Chereads / My Bra Accident / Chapter 3 - 3. Ms. Bra

Chapter 3 - 3. Ms. Bra

Pukulan di pipi yang begitu keras membuat Ethan meringis kesakitan. Ia tak tahu apa yang terjadi padanya secara tiba-tiba. Ia menyentuh pipi dan menatap seseorang yang baru saja memukulnya.

"Seena! Apa yang kau lakukan?!" ujar beberapa orang atas keributan tiba-tiba itu sekaligus tak terima dengan perlakuan Seena pada Ethan.

"Wanita jalang!" teriak Olivia tepat di depan wajah Seena, ia berdiri di hadapan Ethan berusaha menghalangi tindakan Seena.

"Seena, ayo pergi!" ujar Janice dan Bianca menarik tangan Seena di kedua sisi. Namun, Seena tetap berusaha di posisinya.

"Kenapa dia?" tanya Sam berbisik pada Bianca. Bianca hanya mengangkat bahu.

Ethan bangkit dari kursi lalu memegang bahu Olivia mengisyaratkan agar Olivia bergeser. Suasana tiba-tiba hening dan akhirnya mereka berdua berhadapan. Sementara itu, suasana di kelas tiba-tiba menjadi hening.

Seena menatap Ethan dengan ekspresi penuh kemarahan, sementara Ethan masih memegangi pipinya yang memerah. Entah kekuatan apa yang dimiliki Seena hingga membuatnya seperti itu.

"Brengsek! Kenapa kau melakukannya?!" teriak Seena kesal. Ia sudah mengepalkan telapak tangannya.

"Kau siapa ya?" tanya Ethan berpura-pura. Seena bertambah kesal.

Mendengar ucapan Ethan, beberapa orang menatap Seena marah. Setelah berita pagi tadi memang citra Seena menjadi lebih buruk. Akhirnya, tahu keadaannya tidak baik Bianca dan Janice langsung menarik Seena keluar kelas. Benar-benar mengesalkan.

***

Sejak kejadian pemukulan tiga hari yang lalu, Ethan tidak mendengar kabar Seena. Bahkan, rumah gadis itu tampak sepi. Tirai kamarnya tertutup selama tiga hari berturut-turut dan tidak ada orang di sana. Banyak pikiran buruk yang berputar di kepalanya.

Tiba-tiba sebuah panggilan masuk membuat Ethan sadar dari lamunannya. Christian.

"Kau sudah sampai mana? Mau kujemput?" tanya Ethan tanpa basa-basi.

"Rumahmu nomor 24, kan?" tanya Christian memastikan.

"Ya. Sudah sampai?" tanya Ethan kemudian. Ethan kembali mendekorasi rumahnya sembari menunggu Christian sekaligus teman-temannya yang lain.

"Aku sudah di depan rumah nomor 24. Tapi tidak melihat mobil atau motormu, kau yakin nomermu 24?" tanya Christian memastikan.

"Nomor rumahku sudah terlepas. Tidak ada tulisan nomor 24. Sebentar, aku akan ke sana," ujar Ethan seraya berlari keluar gerbang.

Sebuah mobil BMW mewah berwarna emas terparkir di depan rumah Seena, mobil Christian. Ethan yang menyadari itu akhirnya melangkah kecil dan pergi ke sana.

"Kau bilang rumahmu nomor 24? Rumah ini nomor 24 juga?" tanya Christian kesal, sementara Ethan bingung.

Ethan melangkah membimbing Christian yang mengendarai mobil hingga masuk ke halaman rumahnya. Rumah Ethan dan Seena hanya berdua, sementara tetangga yang lain cukup jauh karena dipisahkan oleh lahan dengan pohon-pohon yang membuatnya seperti hutan. Rumah terdekat berjarak sekitar seratus meter.

"Sepertinya paket bisa salah kirim karena kau salah menuliskan nomor! Kalau begitu, itu salahmu tolol!" gerutu Christian baru saja keluar dari mobil.

Ethan mengerutkan kening. "Kalau aku salah nomor, seharusnya paket miliknya tidak sampai di rumahku," sahut Ethan menyanggah.

"Ya sudah, terserah lah. Aku lelah baru selesai shooting dan langsung ke sini," keluh Christian. Ia melangkah masuk sebelum dipersilakan.

"Kau hanya berkendara dari Pennsylvania dan mengeluh?" tanya Ethan sarkastis.

Christian tertawa. "Bukan masalah Pennsylvania dan New York, tapi aku baru selesai shooting dan diminta kau datang. Kalau minggu depan, sepertinya aku tidak sudi datang. Minggu depan aku akan kembali ke Washington," tegas Christian dijawab dengan anggukan.

"Ya sudah, tidur lah. Kamarku di lantai dua, kamar pertama sebelah kiri," ujar Ethan membiarkan sahabatnya itu beristirahat.

Ethan kembali melanjutkan pekerjaannya, membiarkan Christian melangkah menuju lantai dua. Semua lampu-lampu, pengeras suara, camilan, bahan-bahan barbeque, bir dan juga anggur sudah siap. Hanya tinggal satu bagian yang kurang, orang-orang yang berjanji akan membantunya.

Seperti yang ditunggu-tunggu, suara mobil terdengar di pelataran rumahnya. Seorang gadis dengan gaun merah terang tanpa lengan dengan panjang selutut, Olivia. Potongan rendah di dadanya hingga sampai hampir pusar membuat dadanya terekspos, sementara bagian punggung pun terekspos dengan jelas. Hal yang sering Ethan tahu, gadis-gadis yang ingin mendapatkan perhatian lebih tentu akan menggunakan gaun seperti itu seolah sedang berada di red carpet.

Olivia melangkah masuk disambut Ethan sesampainya di sana. Gadis itu berjanji akan membantunya, padahal semua hal sudah selesai dikerjaan Ethan sendirian. Lagipula, tidak mungkin membantu jika sudah berpakaian sepertu itu.

Olivia mendekatkan wajahnya dan melakukan ciuman di pipi kanan dan kiri Ethan. Ethan merengkuh Olivia seraya memegang bahu polos gadis itu. Semenit kemudian, mobil lainnya muncul satu persatu.

Beberapa orang yang datang tentu adalah teman sekelas Ethan, namun banyak pula yang tidak ia kenali, termasuk kekasih Sam. Bianca tampak cocok di samping Sam, beberapa yang lain pun menggandeng kekasihnya masing-masing.

"Sam, di sebelah itu rumah Seena. Berarti benar kata Seena kalau Ethan tetangga yang ia ceritakan," bisik Bianca seraya mencubit lengan Sam yang sedang ia gandeng.

"Di sebelah rumah Seena?" tanyanya bingung seraya memastikan. Suara yang mengejutkan Bianca, membuat Bianca mencubitnya lebih keras.

Semua mata tertuju pada pemilik rumah, tidak ada yang peduli pada Bianca dan Sam. Begitu pun dengan Olivia. Ia sengaja datang sendiri padahal kekasih cadangannya banyak, ia memang dengan sengaja mengincar Ethan. Olivia mendekatkan diri pada Ethan, ia tahu kalau ini adalah saat yang tepat untuk mendekati pria itu, lalu untuk awalan ia langsung menggandeng Ethan.

Tiba-tiba Ethan langsung melepaskan gandengannya cepat-cepat. "Aku belum mandi, aku akan ganti baju dan kembali. Teman-teman nikmatilah minuman pembuka selagi menunggu teman-teman yang lain," ujar Ethan dijawab sorakan oleh teman-temannya. Ia tak memperhatikan wajah Olivia yang setengah kesal.

Ethan melangkahkan kaki menuju lantai dua di mana kamarnya berada. Ia mendorong pintu yang setengah terbuka lalu masuk dan melihat Christian yang ternyata tidak tidur. Ethan mendekat dan mendapati Christian sedang menelepon seseorang sambil menatap luar, sebuah jendela yang terbuka.

"Kau sedang apa?" tanya Ethan pelan-pelan. Christian tersenyum seraya menunjukkan ponselnya. Ethan mengerutkan kening.

Ethan melangkah lebih dekat melihat buku catatannya sudah ditulis sesuatu, sebuah nomor telepon juga beberapa percakapan dengan tulisan yang besar-besar.

"Ah maaf, aku menggunakan bukumu untuk mengobrol dengannya," ujar Christian membuat Ethan langsung melihat ke sumber yang ditunjuk Christian.

Seena, gadis yang selalu diganggunya.

***

Ethan baru saja turun membuat Christian memiliki waktu luang untuk istirahat paling tidak tiga jam hingga malam nanti sampai acara dimulai. Ia meletakkan kunci mobil dan tas di meja, lalu melepaskan jaket di gantungan yang tepat berada di sebelah pintu. Ketika berbalik, tiba-tiba sudut pandangnya terpaku pada jendela sejajar dengan jendela kamar yang terbuka. Ia mengingat panggilan video bersama Ethan seminggu yang lalu, gadis bra.

Christian melepaskan kaus yang menempel di badannya karena panas. Kemudian mulai mendekati jendela ketika menyadari ada seseorang yang baru saja membuka jendela di sisi yang lain. Gadis itu ternyata melihatnya, tatapan mereka bertemu. Christian tanpa pikir panjang langsung melambaikan tangan dan dijawab oleh gadis itu melalui sebuah senyuman.

Christian mencari-cari buku kosong dan tak butuh waktu lama ia langsung menuliskan tulisan besar di halaman pertama. KAU GADIS BRA KEMARIN?

Ia dapat melihat jelas ekspresi malu gadis itu karena jarak mereka sangat dekat. Gadis itu tertawa setelahnya mengangguk mantap.

Chistian mengambil lembar kedua dan menuliskan sesuatu lagi. BOLEH MINTA NOMORMU? Lalu ia menuliskan di halaman berikutnya, ADA SESUATU YANG INGIN KUKATAKAN!

Gadis itu tersenyum dan ia tiba-tiba langsung mencari sesuatu. Ketika mendapatkannya, ternyata sebuah buku untuk menuliskan jawaban. Gadis itu menulis, KAU CHRISTIAN BARNES? Tanpa pikir panjang Christian langsung mengangguk mantap. Lalu, gadis itu menulis sesuatu lagi. BAIKLAH, KALAU BEGITU KIRIMKAN NOMORMU SAJA.

Tanpa pikir panjang, Christian langsung menuliskan deretan angka yang ia ingat di luar kepala. Gadis itu tersenyum tipis lalu tak berapa lama ponsel Christian berdering, sebuah nomor baru memanggil. Christian langsung menjawabnya.

"Christian?" tanya sang penelepon membuat Christian tersenyum lebar seraya menatap keluar jendela lagi.

"Oh ya, namamu siapa? Aku lupa," tanya Christian membuat gadis itu dari kejauhan tertawa.

"Seena," jawabnya singkat.

Obrolan mereka bertahan lama entah apa yang membuat mereka mudah mengobrol seperti orang yang sudah mengenal lama. Tak terasa obrolan mereka sudah satu jam, Ethan mungkin sudah menyelesaikan semua persiapan untuk pestanya.

"Kau tidak ikut pesta?" tanya Christian tiba-tiba membuat Seena dari kejauhan hanya menggelengkan kepala. "Kenapa?" tanyanya kemudian.

"Aku tidak sekelas dengannya sekaligus tidak mengenalnya," jawab Seena datar seolah tak terlalu senang atas pertanyaan itu.

"Kalau begitu, aku akan memintamu menemaniku mengobrol. Bagaimana?" tanya Christian dijawab dengan tawa oleh Seena. "Kenapa tertawa? Aku serius. Aku malas bergabung dengan mereka," ujar Christian beralasan.

"Ya, aku akan menemanimu, Mr. Barnes!" sahut Seena melukiskan senyum.

Tiba-tiba dari belakang Ethan masuk membuat Christian terkejut. Pria di belakangnya muncul dengan aura gelap membuat Christian sedikit terintimidasi. Tapi, Ethan memang sering seperti itu.

"Kau sedang apa?" tanya Ethan pelan-pelan. Christian tersenyum lalu langsung menunjukkan ponselnya.

Christian menatap Ethan yang setengah bingung. Lalu, ketika menyadari Ethan sedang memperhatikan tulisan-tulisannya di buku milik Ethan, Christian menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ah maaf, aku menggunakan bukumu untuk mengobrol dengannya," ujar Christian seraya menunjuk ke arah Seena.

Ethan langsung melirik ke arah Seena, begitu pula Christian. Christian melihat ke arah Seena juga, gadis itu mengubah ekspresinya seratus delapan puluh derajat. Bukan ekspresi ceria dan hangatnya selama mengobrol dengan dirinya.

"Apa yang kau lakukan dengannya?" tanya Ethan datar. Ia tak melirik sedikit pun ke arah Christian yang ditanya, begitu pula tak mengalihkan pandangannya dari Seena.

"Hanya mengobrol," jawab Christian singkat. Ia merasakan ada sesuatu yang buruk. "Seena, aku tutup teleponnya, ya. Kita mengobrol lagi lain kali," tegas Christian seraya mengakhiri percakapannya dengan Seena.

Baik Christian maupun Ethan dapat melihat Seena bangkit dari tempat duduknya, lalu menutup jendela dan juga tirainya. Entah mengapa, ada rasa kesal di dada Ethan. Tak benar-benar tahu apa yang sedang atau akan terjadi.

"Kau kenapa?" tanya Christian memberanikan diri. Matanya menatap tajam ke arah Ethan.

"Aku akan mandi. Teman-temanku sudah datang," jawab Ethan beralasan. "Oh ya, kalau masih tidak sehat kau bisa kembali istirahat atau turun bersenang-senang denganku," tegas Ethan dijawab dengan anggukan Christian.

Ethan tak banyak bicara lagi, ia hanya langsung masuk ke kamar mandi meninggalkan Christian dengan tanda tanya besar. Lalu, Christian membaringkan tubuhnya di kasur dan membuka ponselnya, mengirim pesan pada Seena.

Christian: ada apa dengan kalian?

Seena: tidak ada masalah pun, kecuali temanmu adalah bangsat.

Christian: apa maksudmu?

Seena tak membalas, begitu pula dengan panggilan dari Christian, Seena tak kunjung menjawabnya. Bahkan, meskipun semua masalah karena Ethan, ia tak peduli. Baginya, Seena cukup menarik dan dapat menjadi alasan penting untuk tidak peduli pada Ethan.

***