiran. Baginya, datang ke rumah Ethan merupakan pilihan yang tepat untuk beristirahat.
"Tan!" panggil Christian ketika menyadari seorang pria yang sedang menciumi gadis di sudut tembok dengan brutal itu adalah temannya.
Ethan buru-buru melepaskan ciumannya, gadis yang setengah bugil itu menatap Christian sesaat kemudian membereskan pakaian dan menuruni tangga. Ethan menghela napas dan mengelap bibir dengan tangan. Sementara itu, Christian menyandarkan punggung ke dinding.
"Kekasihmu?" tanya Christian mencibir. Dilihat dari semua sisi, gadis itu bukan kriteria Ethan sama sekali.
Ethan tertawa kecil. "Dia memberikan tubuhnya cuma-cuma. Bukankah tak boleh menolak rezeki?" tanya Ethan dijawab dengan helaan napas oleh Christian. "Kenapa kau keluar? Bukankah kau membenci pesta?" tanya Ethan kemudian membuat Christian tersenyum tipis.
"Bukankah kau yang membenci pesta?" tanya Christian balik.
Ethan mengambil rokok yang ada di saku celana begitu pula dengan koreknya, lalu ia membakar rokok tepat di mulutnya. Christian menatap sahabatnya itu dalam diam. Asap keluar dari mulut dan hidung Ethan.
"Baiklah, kita berdua membenci pesta," tegas Ethan disetujui oleh Christian.
Berbeda dengan Ethan, Christian memiliki tubuh kurus dan lebih tinggi, kelebihannya hanya tampan begitu menurut Ethan. Sebagai seorang model dan aktor, Christian tentu digemari karena ketampanannya apalagi dia dilahirkan sebagai pemuda asli Amerika Serikat berkulit putih. Bagi siapapun, Christian adalah idaman. Aktor yang tak pernah memiliki skandal, ramah pada penggemar dan terpenting tidak memiliki ketergantungan pada rokok dan narkoba seperti aktor Hollywood kebanyakan.
"Mau?" tanya Ethan seraya menawarkan sekotak rokok dengan sisa satu batang rokok.
Christian menggeleng pelan lalu kembali menuju kamarnya. Beberapa saat kemudian ia kembali duduk di ranjang, lalu menyalakan ponsel. Belasan panggilan tak terjawab dan puluhan pesan memenuhi ponselnya. Tiba-tiba ia langsung melempar ponselnya acak ke ranjang ketika tanpa diduga seseorang masuk ke kamarnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Christian tersentak kaget.
Seorang gadis berpakaian kasual dengan kaus lengan pendek berwarna hitam dan celana jin hitam ketat dengan sobekan di lutut. Gadis itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dengan mencurigakan, lalu duduk di dekat Christian. Sementara, Christian langsung menggeser tubuhnya refleks.
"Seena?" tanya Christian memastikan.
***