Pagi yang cerah matahari bersinar seraya dengan suara burung yang berkicau lembut di pagi hari.
Dengan suara lemparan panci dan spatula di dapur diiringi suara dari dua orang yang sedang bertengkar.
"Prang!!!" suara panci yang terjatuh terdengar sangat nyaring hingga membuat pagi yang tenang menjadi sangat ribut.
"Minggir aku ingin memasak!" pekik orang itu.
"Tidak, kau tidak bisa Tuan.." sahut sosok lain.
"Ini rumahku! Aku ingin memasak disini dan kau jangan menghalangi aku," ketus orang itu kesal.
Lalu tiba-tiba datang seseorang menghampiri seorang yang lain dan mematikan sebuah televisi.
"Hoi Donny, aku sedang menonton!" tutur orang itu kesal.
Rupanya kebisingan tadi merupakan sebuah acara series komedi yang sedang di tonton oleh Angga.
"Tidak, baik menonton acara kasar seperti itu Tuanku," sahut Donny pada Angga.
"Jangan mengaturku, ini rumahku dan kau bukan bosku!" balas Angga kesal lalu meninggalkan ruang tamu.
"Aku bukan bosmu Angga, aku kakakmu.." batin pria itu, lalu menyusul Angga.
Pria itu melihat Angga sedang mengambil beberapa bahan-bahan didapur. Pria itu pun pernasaran dan menanyakan apa yang sedang dilakukan pria itu di dapur.
"Anda sedang apa Tuan Muda?" tanya Donny pernasaran.
"Aku juga tidak tahu, setiap tanggal 23 April aku pergi ke dapur dan membuat sebuah pie Apel dan menaruh ice cream. Entah untuk apa, atau untuk siapa aku melakukannya? Aku tidak pernah tahu hal itu," jawab Angga.
"Anda... tidak ingat?" tanya Donny lembut.
"Tidak," jawab Angga singkat.
Mendengar jawaban Angga, pria itu meninggalkan ruangan itu dan keluar rumah untuk menghirup udara segar. Lalu, pria itu menangis dibalik pohon besar di depan rumah mereka.
"Jiwamu bahkan, ingat ulang tahunku Angga. Akan tetapi, mengapa? mengapa pikiranmu tidak mengingatnya?" tangis pria itu.
Pria itu terus merenung dibawah pohon itu, dia melihat sekelilingnya dan mengingat saat-saat dimana adik kecilnya itu pertama kali membuat pie apel untuknya.
flash back..
"Selamat ulang tahun kakak!"
"Wah! Terima kasih. Kamu bawa apa dibelakangmu itu?"
"Ini pie untuk kakak enak pakai ice cream vanilla!"
"Kamu memasak, Angga kamu masih..."
"Bibi yang memanggang pie dan memotong apelnya kakak tenang saja..."
"Baiklah! Kucoba ya..., hm... enak banget!"
"Wah makasih! Karena kakak suka, aku janji nanti. Setiap kakak ulang tahun aku akan membuatkannya. Keren kan...."
"Iya, keren banget adikku memang yang tebaik..."
"Hahaha... kakakku juga yang terbaik!"
Flash back end.
Pria itu menghela nafas berandai, andai masa lalu dapat di ulang. Namun, apa daya sebanyak apapun uang seseorang, waktu tidak akan pernah bisa dibeli.
Pria itu terus duduk meringkuk di bawah pohon sampai seorang gadis kecil menegurnya dengan celetukannya yang khas.
"Hoi... berhentilah duduk dengan pose embrio seperti itu kau sudah tua!" celetuk gadis kecil itu.
"Tira..." lirih pria itu.
Melihat mata sembab pria itu, gadis kecil itu merasa tidak enak hati dab mengira dia telah membuat pria itu menangis karena kata-katanya.
"Aduh... maaf aku bukan meledekmu, tapi kau memang sudah tua.. maksudku... maksudku... e...."
"Hari ini aku berulang tahun, tapi orang yang paling aku tunggu untuk mengucapkan selamat ulang tahun tidak mengingatnya..." lirih pria itu.
"Memang sudah nasib," cetus Tira.
"Iya," lirih pria itu menangis.
"Eh... maksudku bukan begitu! Maaf..." rayu Tira.
"Aku putus asa Tira," lirih pria itu menatap gadis kecil itu dengan tatapan sendu yang membuat gadis kecil itu menjadi tidak tega.
Gadis kecil itu berpikir sejenak untuk menghibur pria yang sedang berulang tahun itu.
"Hoi, sebelumnya selamat ulang tahun ya..." ucap Tira cuek.
"Terdengar tidak tulus, tapi teri..."
"Kau ada karena kedua orang tuamu bahagia memiliki engkau. Kamu lahir pada tanggal karena kamu istimewa. Selamat ulang tahun, panjang umur sehat selalu. Jadilah manusia, jadilah sosok, jadilah kakak yang baik, Dewa selalu menyertaimu!" sela Tira melanjutkan ucapan selamat ulang tahunnya.
Pria itu terpelongo sekaligus terharu mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh gadis kecil itu. Pria itu sangat gembira dan memeluk erat gadis mungil itu.
"Tira, terima kasih!" ujar pria itu.
"Sama-sama, kata-kata itu dari papaku. Setiap kali aku berulang tahun papa akan mengatakan kata-kata itu padaku," ungkap gadis kecil itu.
"Ah... dari papamu, tapi tetap saja itu kata-kata yang bagus. Papamu pernah berpikir untuk jadi penulis," tutur pria itu.
"Tidak... dia suka menjadi seorang dokter," jawab Tira.
"Kamu juga ingin jadi dokter?" tanya pria itu.
"Ya, tapi dokter skiater..." jawab Tira.
"Kenapa?" tanya pria itu.
"Aku ingin mengobati adikmu," jawab Tira tersenyum.
Pria itu tersenyum mendengar jawaban Tira wajahnya semeringah dan matanya berbinar-binar.
"Sekolahnya yang cepat ya..." tutur pria itu.
"Aku usahankan...." sahut gadis kecil itu.
Kedua orang itu kemudian saling melirik, mereka saling memandang satu sama lain. Tidak tahu apa yang ingin dibicarakan lagi.
"E... di hari ulang tahunmu, biasanya kau ngapain?" tanya Tira memulai percakapan.
"Adikku membuatkan ku pie apel, istriku memasakan ku gulash. Karena terakhir kali dia membuat pie apel aku mengatakan kalau rasa tidak seenak buatan Adikku," jawab pria itu.
"Haih... bodoh, kau pasti menyesal karena dia sudah tidak ada sekarang!" celetuk Tira.
"Iya..." jawab pria itu lirih.
"Ah.. lupakan, aku tidak pandai membuat makanan manis. Jadi, aku akan memasakanmu gulash. Dan membelikanmu pie apel!" Hibur Tira mengalihkan pembicaraan.
"Tidak usah," jawab pria itu.
"Kau marah padaku, tadi itu..."
"Tidak, Angga sudah membuat pie apel..." sela pria itu.
"Bukan dia lupa tentangmu, bagaimana dia ingat tentang pie apelnya?" tanya Tira.
"Aku tidak tahu Tira," jawab pria itu.
"Ya,baiklah aku akan masak gulash untukmu. Kalau kau bilang tidak enak, akan aku banting kau dengan karateku!" Ancam gadis kecil itu.
"Hahaha... baik-baik..," sahut pria itu tertawa.
Gadis kecil itu lalu meminta pria itu menemaninya ke super market. Lalu, pria itu pun mengantar gadis kecil itu ke super market.
Tira berkeliaran keliling super market, dirinya sangat suka berada ditempat ini. Rasanya super market ini seperti ruang penyimpanan makanan pribadinya.
Dia berkeliling sambil berkeliling mencari bahan-bahan yang menurut bagus dan lezat. Pria itu memperhatikan gadis kecil itu berlari kesana-kesini, sambil melihat-lihat.
"Cepat sedikit memilih bahannya, kamu itu lambat sekali!" tegur pria itu, kakinya mulai pegal terus mengikuti Tira kesana dan kemari.
"Berisik, ingin aku buatkan makanan spesial atau tidak!" bentak gadis kecil itu.
"Aih... terserah!" tutur pria itu pasrah.
Akhirnya gadis kecil itu terus mencari bahan makanan terbaik dan mengabaikan pria tersebut. Sedangkan Angga disisi lain sudah sedang membuat adonan pie tersebut dan tersadar jika dia kekuarangan telur.
Dan pemuda itu memutuskan untuk pergi ke super market untuk mencari bahan yang di butuhkannya itu.
Sesampainya disana Angga melihat gadis kecil kesayangannya itu sedang bersama dengan pelayannya.
Angga hendak menghampiri mereka berdua namun, langkah terhenti saat mendengar pecakapan mereka.
"Kau itu ulang tahun, dengan usiamu yang sudah tua apa kau masih meniup lilin?"
"Tidak, sejak ibuku meninggal aku tidak pernah meniup lilin. Aku menemani adikku karena ulang tahunnya tidak pernah dirayakan,"
"Kakak yang baik,"
Angga pun memutar balik langkanya dan berpikir sejenak.
"Jadi Donny sedang ulang tahun ya..." guman Angga.
"Aku tahu harus apa!" pemuda itu mendapatkan sebuah ide.
Angga pun cepat-cepat belanja dari super market itu lalu segera pulang kerumahnya dan menyiapkan segalanya.
Apakah yang sedang dilakukan oleh Angga?
Hanya di Tira dan Angga....
stay tune...