Beberapa saat kemudian gadis kecil itu tiba dirumah sakit. Tira lansung mendatangi ruang kerja Ayahnya. Akan tetapi, seperti yang selalu terjadi.
Bahwa ayah dari gadis kecil itu sedang sibuk menangani pasiennya. Akhirnya Tira memutuskan untuk menunggu ayahnya itu hingga dirinya selesai melakukan pekerjaan.
"Papa, papa, papa... Dokter macam apa yang sibuk di jam makan siang!" keluh Tira mulai yang bosan menunggu ayahnya.
Tira menunggu Ayahnya seharian dan akhirnya ketika dilihatnya lewat jendela ketika matahari sudah terbenam pria paru baya yang ditunggu-tunggu oleh gadis kecil itu pun datang.
"Tira! Sedang apa kamu disini sayang..." sapa sang Ayah dengan bajunya yang penuh darah.
Gadis kecil itu melihat ayahnya dengan wajah datar dan tatapan penuh penghakiman. Karena sebenarnya bukan sebuah hal yang mengagetkan bagi Tira melihat ayahnya dengan penampilan yang seperr itu.
"Terkadang aku bingung papa itu sebenarnya dokter, atau pemubunuh berantai," cibir Tira.
"Hahaha... tadi seorang pasien kecekalan mobil," sahut pria paru baya itu terkekeh mendengar ucapan putrinya.
"Ngomong-ngomong ada apa? putri berhargaku datang kemari!" tanya pria baru baya itu menggoda putrinya.
"Aku ingin bertanya apa yang papa tahu tentang Agres Mahesa!?" tanya Tira pada papanya itu.
Senyum pada wajah pria paru baya itu memudar dan dirinya menunduk sebentar sebelum dia kembali bertanya pada putrinya.
"Mengapa kamu ingin tahu?" tanya pria paru baya itu ragu.
"Beri tahu saja aku!" pinta Tira memaksa.
Pria paru baya itu menghela nafas lalu membaringkan tubuh di kursi empuknya.
"Keluarga Mahesa itu keluarga tercela, kamu tidak perlu tahu apa pun tentang mereka!" cetus pria paru baya itu.
Melihat ayahnya yang tampak cemas dan berbicara dengan nada yang sedikit tinggi padanya. Membuat Tira semakin pernasaran dan semakin ingin tahu tentang rahasia apakah yang disimpan oleh ayahnya itu.
"Katakan padaku papa!" pinta Tira.
"Tira, jika papa bilang tidak! Itu artinya tidak..." tegas pria paru baya itu.
"Aku bukan gadis yang gampang puas papa! Aku akan mencari informasi sebanyak mungkin untuk mengetahui apa yang ingin aku ketahu. Aku Dewa Ayu Athira Chandra dan aku tidak mengenal kata menyerah!" tandas Tira kesal.
"Tira!" Sang Ayah mulai kesal.
"Papa! Kau mengenalku kan papa," sahut Tira.
Pria paru baya itu menarik nafas panjang dan menatap putri semata wayangnya itu dengan lembut. Dia mencium kening gadis kecil itu dan megenggam tangan putrinya yang kecil dengan kedua tangannya.
"Sayang, papa lelah kita bicarakan nanti malam saja ya..." rayu pria paru baya itu pada putrinya.
"Aku tidak ingin esok, atau nanti malam. Aku meminta sekarang!" desak Tira memohon agar Tirta mau mendengarkannya.
"Aku... benar-benar lelah hoamm..." ujar pria paru baya itu dengan wajah mengantuknya.
Melihat wajah lelah ayahnya membuat Tira jadi tidak tega jika, terus memaksa ayahnya. akhirnya gadis kecil itu pun mengalah.
"Baiklah jika memang papa benar-benar lelah! Tidurlah pa, aku disini!" ucap Tira lembu pada ayah tersayangnya itu.
Pria paru baya itu memejamkan matanya dia dengan putrinya yang mengelus-elus lembut kepalanya.
"Maaf ya, sayang papa harus bohong, tapi ini demi kebaikkanmu. Akan berbahaya bagimu untuk mendengar semua hal itu. Papa tidak mau kamu kenapa-kenapa cintaku..." batin pria paru baya itu.
Beberapa saat kemudian pria paru baya itu pun tertidur. Putri kecilnya melihat wajah lelap ayahnya dengan tersenyum kecil.
"Aku tahu, papa berbohong.., tapi wajahmu benar-benar terlihat lelah aku hanya ngalah saja ya..." kekeh Tira.
Gadis kecil itu menunggu hingga langit jingga itu berubah menjadi biru tua. Pria paru baya itu terbangun dari tidurnya dan melihat putrinya yang menunggunya dengan wajah yang terpangku ditelapak tanganya.
"Tira kamu tidak menyerah ya..." ucap pria paru baya itu.
"Tidak, dan tidak akan pernah!" sahut Tira tersenyum.
"Baiklah sayang, papa akan ceritakan!" tutur pria paru baya itu.
"Sekarang! Di sini!?" Tira terkejut.
"Ya, seperti papa tidak punya pilihan lain!" jawab pria paru baya itu.
"Jawab aku siapa Agres Mahesa?" tanya Tira.
"Agres Mahesa adalah putra sulung dari Lauria Lorent dan Yuda Mahesa, kakaknya kandung dari om Angga kanu itu.." terang pria paru baya.
"Jadi dia itu kakak tirinya Om Angga..." seru Tira.
"Bukan, kakak kandungnya!" sahut pria paru baya itu.
"Bagaimana bisa? Om Angga bilang ibunya masih hidup. Sedangkan ibu dari Agres Mahesa itu sudah meninggal!" tanya Tira bingung.
"Yang masih hidup itu adalah istri kedua dari Yuda Mahesa, Chatila Wijaya. Wanita itu jahat dia sering menyiksa om kesayanganmu itu. Dan Agres ini sering bertengkar dengan wnaita itu..." ungkap pria paru baya itu.
"Lalu, mengapa Om Angga mengatakan ibunya masih hidup. Mengapa dia tidak bilang itu ibu tirinya. Dan kenapa dia tidak ingat apapun tentang Agres Mahesa!!?" tanya Tira pernasaran.
"Papa tidak tahu, tapi ada satu kebenaran untuk diketahui. Angga mengalami amesia akibat gangguan depresi yang dideritanya. Dan salah satu korban dari amesia itu adalah kakak kandungnya sendiri! Dia justru lebih mengingat adik tirinya itu!" terang pria paru baya itu.
"Aneh, kenapa bisa begitu papa! Lalu, Chatila Wijaya itu siapa dan kenapa dia berani mengusir Om Angga setelah Yuda Mahesa itu meninggal!!?" tanya Tira tidak puas.
"Wanita itu gila harta, dia ingin mengusai seluruh harta keluarga Mahesa. Jadi dia mengusir Angga. Karena Angga itu warisannya paling besar, kalau kamu ingin tahu semua tentang keluarga Mahesa! Papa akan menemanimu untuk menyelidiki semuanya. Aku mengalah!" sahut pria paru baya itu.
"Yang benar pa!!" seru gadis kecil itu memeluk ayahnya.
"Ya, aku bisa sakit kalau kau terus menyelediki tempat itu sendirian," ujar pria paru baya itu memeluk putrinya.
Akhirnya ayah dan anak itu pun pulang bersama ke rumah mereka. Sepanjang perjalan Ayah dan anak itu tertawa bersama menuju ke rumah mereka.
Pria paru baya itu tersenyum melihat putrinya yang tertawa lepas.
"Jadi kamu sejak kemarin terus melamun, karena memikirkan keluarga gila itu. Tira, kamu boleh peduli pada Angga, tapi jangan terlalu berlebihan. Papa membantumu karena, karena tidak mau saja kamu melakukan hal ini sendirian..." tutur pria paru baya itu pada putrinya.
"Aku tidak akan berjanji, tapi aku akan memastikan aku akan baik-baik saja. Apalagi aku melakukannya bersama dengan pahlawanku!!" sahut Tira tersenyum menggoda Ayahnya.
Pria baru baya itu tersenyum kecil mendengar jawaban dari putri kecilnya itu. Dia terkekeh dengan mendengar pujian dari putri tunggalnya itu, karena jarang-jarang Tira memujinya.
"Hahahaha..." pria paru baya itu tertawa.
Ayah dan putri itu pun saling berjanji dan bersalaman satu sama lain.
"Jangan pergi tanpa papa Tira, janji ya!!" cakap pria paru baya itu.
"Iya papa!!" jawab gadis kecil itu tersenyum.
Apakah mistery akan terungkap, atau justru mengantar pada mistery yang lain?
Hanya di tira dan Angga...