Chereads / Inilah Cinta. / Chapter 9 - Berpisah

Chapter 9 - Berpisah

Perselingkuhan itu adalah sebuah dosa yang tidak akan lepas dari seseorang. Apalagi mencintai seseorang kecuali istri/suami sendiri namun orang lain.

Ini adalah hal yang Rama alami. Ia berselingkuh dengan Kirana dan mengkhianati Sinta yang sangat mencintainya, hanya karena rasa cemburunya yang berlebihan.

Sore hari, Rama pergi menemui Kirana.

"Hai, ayo kita berangkat," kata Rama. Kirana hanya diam.

"Aku minta maaf, tadi aku sibuk, jadi terlambat."

"Tidak masalah, ayo kita pergi." Rama tersenyum. Mereka lalu berangkat untuk menonton film di bioskop.

Sementara itu, Sinta sedang menunggu Rama sambil duduk di kursi ruang tamu. Ia memikirkan kondisi Rama sekarang. Bagaimana kabarnya dan apa ia sudah makan?

2 jam berlalu, Sinta mulai menguap. Ia mengantuk karena sudah tidak kuat lagi membuka matanya. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB.

"Kenapa Rama belum pulang? Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya?" tanya Sinta cemas. Tiba-tiba Rama datang dan mengetuk pintu. Sinta berjalan membukakan pintu dan ia melihat Rama.

"Kau dari mana?"

"Bekerja, lalu apa?" Sinta menunduk.

"Oh ya Tuhan, aku lelah sekali. Sudah ya, aku istirahat dulu. Sampai jumpa!" Rama pergi meninggalkan Sinta.

"Tunggu!" cegah Sinta. Rama berbalik.

"Ada apa?"

"Aku ingin bertanya padamu apa boleh?" pinta Sinta.

"Dengar Sinta, aku sangat lelah, lebih baik kita mengobrol besok pagi," tolak Rama sambil menguap.

"Apa kau sudah makan?"

"Sudah, dan sekarang aku ingin tidur, okay?" Rama lalu pergi meninggalkan Sinta. Sinta memutar matanya malas.

Keesokan paginya, Rama dan Kirana sedang berbelanja di minimarket. Kebetulan Tiara juga ada di sana. Ia terkejut melihat Rama sedang bercanda dan bermesraan dengan seorang wanita selain Sinta. Mereka terlihat sangat akrab lebih dari teman. Tiara yang melihat hal itupun langsung merekam pembicaraan Rama dan Kirana. Kemudian pergi menemui Sinta.

"Sinta, tadi aku melihat Rama sedang berbelanja di mal bersama dengan seorang wanita, mereka terlihat sangat akrab," jelas Tiara. Sinta yang mendengar perkataan Tiara itupun terkejut. "Apa?!"

"Kalau kau tidak percaya, kau bisa melihat video ini," kata Tiara sambil menunjukkan rekaman tadi pada Sinta. Sinta melihat video tersebut dan terkejut. Ia tidak percaya kalau Rama akan berbuat seperti ini di belakangnya.

Tiara merangkul Sinta dan mengelus bahunya.

"Kau tenang saja. Semoga ini tidak seperti kita pikirkan. Dengar, ketika Rama pulang nanti, kau jangan terbawa emosi dan bertanya dengan baik-baik," nasihat Tiara. Sinta mengangguk.

Sore hari, Rama pulang ke rumah. Sinta menghampirinya.

"Hai, apa kau butuh sesuatu?" Rama menggeleng.

"Tidak." Sinta tersenyum.

"Oh ya, aku sudah menyiapkan makan malam."

"Baik, nanti aku ke sana. Sekarang aku mau mandi."

"Baik, cepat ya. Aku menunggumu."

"Hmm." Rama lalu pergi ke kamar mandi dan mandi. Sedangkan Sinta hanya diam menunggu Rama di ruang makan sambil membayangkan video tadi.

Tidak lama kemudian, Rama datang dan duduk di kursinya sambil memakan ayam goreng yang ada di piring.

Sinta menatap Rama.

"Rama, jika kau tidak keberatan, apa boleh aku bertanya sesuatu padamu?" pinta Sinta.

"Apa?"

"Apa benar tadi pagi kau pergi berbelanja dengan seorang gadis?" tanya Sinta. Rama mengangguk.

"Iya," jawabnya singkat.

"Ngomong-ngomong siapa dia? Kelihatannya dia terlihat akrab denganmu?"

"Dia Kirana, temanku. Tadi aku hanya mengantar dia berbelanja."

"Tapi kenapa harus kau? Kan masih ada banyak kendaraan umum lainnya seperti angkot?" tanya Sinta. Rama menatap Sinta tajam.

"Aku tidak mengerti kenapa kau bertanya semua ini padaku. Apa kau curiga kalau aku berselingkuh?!" tanya Rama dengan nada tinggi. Sinta menunduk.

"Aku hanya bertanya, aku tidak pernah berpikir kalau kau akan selingkuh," jawab Sinta sambil meneteskan air mata. Rama tersenyum kecil menghampiri Sinta dan merangkulnya. "Sinta, kau harus percaya pada cintamu. Aku tidak pernah mengkhianatimu, tadi aku hanya menemani temanku belanja. Tidak lebih dari itu," jelas Rama berbohong. Sinta tersenyum kecil dan mengusap air matanya itu. Rama memeluk Sinta.

Keesokan paginya, Rama sedang makan di warung Kirana. Wajahnya terlihat kesal dan murung. Kirana datang menghampiri Rama dan duduk di sampingnya, lalu bertanya, "Hai, ada masalah apa?"

Rama hanya diam sambil menggeleng.

"Tidak ada apa-apa."

"Jangan bohong. Kalau tidak ada masalah, lalu kenapa wajahmu terlihat murung?" Rama menunduk dan mengembuskan napasnya.

"Emmm, sebenarnya...." Rama lalu menceritakan kejadian kemarin malam pada Kirana.

"Dan sekarang, Sinta sudah mulai curiga tentang hubungan kita. Apa yang harus kulakukan?" tanya Rama cemas. Kirana tersenyum.

"Dengar, aku ada ide supaya kalian bisa damai kembali dan dia tidak mencurigai mu," ujar Kirana sambil merangkul Rama. Rama menatap Kirana.

"Bagaimana?"

"Mendekatkan, akan ku beritahu..." Rama lalu mendekat pada Kirana dan Kirana pun membisikan sesuatu di telinga Rama.

"Bagaimana, apa kau setuju?" Rama tersenyum mengangguk.

"Aku setuju, terimakasih doanya," ucap Rama. Kirana tersenyum.

"Dengan senang hati."

Keesokan paginya, Sinta terbangun dari tidurnya. Ia melihat jam dinding jam menunjukkan pukul 07.45 WIB.

Sinta yang melihat hal itu pun kaget karena tahu jika ia bangun dan tidak memasak sarapan. Sinta lalu beranjak dari ranjangnya dan bergegas ke dapur.

Ketika tiba di dapur, Sinta melihat Rama sedang memotong wortel. Sinta datang menghampiri Rama. Sinta menghampiri Rama.

"Selamat pagi," sapa Rama yang melihat Sinta datang. Sinta tersenyum

"Pagi."

"Maaf, aku tadi bangun kesiangan sehingga belum memasak sarapan," lanjut Sinta. Rama tersenyum.

"Tidak masalah, silahkan duduk di ruang makan. Sebentar lagi matang."

"Tapi---"

"Tidak ada tapi-tapi an. Pagi ini biar suamimu yang memasak sarapan. Jadi sekarang kau pergi dan istirahatlah," ujar Rama.

"Maaf aku salah. Maksudku, kau bisa menonton televisi, atau apa. Yang penting kau jangan tidur. Atau kalau tidak, makanan ini akan dingin. Dan jika makanan ini dingin maka kau tidak mau makan. Dan jika kau tidak mau makan, maka cacing yang ada di perutmu akan menangis kelaparan," jelas Rama terkekeh. Sinta menggelengkan kepalanya.

"Jangan konyol." Ia lalu pergi ke meja makan untuk sarapan.

"Bagaimana rasanya?"

"Lumayan."

"Hmmm, ngomong-ngomong apa kau masih marah padaku?" tanya Rama. Sinta menatap Rama sambil tersenyum menggelengkan kepalanya.

"Tidak, memangnya ada apa?"

"Oh, aku minta maaf atas kejadian semalam. Aku tidak bermaksud---"

"Sudah, jangan bahas masalah itu lagu. Aku sudah memaafkanmu kok. Kau jangan cemas," potong Sinta. Rama tersenyum.

"Terimakasih Sinta, kau memang istriku yang sangat baik," ucap Rama. Sinta hanya diam sambil tersenyum.

Keesokan harinya....

"Bagaimana? Apa berhasil usahamu kemarin?" tanya Kirana pada Rama saat di taman. Rama mengangguk.

"Iya. Sekarang dia tidak curiga lagi padaku."

"Itu berarti dia masih percaya kalau kau masih mencintainya?"

"Tentu saja. Tapi kau jangan khawatir, karena aku hanya mencintai dirimu saja," ucap Rama lalu mengecup punggung tangan Kirana. Kirana tersenyum.

"Aku juga mencintaimu, Rama," balas Kirana.

Sinta hendak pulang setelah berbelanja sayuran di pasar. Tanpa disengaja, ia melihat Rama sedang mencium tangan Kirana dan terkejut. Ia tidak percaya kalau Rama akan berselingkuh dan mengkhianati cintanya. Sinta menghampiri Rama dan Kirana.

Rama yang melihat Sinta datang itupun terkejut, begitupula dengan Kirana.

Raut wajah Sinta terlihat sangat kesal. Hatinya terluka bagaikan ditusuk seribu jarum. Rama berdiri memegang bahu Sinta.

"Sinta, aku bisa menjelaskan semua ini, ini hanya---" Sinta menyingkirkan tangan Rama dengan kasar karena marah.

"Jangan pernah berani menyentuhku atau bahkan berbicara padaku!" pinta Sinta.

"Tidak bisa kubayangkan kalau kau akan melakukan hal rendah seperti ini," lanjutnya kemudian pergi berlari meninggalkan Rama dan Kirana sambil menangis.

Rama dan Kirana hanya terdiam, tidak tahu harus berkata apa.

Malam hari, Sinta sedang berdiri di samping jendela sambil memikirkan kejadian tadi siang. Rama menghampiri Sinta.

"Sinta, aku tahu hatimu terluka. Tapi aku juga tidak bermaksud mengkhianatimu, semuanya terjadi tiba-tiba. Awalnya aku juga tidak menyukai Kiran," jelas Rama. Sinta menatap Rama dengan tajam.

"Jangan coba-coba untuk berbohong padaku. Aku tahu alasannya kau selingkuh sama Kirana!"

"Karena apa?!"

"Karena kau membenciku! Karena kau cemburu hanya karena pangkat ku lebih besar darimu dan bersikap dingin padaku. Dan akhirnya kau jatuh cinta pada pada Kirana karena dia lebih baik dariku," jawab Sinta.

"Hentikan omong kosong ini! Aku tidak pernah menyukai Kiran!" bantah Rama.

"Kalau tidak suka, bagaimana kau bisa selingkuh dan menghabiskan waktu bersamanya?" tanya Sinta. Rama hanya diam, tidak menjawab pertanyaan Sinta.

Sinta lalu pergi ke kamar dan tidur.

Keesokan paginya, Sinta masih merasa frustasi atas kejadian kemarin dan merasa kesal pada Rama.

Karena patah hati, Sinta pun memutuskan untuk pergi dari rumah selamanya.

Rama yang melihat Sinta mengemasi semua barang-barangnya dan memasukkan pakaiannya ke kopor pun bertanya, ''Kau mau ke mana?"

"Pergi."

"Iya, aku tahu itu. Tapi ke mana?"

"Kemana saja, tapi tidak di sini."

"Apa itu berarti kau akan pergi meninggalkanku?" tanya Rama. Sinta menghembuskan napasnya kasar dan mengangguk.

"Iya."

"Jangan bodoh. Kau tahukan aku tidak bisa hidup tanpamu, Sinta."

"Kalau begitu, anggaplah aku sudah tiada!" Rama yang mendengar perkataan Sinta terkejut.

"Apa maksudmu?"

"Kau tahu, saat aku mencoba untuk tetap mencintaimu dan bertahan tinggal bersama mu, kau justru senang menghabiskan waktu bersama wanita lain dan bersikap dingin padaku..." jelas Sinta sambil meneteskan air matanya.

"Sinta, aku tahu aku salah. Aku minta maaf. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi. Tapi aku mohon jangan tinggalkan aku," pinta Rama. Sinta memutar bola matanya malas.

"Sudah berapa kali kau bicara seperti itu, tapi kau tidak pernah menepati janjimu itu. Sekarang biarkan aku pergi." Rama terdiam, ia ingin sekali mencegah Sinta pergi, namun tidak sanggup.

Tanpa basa-basi, Sinta lalu mengemasi barang-barangnya dan hendak pergi dari rumah, tapi saat ia membuka pintu, ia terkejut melihat Rangga dan seluruh keluarga datang ke rumah.

"Ayah?" Rangga tersenyum.

"Iya, emm kenapa kau menangis?" tanya Rangga yang melihat mata Sinta berkaca-kaca. Sinta tersenyum menggeleng.

"Tidak ada apa-apa." Rama menghampiri Rangga dan Sinta.

"Rama, kenapa istrimu menangis? Apa kau habis memarahinya?" Rama menggeleng.

"Tidak ayah, oh ya ayah, ibu, kakak, mari masuk." Semua tersenyum kemudian masuk ke dalam.

Mengetahui keluarga yang menginap di rumah, Sinta membatalkan niatnya untuk pergi.

Malam hari, Sinta sedang memasak di dapur.

"Sinta, mulai sekarang keluarga kita akan tinggal di sini selama beberapa hari. Aku mohon, jangan tunjukkan kekesalan mu pada mereka, dan kita harus tetap bisa berpura-pura saling mencintai, agar hati mereka bisa tenang. Aku tidak mau keluargaku ikut cemas hanya karena masalah kita..." jelas Rama. Sinta menunduk sambil memotong wortel. Dadanya terasa sesak, matanya berkaca-kaca.

"Ingat Sinta, masalah ini kita yang buat, jadi kita juga yang harus menyelesaikannya, bukan orang lain, termasuk keluarga kita sendiri," lanjut Rama. Sinta mengangguk pelan.

Rama pergi meninggalkan Sinta.

Setiap hari, Sinta harus menahan luka dan sakit hati dengan berpura-pura mencintai Rama begitupula sebaliknya.

Keesokan paginya, Sinta pergi ke kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya karena tidak sanggup menahan rasa sakitnya itu.

Rangga datang ke kamar Rama dan Sinta, ia hendak mengobrol dengan Rama.

_Tok tok tok_

Sinta yang mendengar ketukan pintu itupun mengusap air matanya dan bergegas membuka pintu. Ia melihat Rangga datang.

"Sinta sayang, apa Rama ada di kamar?" tanya Rangga sambil melihat sekeliling kamar.

Sinta menggeleng.

"Tidak ayah, ia masih bekerja," jawab Sinta pelan. Ia menunduk.

Rangga melihat Sinta khawatir menepuk bahu Sinta. "Ada masalah apa?"

Sinta menggeleng.

"Tidak ada apa-apa ayah. Aku baik-baik saja."

"Jangan bohong, kalau tidak ada masalah, lalu kenapa kau terlihat khawatir?" tanya Rangga.

"Jika kau memiliki masalah yang tidak bisa kau selesaikan, jangan ragu untuk curhat pada ayah. Mungkin ayah bisa membantumu." Sinta mengembuskan napasnya berat.

"Emmm, ayah sebenarnya..." Sinta lalu menceritakan apa yang ia alami pada Rangga.

Rangga berusaha menenangkan Sinta dan menegur Rama untuk tidak menjadi orang yang egois, namun Rama hanya diam.

Rama pergi menemui Sinta dan memarahinya, "Sinta, kenapa kau menceritakan masalah kita pada ayah? Apa kau ingin menyebarkan aib kita sendiri?!"

"Aku tidak ingin menyebar aib kita, aku hanya mengutarakan masalahku pada ayah," jawab Sinta.

"Hmmm, jadi kau hanya peduli dengan masalahmu?" tanya Rama.

"Jika iya kenapa?" jawab Sinta singkat.

"Kau juga dulu sering bersikap dingin dan tidak peduli padaku," lanjutnya.

Rama terdiam.

"Sekarang biarkan aku pergi," pinta Sinta pada Rama, namun tidak dijawab oleh Rama. Ia pun pergi sambil membawa kopornya.

"Tunggu!" cegah Rama. Sinta berbalik menatap Rama. "Ada apa?"

"Jika kau ingin pergi dari sini untuk selamanya, aku tidak akan melarang mu, tapi tanda tangani formulir ini dulu dan jangan pernah kembali lagi," jelas Rama sambil memberikan formulir surat cerai pada Sinta. Sinta menerima formulir tersebut.

"Baiklah, jika ini adalah keinginan mu, aku akan menandatanganinya," jawab Sinta lalu menandatangani formulir tersebut dan memberinya pada Rama.

"Aku pergi, selamat tinggal," ucap Sinta. Ia pergi meninggalkan Rama. Rama hanya diam dan melempar formulir itu ke lantai karena kesal.

Sementara di luar, Sinta berbalik dan melihat rumah sambil mengenang kenangannya bersama Rama dulu kemudian pergi.