Angga mengantar Tira pulang ke rumahnya, pemuda itu terus melirik ke hadapan gadis kecil yang berjalan di sampingnya itu.
Angga mengepal tangan dan terus mengingatkan dirinya sendiri. Perbedaan antara Tira dan dirinya. Dia juga mengingatkan dirinya sendiri jika gadis kecil yang berada di hadapannya itu sangat menyukai pelayannya.
"Tira," panggil Angga lembut.
"Hm," jawab gadis kecil itu cuek.
"Apa.., apa yang membuatmu tertarik pada Donny?" tanya Angga gugup.
"Aku tidak tertarik," jawab gadis kecil itu santai.
"Baiklah..." sahut Angga terdiam.
Mereka berdua menlanjutkan perjalanan mereka di bawah biru gelapnya langit malam ditemani oleh sang sinar bulan yang terang. Angga terus melihat ke arah bulan, begitu juga dengan Tira yang terus memperhatikan Angga.
Lalu, gadis kecil itu menegur Angga dan bertanya mengapa pemuda itu sangat menyukai bulan.
"Om," panggil Tira lembut.
"Iya.." jawab Angga lembut.
"Sepertinya kau sangat menyukai bulan ya..." ucap gadis kecil itu pernasaran.
"Hm.., sebenarnya bukan suka akan tetapi, setiap aku melihat sinar bulan rasanya.. ada sesuatu seperti aku merada diawasi!" terang Angga.
"Ya, kita ini memang sedang diawasi oleh sang pencipta..." sahut Tira.
"Iya tapi bukan itu, aku... hm... pernah ada entah kapan. Seseorang mengatakan bahwa sinar bulan adalah bukti. Sejauh apapun, jarak antara dia dan aku hubungan kita tidak akan terputus," jawab Angga.
"Siapa, siapa orang yang membuat kata-kata aneh begitu?" tanya Tira.
"Aku tidak ingat," jawab Angga.
"A... ya sudah! by the way aku sudah sampai rumah jadi... selamat tinggal," pamit Tira pada Angga.
Gadis kecil itu memasuki rumahnya, selangkah sebelum gadis itu menutup pagarnya. Angga memanggil gadis itu dan mengucapkan sesuatu kata yang tidak pernah diucapkan sebelumnya.
"Tira!!" panggil Angga.
"Apa..." sahut gadis kecil itu terkejut.
"Ja... ja... jangan, ucapkan selamat tinggal katakan saja... bahwa semesta akan mempertemukan kita esok hari," pinta pemuda gugup.
Tira menatap pemuda itu bingung, dirinya sama sekali Tidak mengerti dengan apa yang Angga katakan padanya.
"Hah! Apa?" tanya gadis kecil itu polos.
"Tidak..." jawab Angga kecewa.
Seharusnya sebagai seseorang jarang jarak umur yang cukup jauh. Angga menyadari bahwa Tira dan dirinya tidak akan pernah bisa nyambung dan bersatu.
Pemuda itu melambaikan tangan lembut lalu pergi meninggalkan depan rumah gadis kecil itu. Sebelum dirinya benar-benar pergi suara tidak asing memanggilnya dengan nyaring.
"Om Angga!!" seru Tira.
"I.. ya," sahut Angga.
"Hati-hati, semesta akan mempertemukan kita esok hari!!" seru Tira.
Mendengar seruan Tira, Angga tersenyum girang lalu memgangguk. kemudian pemuda polos itu berlari pulang ke rumahnya dengan ceria.
Bahkan, sesampainya Angga dirumah pemuda itu terus tersenyum seperti dirinya sedang diterbangkan oleh angin.
"Ha.. hahaha..." pemuda itu tertawa-tawa sendiri di kamarnya.
Donny yang sedang berkeliling mendengar suara tawa dari kamar adiknnya itu kemudian menghampirinya dan bertanya.
"Permisi Tuan Muda, Anda sedang apa?" tanya pria itu.
Melihat Donny di kamarnya membuat mood Angga kembali jelek. Pemuda itu mengabaikan Donny dengan menutupi dirinya dan selimut dan berpura-pura sedang tertidur.
"Baiklah Tuan, nikmatilah mimpi Anda.." Lirih Donny.
Pria itu sangat sedih, dengan adiknya yang mengabaikannya itu. Namun, itu semua bukanlah kesalahannya. Karena Angga sendiri tidak tahu jika-dirinya adalah kakaknya.
Jika, Donny mengingat-ngingat kejadian itu rasanya seperti kemarin. Rasanya seperti kemarin dia sedang berjalan-jalan bersama Adiknya sebelum, dia kehilangan segalanya.
"Jika, kakak tahu akan seperti ini Angga.. aku tidak akan membawamu pergi..," batin pria itu.
Donny berjalan menyelusuri rumah kemudian pria itu duduk di meja makan tempat dirinya dan Angga biasa duduk bersama dan terus menundukkan kepalanya semalaman.
Pria terus menundukkan kepalanya sampai sebuah suara yang tidak asing memanggilnya.
"Donny," panggil suara itu.
Donny membangkitkan kepalanya dan melirik ke arah dia di panggil. Dan di hadapan itu sudah ada Angga dengan tatapan sinisnya.
"Ada apa Tuan," jawab pria itu lirih.
"Tadi, aku tidak enak sudah mengabaikanmu. Jadi.., hari ini aku senang! Karena Tira mengucapkan selamat tinggal dengan manis padaku. Dengan jawabanku ini aku harap kau memahami sesuatu," ucap pemuda itu sinis.
"Sesuatu, seperti apakah yang harus saya pahami Tuan Muda?" tanya Donny lirih.
"Sesuatu seperti Tira adalah kepunyaanku dan kau jangan mendekatinya lagi, Jika dia menghampirimu sebaiknya kau menjauh. Karena jika, aku melihat kau mendekatinya sekali lagi. Aku tidak mau melihat wajahmu lagi," jawab Angga sinis lalu, pergi meninggalkan pria itu sendirian.
Donny terdiam wajahnya memucat, seluruh tubuhnya berkeringat. Rasanya seperti peristiwa 9 tahun lalu terulang lagi disaat dirinya tidak bisa menemui adik kecilnya lagi.
Pria itu terus menundukkan kepalanya, hingga tanpa sadar air mata pria itu terus mengalir dari matanya.
***
Pagi hari pun tiba, Angga dan Tira terbangun dengan penuh semangat. Sedangkan Donny sudah sejak malam tidak tidur. Dan terus meratapi nasibnya di meja makan.
Hari ini Tira berniat untuk belajar di rumah om kesayangannya itu. Sekaligus menagih janjinya yang akan mencari cinta pertama pemuda itu saat dirinya sudah lulus dari sekolah dasar, yang dimana hari itu hanya tinggal beberapa minggu lagi.
"Om Angga!!" panggil Tira mengetuk rumah pemuda itu.
"Hoi.. om Angga!!" seru Tira.
Gadis kecil itu mengetuk-ngetuk kaki kanannya sembari menunggu dirinya di bukakan pintu.
Sampai akhirnya pintu pun di bukakan oleh sosok yang sangat tidak asing baginya.
"Hi kak Donny, selamat pagi om! Angga ada?" tanya Tira ceria.
"Selamat lagi Nona kecil... (Bruk!!)" tubuh pria itu jatuh pingsan dipelukan gadis kecil itu.
"Hoi, kak... kakak.. bangun, kak Donny!!" panggil Tira keras.
Gadis kecil itu kemudian memengang dahi pria itu dan dirinya sangat terkejut karena suhur tubuh pria itu yang sangat-sangat panas.
"Tolong!!" teriak gadis kecil itu.
Tira berteriak sangat kencang hingga teriakan gadis kecil itu membangunkan Bu Linda dan menyadarkan Angga dari lamunannya. Kedua orang itu lalu mendatangi asal suara itu dan melihat Tira yang sedang menadah kepala Donny yang terbaring lemah tidak sadarkan diri.
"Tira!! Apa yang terjadi?" Angga menghampiri Tira dengan wajah cemas.
Pemuda itu lalu, melirik ke arah lutut gadis itu melihat Donny dalam keadaan tidak sadarkan diri.
"Donny kenapa?" tanya Angga.
"Dia hanya kelelahan," celetuk wanita tua rambut putihnya yang sedang mengenakan rollan.
"Maksudnya?" tanya dua sejoli itu.
"Donny selalu pingsan jika, dia tidak tidur dalam satu hari. Fisiknya sedikit lemah sejak kecelakaan yang terjadi padanya 9 tahun lalu. Ada masalah pada fungsi otaknya yang membuat dia tidak bisa bergadang lebih lama dari orang pada kebanyakan," terang Bu Linda mengelus halus pipi pria itu.
Angga tertegun, pemuda itu bepikir apakah karena kata-kata yang dirinya katakan semalan makanya Donny menjadi seperti ini. Tapi, mengapa dia menjadi seperti itu karena kata-katanya.
Dia kan bukan siapa-siapa untuk Donny, apakah segitu cintanya pria itu sama Tira hingga dia stress saat dirinya menyuruh pria itu untuk menjauhi Tira.
"Ah, begitu kenapa dia tidak tidur?" tanya Tira khawatir.
"Mungkin dia sedang memikirkan adiknya, yang tidak bisa dia temui selama 9 tahun!" jawab Bu Linda lirih.
"Jadi karena itu," Angga sedikit bernafas lega jika, dirinya bukan penyebab pria itu menjadi sakit.
Lalu, Bu linda menuruh Angga untuk membawa pria itu ke kamarnya. Saat masuk ke kamar Tira mengompres pria itu dengan air hangat. Bu linda melihat gadis kecil itu, seperti tidak seperti seorang anak berusia 13 tahun. Akan tetapi Tira terlihat seperti wanita berusia 32 tahun yang baik hati dan penuh perhatian.
Sedangkan Angga terus mengepalkan tangannya, hatinya sangat cemburu dengan apa yang dilihatnya.
Sebagai seorang ibu, bu Linda sangat paham dengan Angga yang bersikap kekanak-kanarkan seperti itu. Apalagi dengan latar belakang Angga sebagai suami yang dikhianati istrinya tentu saja wanita tua itu sangat mengerti jika Angga menjadi seorang yang sedikit cemburuan.
Wanita tua itu lalu memanggil Tira dan mengatakan sesuatu pada gadis kecil itu.
"Tira," tegur wanita tua itu.
"Iya," jawab Tira sambil memeras air kompresan untuk Donny.
"Tolong dimaklumi ya, jika kalau-kalau Donny sering mendekatimu. Karena saat terakhir kali dia bertemu dengan adiknya. Adalah saat adik kecil masih seusia denganmu 13 tahun," terang Bu Linda.
"Dia pasti sedang mengobati rasa rindunya itu lewat kamu," lanjut wanita tua itu.
Mendengar cerita Bu Linda, Angga tertegun. Jadi, ternyata pria itu sakit benar-benar karena kata-katanya semalam.
"Eh... Tira aku in.."
"Aku tahu, Kak Donny pernah cerita terakhir kali dia bertemu dengan adiknya. Adiknya itu seusia dengan aku," seru Tira.
Donny perlahan terbangun, pria itu sedikit terkejut melihat semua orang berada didekat ranjangnya dengan termasuk Tira yang tepat berada di dekatnya.
"Ti.. tira.." pria itu terkejut lalu tersadar saat melihat wajah adiknya yang cemberut itu.
"Kamu jangan terlalu dekat," pinta pria itu lembut.
"E.. iya," sahut Tira canggung, gadis kecil itu sama sekali tidak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan oleh pria itu.
"Tidak apa, dekatlah denganya aku akan tetap mau melihat wajahmu!" celetuk Angga menatap pelayannya itu.
"Saya..,"
"Aku tahu, kenapa kamu dekat dengan Tira sekarang. Maaf ya kata-kataku tadi malam membuatmu jadi seperti ini," Angga berjalan menghampri Donny dan menggengam kedua tangan pria itu dalam kedua tanganya.
"Aku ini, tidak sejahat itu kok..." ucap pemuda itu tersenyum.
Donny merasa sangat senang bisa bersentuhan dengan adik kecilnya lagi. Terkahir kali Adik kecilnya itu menggengam tangan saat kecelakaan 9 tahun yang lalu. Namun, meskipun sudah seperti itu adik kecilnya tetap tidak bisa mengingatnya.
"Maksudnya!!" celetuk Tira, gadis kecil itu melipat tanganya dan mengangkat alisnya sebelah. Bertanya-tanya apa yang terjadi di antara pria dan pemuda itu.
"Tidak.. kami, hanya..."
"Aku mengancam agar dia tidak mendekati kamu lagi," sela Angga.
Melihat Adiknya yang langsung beterus terang membuat pria itu sangat senang. Karena akhirnya sosok yang di lihatnya saat itu sudah kembali sedikit demi, sedikit.
"Apa! Kenapa?" tanya Tira terkejut.
"Aku, takut kehilangan kamu Tira. Karena belakangan ini kamu sering bersamanya dibandingkan dengan aku.." jawab Angga.
Gadis kecil itu menundukkan kepalanya lalu, dirinya menghela nafas dan melihat pemuda itu dengan tersenyum.
"Dengan siapa pun aku bersama, dan sejarang apapun kita bertemu. Aku akan selalu mencintai om Angga sahabat terbaikku ini selamanya!!" seru Tira.
Angga merasa sangat terharu mendengar jawaban Tira, meskipun hanya sebagai sehabat dirinya sudah sangat senang mendengar jawaban dari gadis kecil itu.
"Tuan Muda, jangan khawatir lagi ya... uhuk.. nkhak.. ohok.." pinta pria menahan batuknya.
"Sepertinya kau terkena flu, sari jeruk dengan madu akan meredahkannya. Mau kubuatkan?" tanya tira.
"Tidak..." jawab Donny.
"Haih... itu bagus banget tahu buat menaikan trombosit tubuh!" seru Tira.
"Anda cerewet sekali.." sahut Donny memijat-mijat kepalanya yang sakit
"Biar aku yang buatkan kalau, kamu tidak mau Tira yang buatkan," seru Angga.
"Ikut!!" pinta Tira.
"Baiklah," sahut Angga senang.
Kedua sejoli itu pun pergi keluar bersama sedangkan Bu Linda lanjut mengompres pria itu.
"Donny, kamu jangan terlalu takut begitu. Nanti Angga akan..."
"Maaf.. maaf..." lirih pria itu.
"Hm.., kamu ini.." wanita tua itu mengelus lembut kepala pria itu.
"Donny, gadis kecil itu akan membawa dia kembali ke dalam pelukanmu tanpa masalah jadi kamu harus lebih sabar lagi ya..." seru wanita itu.
"Iya.." jawab Donny tersenyum.