Chereads / Inilah Cinta. / Chapter 8 - Perselingkuhan

Chapter 8 - Perselingkuhan

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Rama saat dokter selesai memeriksa Kirana (gadis tadi). Pak dokter tersenyum.

"Dia baik-baik saja. Oh ya, ini vitamin untuknya agar ia bisa kembali sehat." Dokter tersebut memberikan vitamin berupa pil kepada Rama.

"Terimakasih banyak Dok."

Rama lalu pergi meninggalkan pak Dokter bersama Kirana.

"Ngomong-ngomong terimakasih, sudah mau mengantarku ke dokter," ucap Kirana. Rama tersenyum.

''Sudahlah, inikan sudah menjadi tanggung jawabku," jawab Rama.

"Aku pergi dulu ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam." Rama berjalan meninggalkan Kirana sedangkan Kirana hanya diam dan tersenyum memandangi Rama.

Malam hari, Sinta menghampiri Rama dan duduk di sampingnya.

"Rama, setelah lama aku berpikir, aku memutuskan untuk kembali ke rumah kita yang dulu. Apa kau setuju?" Rama menatap Sinta dan tersenyum.

"Ide yang bagus! Lagipula aku juga bosan berada di sini. Jadi tidak ada salahnya kita kembali ke rumah untuk refreshing. Lagian inikan hanya untuk beberapa hari?" ujar Rama. Sinta menggeleng.

"Bukan beberapa hari, tapi untuk selamanya." Rama yang mendengar perkataan Sinta terkejut.

"Apa? Selamanya? Untuk apa?"

"Aku rasa, kita sering bertengkar hanya karena masalah kecil. Jadi, aku ingin kita pindah dari sini dan kembali ke rumah kita yang dulu. Tempat tinggal kita saat pertama kali kita menikah. Dan aku ingin dengan cara ini, semoga pertengkaran kita berakhir, dan kita kembali saling mencintai seperti dulu," jelas Sinta. Rama mengangguk pelan dan tersenyum.

"Baiklah, aku setuju tinggal bersamamu," jawab Rama. Sinta tersenyum.

Walaupun sekarang mereka tinggal bersama dan tidak ada siapapun kecuali Rama dan Sinta. Namun, hubungan mereka tidak pernah membaik dan semakin hancur karena sikap dingin Rama pada Sinta.

Sinta tidak menyerah, ia tetap berusaha agar pertengkarannya dengan Rama bisa berakhir untuk selamanya.

Keesokan paginya, Rama pergi ke warung untuk membeli beras, tanpa disengaja ia bertemu Kirana. Kirana tersenyum dan menyapa Rama, "Hai."

"Hai juga," balas Rama.

"Ngomong-ngomong kenapa kau di sini?" tanya Kirana.

"Hanya berlibur dengan istriku." Kirana mengangguk pelan.

"Oh."

"Dah ya, aku pergi dulu," pamit Rama.

"Baik."

Diam-diam Kirana mulai menaruh perasaan pada Rama. Entah karena ketampanannya, atau kekayaannya. Yang jelas, ia seperti sedang jatuh cinta pada Rama dan sangat menyukai semua hal tentangnya.

Hari demi hari berlalu, Kirana sedang jalan-jalannya di taman dan dia bertemu dengan Rama.

"Hai," sapa Rama. Kirana tersenyum.

"Hai juga."

"Hmm, bagaimana kalau kita jalan-jalan bersama?" pinta Kirana. Rama tersenyum.

"Tentu saja, mari." Mereka pergi jalan-jalan bersama. Setelah itu, Rama dan Kirana duduk di sebuah bangku sambil mengobrol bersama.

"Sudah hampir tiga kali kita bertemu, tapi aku dan kau belum tahu nama satu sama lain. Perkenalkan, namaku Kirana, kalau anda?" ucap Kirana sambil mengulurkan tangannya. Rama membalas uluran tangan tersebut.

"Aku Rama." Kirana tersenyum.

"Nama yang bagus!" pujinya.

"Terimakasih, ngomong-ngomong namamu juga indah."

"Emm, kalau kau tidak keberatan, apa aku boleh menjadi temanmu?" pinta Kirana. Rama mengangguk sambil tersenyum.

"Dengan senang hati," jawab Rama.

"Berarti mulai sekarang kita berteman?" tanya Kirana. Rama mengangguk.

"Tentu saja."

"Senang berteman denganmu," ucap Kirana. Rama tersenyum.

"Aku juga. Senang berteman denganmu," balas Rama.

Sejak Rama dan Kirana berteman, mereka sering menghabiskan waktu bersama dan mulai saling mengenal. Mereka menjadi sahabat dekat.

Awalnya, saat pertama kali ia bertemu dengan Kirana, Rama merasa biasa saja. Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai merasa nyaman ketika bersama Kirana, seakan penderitaan dan kegelisahannya selama ini lenyap dengan begitu mudah.

Sementara di sisi lain, Sinta semakin khawatir dan takut kalau Rama akan berhenti mencintainya dan pergi meninggalkannya.

Keesokan paginya, Sinta datang membawa semangkuk makanan ke ruang makanan dan menyajikannya di piring Rama.

Rama tersenyum.

"Wah pagi ini indah ya! Apalagi udaranya masih dingin dan sejuk." Sinta tersenyum. Rama memakan makanannya.

"Wow, makananmu ini juga sangat enak! Saya suka saya suka," kata Rama seperti gaya Mei-mei di serial kartun Upin Ipin.

Sinta tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya mendengar perkataan Rama.

"Oh ya, sepertinya ada yang kurang, sebentar akan ku beri sedikit sambal supaya pedas sedikit, kau tahukan aku tidak suka manis-manis." Rama lalu memasukkan beberapa sendok sambal ke piringnya. Saat mengunyah makanan tersebut, Rama merasakan ada sesuatu yang panas di lidah hingga kepalanya, seperti kepedasan. Mungkin karena ia hanya menatap Sinta sehingga tidak fokus dengan sambal yang ia masukkan di makanannya.

"Oh tidak! Ini pedas sekali," ujar Rama sambil megap-megap.

"Sinta, aku minta airnya sedikit." Sinta mengangguk, ia segera memasukan aid putih ke dalam gelas dan Rama langsung meminumnya.

Sinta hanya diam dan menggelengkan kepalanya.

"Rama, kau tadi kenapa?'' tanya Sinta yang dari tadi heran dan bingung melihat tingkah laku suaminya itu.

Rama memandang Sinta dan bertanya baik, "Ada apa? Aku baik-baik saja kok, kau jangan cemas."

"Bukan itu maksudku."

"Lalu apa maksudmu?"

"Dari tadi kau bertingkah aneh, kau sehat 'kan?"

"Apa? Kau mau bilang aku tidak waras begitu?" Sinta menggeleng.

"Tidak, aku hanya heran dengan sikapmu tadi. Tidak biasanya kau memuji masakanmu dan terlalu bersemangat seperti ini. Biasanya kau hanya diam dan bersikap dingin padaku..." jelas Sinta. Rama tersenyum.

"Sinta, aku minta maaf kalau aku membuat hatimu terluka. Aku tadi hanya ingin mencoba untuk berbaikan denganmu. Tidak salah 'kan kalau suami memuji makanan buatan istrinya sendiri?" jawab Rama. Sinta hanya diam. Rama memandangi jam tangannya. Waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB.

"Sudah ya, aku harus pergi bekerja. Sampai nanti, assalamualaikum," pamit Rama.

"Waalaikumusalam." Rama lalu meninggalkan Sinta dan bergegas pergi ke kantor untuk bekerja.

Sore hari, Rama pulang ke rumah setelah bekerja. Di jalan, ia bertemu dengan Kirana. Kirana yang melihat Rama pun melambaikan tangannya dan tersenyum. Rama menghampirinya.

"Hai, Rama." Rama tersenyum.

"Hai juga."

"Kau habis dari mana?" tanya Kirana pada Rama.

"Dari kantor. Oh ya ampun! Aku lapar sekali." Rama memegangi perutnya.

"Emm ini untukmu," kata Kirana sambil memberikan kotak makan berisi sayuran kentang pada Rama. Rama tersenyum menggeleng.

"Tidak terima kasih."

"Jangan menolak. Aku tahu kau lapar, jadi aku ingin memberimu makanan ini."

"Baiklah kalau kau memaksa, aku akan memakannya," pungkas Rama lalu memakan bekal yang Kirana berikan tadi.

Kirana hanya memandangi Rama sambil tersenyum.

"Emmm, ngomong-ngomong masakanmu ini enak!" puji Rama sambil memakan sesendok nasi. Kirana tersenyum.

"Terimakasih."

"Oh ya, bagaimana kalau besuk, setiap jam istirahat kantor, aku kemari?" usul Rama. Kirana menatap Rama dengan bingung.

"Apa?"

"Iya, jadi aku akan ke sini setiap istirahat untuk makan siang. Kebetulan, sekarang kantinnya lagi sepi, jarang ada makanan seperti dulu, hanya minuman kopi, susu, atau teh." Kirana mengangguk pelan.

"Lagian jarak antara rumahku dan kantor cukup jauh," lanjut Rama. Kirana tersenyum.

"Oh ya, ini untukmu," kata Rama sambil memberikan beberapa uang dan memberikannya kepada Kirana.

"Apa ini?"

"Untukmu. Tadi kan kau memberiku makanan jadi sekarang aku harus membayarnya. Lagian kau ini kan jualan, aku tidak enak kalau aku makan tanpa membayar," jawab Rama. Kirana tersenyum menggeleng.

"Tidak, kau tidak usah membayar. Aku ikhlas memberi makanan ini untukmu. Bukankah sebagai teman kita harus saling tolong menolong? tolak Kirana. Rama tersenyum.

"Kau sangat baik," puji Rama.

"Terimakasih."

Setelah makan, Rama pulang ke rumah. Ia melihat Sinta duduk di ruang tamu.

"Hai, ada apa?" Sinta menggeleng.

"Kau dari mana?"

"Maaf, tadi aku pergi makan di warung temanku. Karena lihat aku kelaparan, ia memberiku sekotak makanan.." jelas Rama.

"Oh, terus kau masih lapar? Ini, tadi aku masak makanan kesukaanmu. Kalau tidak sekarang, nanti juga boleh? Ok?" kata Sinta.

"Aku tidak lapar," jawab Rama singkat lalu pergi ke ke kamar.

Sinta terdiam. Ia kembali merasa sedih saat Rama bersikap dingin padanya.

Keesokan paginya, Rama pergi ke kantor, setelah itu ia pergi menemui Kirana saat jam istirahat untuk makan siang.

Ketika tiba di warung Kirana, Rama terpesona melihat penampilan Kirana yang indah dan cantik tersebut. Kirana menghampiri Rama dan tersenyum. Jantung Rama berdegup kencang sekali. Ini untuk pertama kalinya Rama jatuh cinta seperti ini.

"Hai, silahkan duduk," kata Kirana. Rama tersenyum, ia lalu duduk di bangku dan Kirana datang membawa sepiring makanan dan menaruhnya di meja.

Rama memakan makanan itu. Kirana duduk di samping Rama.

"Masakanmu ini tetap sama ya!"

"Maksudmu?"

"Kau pintar dalam memasak. Semua makanan yang kau buat itu enak sekali." Kirana tersenyum.

"Oh ya, aku ingin berkata jujur padamu."

"Apa?"

"Aku menyukaimu. Walaupun kita hanya bertemu beberapa kali, dan sekedar teman dekat, tapi seiring berjalannya waktu, aku menjadi nyaman bersamamu seakan masalah dan bebanku terasa ringan. Dan hari Rama ini, aku menyadari bahwa aku menyukaimu Kirana. I love you..." ucap Rama. Kirana tersenyum menunduk.

"Jadi, maukah kau menjadi pacarku?" pinta Rama. Kirana tersenyum mengangguk.

"Iya, aku bersedia menjadi pacarmu." Rama merasa senang mendengar jawaban Kirana dan memeluknya.

Sejak saat itu, Rama dan Kirana seiring menghabiskan waktu bersama dan menjalani hubungan tanpa sepengetahuan Sinta.