Chereads / Tira dan Angga / Chapter 37 - Jatuh hati

Chapter 37 - Jatuh hati

"Bisakah, dalam hidupku! Aku tetap terus seperti ini??" Angga bertanya-tanya dalam hatinya.

Angga menghentikan lamunannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Pemuda itu memeriksa mesin pabrik dan memastikan bahwa seluruh mesin berjalan seperti seharusnya.

Pemuda itu sangat fokus pada pekerjaannya hingga dirinya lupa akan waktu. Bahkan, Angga tidak memperhatikan bahwa sekarang sudah jam makan siang.

"Pak Angga," seseorang memanggil pemuda itu.

"Den Miko, butuh sesuatu?" tanya Angga pada anak pemilik tempat kerjanya itu.

"Santai saja denganku, aku tidak gila kekuasaan seperti itu.." pinta kakak sepupu gadis kecil kesayangan Angga itu.

"Ya, dulu saat kecil kamu malah ingin aku memanggilmu begitu..." ujar Angga.

Flash back...

"Hoi, panggil aku tuan muda!" ucap anak laki-laki berusia 14 tahun dengan angkuh

"Ba.. baik," jawab Angga.

Flash back end...

Padahal saat itu usia Angga 17 tahun namun, dirinya tidak punya keberanian untuk melawan Miko yang masih berusia 14 tahun.

Seakan-akan dirinya memang menerima takdirnya untuk diinjak-injak sejak dini.

"Hah, hahaha... tolong aku sudah berbeda," ujar remaja itu merasa tidak enak.

"Apa yang membuat Anda berubah?" tanya Angga pernasaran sambil memperhatikan mesin pabrik.

"Anda pak, saat bapak berhenti bekerja seluruh karyawan mengatakan itu karena kesalahanku..." jawab Miko lirih.

"Tidak, haha... bukan itu karena sa.."

"Aku tahu, tapi aku tetap memikirkannya dan membauangkan bagaimana dan bagaimana? Jika itu benar kesalahanku. Benar-benar karena perbuatanku, itu artinya aku telah menjadi orang jahat. Sejak itu aku belajar untuk menurunkan egoku..." sela remaja itu menjelaskan.

"Wah! Anda luar biasa sekali keluarga Chandra itu memang beda ya..." takjub Angga.

"Ya, gitu deh..." jawab Miko santai.

Miko memperhatikan Angga yang terus bekerja dengan mata serta pena dan kertas yang berada di tangannya. Dirinya terus memperhatikan apakah fungsi mesinnya baik-baik saja atau tidak, tanpa memperhatikan waktu yang tersedia.

Miko memperhatikan Angga hingga penampilan pria itu yang selalu mengancingkan seragam kerjanya dengan rapi hingga ke lehernya. Padahal perkerja yang lain melepasnya bahkan, mereka menggulung lengan mereka dengan alasan mempermudah mereka melakukan aktivitas.

Namun, Angga justru lebih cekatan dari mereka dengan lengan pangjang yang dibiarkan dan kancing baju yang menutupi leher itu.

"Pak, Angga ini orang rapih banget ya!" puji Miko.

"Jangan menilai buku dari sampulnya Dean Miko. Orang dengan penampilan rapih belum tentu dirinya seorang yang rapih. Bahkan, mereka sendiri kadang kesulitan untuk membuat hidup mereka rapih..." ujar Angga lirih.

"Hm... benar, papaku penampilan sangat lusuh, berantakan, dan urakan. Namun, semuanya hal tentang dia terususun rapi mulai dari pekerjaan, waktu dengan keluarga hingga pembagian harta warisan semua disusun dengan rapih..." ungkap remaja itu membanggakan Ayahnya.

"Bagitu ya..." lirih pemuda itu dengan wajah sendunya.

"Tapi... ada juga yang seperti paman Tirta, orang apik mulai dari penampilan hingga kehidupannya. Dan dia sangat rajin berdoa, itulah sebabnya istri anak, dan dirinya selalu aman sehat dan terjaga...." cerita Miko.

"Iya, Tira mengatakan hal yang sama ayahnya sangat rajin beribadah hahaha... jarang aku temui kasta Ksatria yang seperti dia. Ayahku tukang mabuk, dan sering marah-marah..." cerita Angga.

"Kau seorang ksatria!" Miko terkejut.

"Benar," jawab Angga datar.

"Apa nama depanmu?" tanya Miko pernasaran

"Tidak ada, Ayahku membenciku jadi dia tidak mau memberikannya padaku..." jawab Angga lirih.

"Kenapa?" tanya Miko.

"Tidak tahu, aku tidak ingat. yanga kutahu ayah dan ibuku memang membenciku. Entah apa alasannya," lirih pemuda itu.

Miko terdiam mendwngar jawaban Angga dirinya berusaha untuk membalikan keadaan canggung mereka. Dengan mengajak pemuda melankolis itu untuk makan siang.

"Pak, makan siang yuk!" ajak remaja itu menepuk pundak Angga.

Sebagai orang dewasa tentu saja, Angga memahami maksud dan tujuan dari anak laki-laki yang ada di hadapannya itu.

Pemuda itu pun mengangguk lembut dan ikut makan siang bersama dengan remaja itu.

"Apa makanan favorite bapak?" tanya Miko.

"Saya suka roti bundar isi coklat," jawab Angga lembut.

"Makanan berat?" tanya Miko lagi.

"Nasi goreng, Tira pernah memasak nasi goreng. Itu adalah makanan non instan pertama yang ku makan setelah 2 tahun aku hanya makan mie instan kremes," jawab Angga.

"Anda tidak tahu cara merebus mie?" tanya Miko dengan tatapan menghakimi.

"Tidak," jawab Angga singkat.

"Menyedihkan," tatap Miko datar.

Remaja itu pun membawa Angga ke restoran makanan cina dimana Angga bisa memesab nasi goreng untuk dimakan.

"Bagaimana, Anda suka nasi gorengnya?" tanya remaja itu pernasaran.

"Saya suka, tapi De.. Miko, aku ini hanya lebih tua 3 tahun darimu. Bisakah kau memanggilku kaka saja!" pinta Angga.

"Tidak," jawab Miko singkat.

"Wajahku setua itu ya? Tira memanggil Donny dengan sebutan kakak, tapi dia memaggilku om. Padahal untuk usia aku lebih muda 10 tahun dari Donny," keluh Angga.

"Serius! Aku pikir dia itu usianya 17 tahun," Miko terkejut.

"Wah, enaknya punya wajah blasteran ya... " Angga berdecak kesal.

"Ehehe... gak kok, sebenar itu karena kharisma. Terlihat di depan mata jika perilaku Angga membuat anda terlihat dewasa. Meskipun Angga terlihat seperti orang lemah namun, sorot mata bapak membuat orang-orang berpikir Anda melebihi usia Anda..." Hibur Miko.

"Donny lebih santuh dan Elegan dariku!" ucap pemuda itu menujuk dirinya sendiri dengan wajah kesal.

"Ya, mukanya memang baby face.." puji Miko.

"Terserah," ucap Angga kesal.

"Tenang saja walaupun pak Donny wajahnya lebih tampan. Tira tetep sayangnya sama bapak kok..." kekeh Miko mengejek pekerjanya itu.

"Eh.. itu ah..." Wajah Angga memerah seperti buah strawberry. Kulitnya yang putih pucat itu berubah menjadi merah strawberry.

"Te.. tentu saja dia sayang padaku, Akukan temannya.." unjuk Angga bangga.

"Tira memang berpikir begitu, tapi apakah bapak berpikir demikian. Masa sih bapak berpikir demikian..." ejek Miko terkekeh.

"Ma... maksudnya!!" wajah Angga semakin memerah.

"Ya, masa sih tidak ada perasaan lebih..." pancing Miko pernasaran.

"Tidak, hanya teman. Saya sangat sadar bahwa jika, seandainya saya punya perasaan itu. Saya tidak akan pernah pantas untuk memilikinya. Tira adalah sosok orang yang terlalu indah untuk dimiliki oleh pecundang seperti saya..." lirih Angga.

"Tira itu kagum pada bapak, jika dia sudah pada usianya untuk jatuh cinta. Saya yakin bapak adalah orang pertama yang alan mengisi hatinya itu. Dan jika, bapak memberikan respon yang baik terhadap perasaannya. Saya yakin sekali, teramat sangat yakin. Bapak akan menjadi cinta terakhirnya..." hibur Miko.

"Hahaha.., umur saya ini berapa. Saya terlalu tua untuk Tira. Pasti Pak, Tirta akan murka kalau-kalau putri tunggalnya dicintai oleh duda miskin macam saya..." elak Angga.

"Mari taruhan! ka..."

"Cinta bukan suatu hal untuk ditaruhkan. Hal yang bisa kupastikan adalah, adalah... jika sampai Tira mengatakan padaku dia mencintaiku. Aku akan membalasnya, dan jika aku tahu sebelum dia mengatakannya padaku. Aku akan mengalihkan cinta itu..." tolak Angga tegas.

Mendengar pernyataan Angga, Miko tertegun. Miko melihat pandangan yang berbeda dari mata pria itu. Dan tersenyum kecil melirik ke arah pemuda itu.

"Mengapa di balas, katanya paman Tirta akan murka. Kok dibalas..." ejek Miko.

"Kamu benar Miko, Aku jatuh hati pada Tira..." ujar Angga.

"A.. apa!!?" Miko terkejut.