Chereads / Inilah Cinta. / Chapter 12 - Bertemu kembali

Chapter 12 - Bertemu kembali

Ketika di jalan, Rama bertanya pada Aman, "Emm, ngomong-ngomong kau mau kemana?"

"Ke restoran pacarku. Kau tahu tuan? Dia itu pandai sekali memasak. Makanan yang dia masak semuanya enak!" Rama tersenyum mengangguk pelan.

"Hari ini ia berhasil memiliki restoran sendiri. Ini adalah hari yang sangat istimewa bagi dirinya dan aku. Sekarang ada acara pembukaan restorannya. Namun sayangnya, aku terlambat. Aku harap dia tidak merasa cemas," jelas Aman.

"Jika seandainya kau terlambat atau bahkan tidak datang, apa dia akan marah?" Aman tersenyum menggeleng.

"Tidak. Dia gadis yang baik dan tidak mudah marah. Lagipula ini hari yang sangat berharga untuk kami, mana mungkin aku tidak datang?"

Rama tersenyum. "Pacarmu sangat baik, kau beruntung bisa memilikinya," ucap Rama.

Aman tersenyum menunduk.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di restoran yang dimaksud Aman, Aman berterimakasih pada Rama karena sudah mau mengantarkannya dengan senang hati dan selamat.

Rama hanya diam dan tersenyum, kemudian pergi meninggalkan Aman.

Aman menghampiri Sinta.

Sinta menatap Aman dan bertanya, "kau dari mana saja? Kenapa bisa terlambat seperti ini?"

"Maaf, tadi motorku mogok di tengah jalan."

"Tidak masalah."

"Jadi ayo kita mulai acaranya." Aman memberikan gunting pada Sinta. Sinta pun memotong pita merah yang ada di depan pintu tersebut. Semua orang bertepuk tangan kemudian mengucapkan selamat. Sinta tersenyum.

Keesokan paginya, hari ini Rama bertemu kembali dengan Aman untuk rapat tentang proyek yang akan dibuat.

"Jadi bagaimana? Kau setuju?" tanya Rama. Aman tersenyum.

"Tentu saja pak." Rama tersenyum.

"Emm entah kenapa aku merasa lapar. Apa kita bisa makan bersama?" pinta Rama.

"Tentu."

"Tapi di mana?"

"Bagaimana kalau di restoran pacarku? Sekalian kau bisa mencicipi makanan buatannya. Aku yakin kau pasti akan sangat menyukainya..." jelas Aman. Rama memandang Aman dan tersenyum.

"Oh ya?"

"Tentu, aku tidak berbohong." Aman mengajak Rama makan bersama di restoran Sinta.

"Ngomong-ngomong siapa nama pacarmu?" tanya Rama sambil memakan makanannya. Seketika dia mengingat Sinta dan merasa jika makanan ini adalah buatan Sinta. Rama terdiam.

"Ada apa pak? Kau terlihat cemas?" Rama tersenyum menggeleng.

"Tidak, sebenarnya aku sangat menyukai makanannya. Kalau kau tidak keberatan, boleh kah aku mengajakmu makan bersama di rumahku? Aku ingin memesan makanan buatan pacarmu itu. Sekalian, apa boleh aku bertemu dengannya?" pinta Rama. Aman tersenyum.

"Tentu saja pak."

"Tidak jangan panggil aku pak, aku merasa tua saat kau memanggilku pak. Aku ini masih muda. Kau bisa memanggilku Rama, itu saja." Aman tersenyum.

"Baiklah."

"Terimakasih banyak," ucap Rama.

"Dengan senang hati."

Sore hari, Aman datang menemui Sinta di dapur.

"Sinta, aku tadi bertemu dengan seseorang."

"Lalu? Dia mengajakmu makan bersama?" Aman memandang Sinta.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku hanya menebak."

"Mmmm... Dia menyukai masakanmu. Dan ketika memakan masakanmu, dia berkata padaku bahwa masakanmu mengingatkannya pada seseorang." Sinta yang sedang memotong wortel itupun terkejut dan mulai memikirkan Rama.

"Terus dia ingin memesan makananmu dan mengajak kita makan bersama di rumahnya, apa kau keberatan?" Sinta tersenyum menggeleng.

"Tidak sama sekali. Aku justru senang bisa bertemu dengan temanmu itu."

Aman tersenyum.

Keesokan paginya, Aman dan Sinta pergi menemui Rama di rumahnya untuk mengantarkan makanan yang Rama pesan kemarin.

Sedangkan Rama duduk di sofa sambil membaca koran.

Tiba-tiba ada orang yang membunyikan bel rumah. Ia pun bergegas untuk membukakan pintu.

Saat membuka pintu, Rama terkejut melihat Sinta datang ke rumahnya bersama Aman. Begitupula Sinta, ia terkejut bahwa Rama adalah orang yang memesan makanannya.

Rama dan Sinta saling berpandangan.

Sinta menundukkan tatapannya.

"Mari masuk." Aman tersenyum. Mereka lalu duduk di ruang tamu.

"Jadi dia pacarmu?" tanya Rama pada Aman. Aman tersenyum memegang tangan Sinta. "Iya, dia adalah pacarku." Rama menunduk.

"Oh ya, ini pesananmu," kata Aman sambil memberikan bungkus makanan pada Rama.

"Terimakasih. Oh ya, kalian perlu sesuatu?"

"Tidak." Rama menatap Sinta.

"Apa kau ingin minum teh?" tanya Rama pada Sinta. Sinta menggeleng.

"Aku tidak haus."

"Ayolah, kalian ini kan tamu. Jadi aku akan melayani kalian. Lagipula kita kan ingin makan bersama?" ucap Rama sambil tersenyum.

"Emmm." Rama pergi ke dapur untuk membuat teh setelah itu, ia kembali ke ruang tamu.

"Ini silahkan diminum," katanya sambil menaruh gelas di meja. Aman dan Sinta meminum teh tersebut.

"Wah, tehnya enak sekali!" puji Aman.

"Ngomong-ngomong, makanan buatannya sangat enak dan mengingatkanku pada temanku."

"Oh ya? Siapa?"

"Sahabatku. Dia adalah gadis tercantik di dunia," jawab Rama. Sinta diam menunduk.

"Namun dia tidak lebih cantik daripada pacarku ini," bantah Aman sambil menatap Sinta dan tersenyum. Rama menggeleng.

"Tidak, kau salah paham. Dia adalah sahabatku, Sinta."

"Apa?"

"Jadi kalian sudah saling kenal?" Rama mengangguk.

"Tapi kenapa kalian tidak menyapa satu sama lain dan hanya diam? Kalian kan sahabat?"

"Tidak, aku hanya gugup dan bingung, mau menyapanya dengan cara apa. Emm, bagaimana kabarmu Sinta? Apa kau bahagia?" Sinta tersenyum.

"Tentu saja, Aman adalah orang yang baik." Rama menunduk.

"Kalau kau, apa kau bahagia?"

"Tentu saja, karena kau bahagia."

"Ini sudah siang. Aku harus bekerja," kata Sinta sambil melihat jam tangannya.

"Emm, maaf Rama. Kami harus pergi."

"Tidak masalah, senang bertemu kalian." Aman dan Sinta tersenyum.

"Senang bertemu denganmu, oh ya sampai jumpa," ucap Aman.

"Sampai jumpa." Aman dan Sinta lalu pergi meninggalkan Rama. Sedangkan Rama hanya diam memandang Sinta dari belakang. Ia merasa senang bisa bertemu kembali dengan Sinta, tapi ia juga cemburu melihat kedekatan Aman dan Sinta. Secara tidak sadar, Rama yang dulu selalu ceria dan ramah berubah menjadi pendiam dan egois.

Bukan... bukan karena ia sudah tidak peduli dengan teman atau keluarganya. Tapi karena ia sangat merindukan Sinta, sahabatnya sekaligus cintanya. Dari dulu sampai sekarang hanya Sinta yang bisa membuatnya tersenyum bahagia karena kepolosannya atau tingkah lucunya itu. Tapi sekarang, Sinta sudah pergi meninggalkannya dan tinggal bersama pria lain yang lebih baik darinya sehingga membuatnya cemburu dan kesepian.

Rama sekarang menyadari kesalahannya dulu karena mengkhianati kepercayaannya Sinta dengan berselingkuh hanya karena rasa cemburunya.

Setiap malam, Rama selalu mendoakan Sinta agar dia bahagia baginya, doa adalah satu-satunya cara untuk mencintai tanpa harus memiliki.

Keesokan harinya, Rama dan Sinta duduk bersama dan mengobrol.

"Emm, ngomong-ngomong kau sudah banyak berubah, sekarang kau menjadi koki terkenal dan memiliki pacar," ujar Rama. Sinta tersenyum menunduk.

"Kau juga banyak berubah menjadi pendiam dan sedikit bicara, kenapa?" tanya Sinta pada Rama. Rama tersenyum menggeleng.

"Tidak. Sebenarnya dulu aku memiliki sahabat yang sangat baik. Dia adalah satu-satunya teman yang tetap setia mendampingiku saat aku bahagia ataupun kesusahan. Dan dia adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku tersenyum." Sinta menunduk. Ia mengingat persahabatannya dengan Rama dulu. Dan Sinta merasa bahwa teman yang dimaksud Rama tadi adalah dirinya. Namun ia hanya diam.

"Tapi sekarang ia sudah pergi meninggalkanku dan membuatku merasa kesepian. Itu sebabnya aku memilih diam."

"Sudah jangan bersedih. Kau tidak sendiri, aku bersamamu," hibur Sinta.

"Tapi sekarang kau adalah milik orang lain."

"Lalu kenapa? Meski aku milik orang lain, tapi aku akan tetap menjadi sahabat yang baik untukmu.." jelas Sinta.

"Emm."

"Oh ya, bagaimana dengan Kirana? Apa kalian sudah menikah?" Rama menggeleng.

"Belum. Kami baru berencana untuk itu. Lagipula aku juga belum siap untuk menikah."

"Kenapa?"

"Karena aku masih mencintaimu." Sinta menatap Rama dengan bingung dan terkejut.

"Apa?!"

"Iya Sinta. Aku masih mencintaimu, sama seperti dulu." Sinta terkejut mendengar ucapan Rama, ia tidak yakin kalau Rama akan tetap mencintainya meski sudah lama berpisah.

"Sudah, lupakan ucapanku tadi. Itu tidak ada artinya untukmu. Karena cinta Aman lebih berarti daripada cintaku bukan?" Sinta terdiam mengalihkan pandangannya.

"Apa kau tahu? Kemarin aku menabrak seorang wanita dan tanpa sengaja gelangnya tertinggal di sakuku. Apa kau tahu ini gelang siapa?" tanya Rama pada Sinta sambil menunjukkan gelang tangan berwarna merah muda itu pada Sinta.

"Oh ini punyaku. Sudah hampir sebulan aku mencarinya. Alhamdulillah tidak hilang." Rama tersenyum.

"Terimakasih," ucap Sinta sambil tersenyum.

"Dengan senang hati," balas Rama.

Malam hari, Sinta tidak bisa tidur. Ia berulang kali bolak-balik ke kanan atau ke kiri tapi tetap tidak bisa tidur. Sinta berusaha memejamkan matanya, namun tidak dapat tidur juga.

Ia justru semakin gelisah memikirkan Rama dan mengingat ucapannya tadi bahwa Rama masih mencintainya.

Karena gelisah, Sinta pun shalat dan berdoa.

"Ya Allah, hari ini hamba bertemu dengan Rama di taman. Dia berkata bahwa ia masih mencintai hamba. Hamba tidak tahu ucapannya itu benar atau salah, tapi hamba merasa jika Rama berkata jujur. Ya Allah, jika memang benar Rama masih mencintai hamba, hamba mohon ampunilah dosa yang ia lakukan dulu. Dan satukanlah kami kembali," pinta Sinta pada Allah dalam doanya.

Setelah berdoa, hati Sinta menjadi lebih tenang seakan kebahagiaannya yang dulu hilang telah kembali.

"Meskipun tidak sedang bersama, Rama dan Sinta masih tetap saling mencintai dengan mendoakan satu sama lain secara diam-diam.