"Apa gunanya kau berucap dan bertingkah ini itu tanpa kejelasan akan sebuah hubungan?"
______________________________________________________________________________________
Sudah beberapa hari setelah Bima menyatakan perasaannya pada Senja, gadis itu masih tidak percaya bahwa sekarang dia adalah pacar dari gurunya sendiri.
Hubungannya dengan Riko kali ini benar-benar selesai, Senja mengurungkan niatnya untuk kembali pada Riko karena ucapan Bima terus terngiang di atas kepalanya sejak malam itu. Senja menjadi gadis yang diam dan jaga jarak jika berada di dekat Bima, bahkan dia menunduk jika sudah berhadapan dengan pria itu.
Si Bima? Dia masih dengan tampang sok tampan dan santainya saat berkeliaran di lingkungan sekolah, diapun masih sama seperti Bima yang dulu, Bima yang suka mencuri waktu untuk melirik dan tersenyum pada Senja jika dia mengajar di kelas gadis itu meskipun Senja sendiri tidak tahu.
Hampir dua minggu mereka berstatus berpacaran, tapi Senja tidak merasa jika dirinya mempunyai pacar, toh yang menanggap mereka sepasang kekasih hanya Bima. Lagi pula Bima sendiri tidak pernah memberi kabar atau bahkan menelpon Senja, Senja tak masalah akan hal itu. Namun yang jadi masalahnya adalah Bima selalu saja ada di sekitar Senja, entah itu dekat atau jauh yang pasti Senja selalu menemukan sosok pria berjas itu. Senja merasa tidak nyaman.
Bima baru berani mendekat jika Senja sedang sendirian, di lorong kelas, di ruang foto kopi, di perpustakaan, atau di mana pun itu. Pria itu akan mengusap puncak kepala Senja beberapa kali lalu pergi. Senja semakin merasa tidak nyaman.
Akhirnya gadis itu memutuskan untuk selalu bersama Rere, jikalau Rere tidak bisa menemaninya, Alex penggantinya, yang penting Senja tidak sendirian.
Sialnya lagi, jika hari libur Bima pagi-pagi sudah berkunjung ke rumah Senja dan mengobrol ria dengan ibunya bahkan terlihat sangat akrab. Senja sering bingung, sebenarnya anak dari ibunya tuh Bima atau dirinya? Diapun berusaha masa bodoh jika Bima berada di rumahnya, karena jika Bima sudah puas berbincang dengan ibunya, Bima akan pulang dengan sendirinya. Senja juga dibuat bingung dengan itu, sebenarnya Bima suka dirinya atau ibunya?
=====
Siang hari terasa begitu melelahkan, angin dari luar jendela kelasnya memberikan rasa kantuk pada Senja. Dia mulai meletakkan kepala di atas lipatan tangannya, perlahan menutup mata dan terhanyut dalam dunia mimpi.
Saat itu juga kelas terasa hening saat wali kelas mereka masuk. Ya, Bima. Hanya derap sepatu pria itu yang terus terdengar memenuhi ruang kelas ini. Suara derap pun menghilang bersamaan dengan kaki Bima yang berhenti tepat di sebelah Senja yang sedang terlelap. Tangannya menepuk pelan pundak gadis itu lalu dia mulai tersadar, Bima pun kembali melangkah menuju depan kelas.
Rere beralih menatap Bima setelah melihat Senja yang sedang memposisikan tubuhnya untuk duduk dengan benar namun dengan mata yang masih tertutup. Aneh, tidak biasanya guru mereka yang satu ini bersikap lembut pada murid yang ketahuan tidur di kelasnya. Bahkan Senja terlihat biasa saja mengetahui Bima lah yang membangunkannya.
Hanya perasaan Rere atau memang benar Senja dan Bima sudah baikan mengingat bahwa mereka sering adu debat, atau mungkin Senja dan Bima sudah akrab? Rere hanya menatap mereka bergantian dengan garis kening yang terus terlipat.
Bima mengangkat tangan untuk melihat jam tangan yang bertengger di pergelangannya, "Baiklah, bapak tidak akan berlama-lama." ucapnya kemudian, tentu saja mendapat tatapan tidak mengerti seisi kelas.
"Besok kelas kita darmawisata di desa selama dua hari."
Melihat murid-muridnya saling tukar tatap lalu bersorak gembira, Bima hanya menutup senyum jahilnya dengan tangannya. Entah kenapa hal seperti ini yang sangat Bima sukai, mengerjai orang lain.
Senja yang masih setengah sadar hanya menghela napas malas mendengar keributan kelasnya ini.
=====
Suara keluhan tak henti-hentinya terdengar, dari setiap titik pandang ada saja yang mengucap sumpah serapah kepada wali kelas mereka, tak lain dan tak bukan seorang pria bernama Bima Johannes. Alih-alih murid sekelas ini bersenang-senang karena darmawisata namun kenyataannya mereka disuruh melakukan kerja bakti di sebuah desa di pegunungan.
Mulai dari siswa yang sedang mencari dan memberi makan kumpulan sapi sampai siswi yang berkebun, tak pernah absen dari umpatan kesal.
"Sudah ku duga akan begini." ucap Riko sang ketua kelas tanpa merasa bersalah.
Langsung saja pria yang habis patah hati itu menjadi sorotan dari teman-temannya. "Kalau kau tahu kita semua akan dibohongin seperti ini, kenapa kau tak memberi tahu terlebih dulu sih?" ucap Dido tak terima yang langsung mendapat anggukan mantap dari hampir semua teman sekelasnya.
Riko memutar matanya lalu kembali mengusap punggung kambing yang sedang ia mandikan, "Aku tak mau merusak kebahagiaan kalian." balasnya, Sena yang tak tahan pun menoyor kepala Riko dan membuat temannya itu terbelalak lalu mengaduh.
"Kau b*go? Jika sudah begini, sama aja kan kau ikut merusak kebahagiaan kita dengan cara kau berdiam diri?" protes Sena.
Dido mengiyakan ucapan Sena seraya membenahi posisi kacamatanya, "Eh, cepat selesaikan! Agar kita bisa cepat bermain game." pintanya pada Rio saat melihat sohibnya sedang bermalas-malasan di atas pohon buah mangga.
Sena kembali mengalihkan pandangannya pada Riko, "Ah kau sangat tak asyik, Ko! Apa karena Senja kau begini?" tanya Sena seraya menunjuk keberadaan gadis itu dengan ujung dagunya, Riko langsung menoleh dan terlihat Senja yang sedang berinteraksi dengan Bima.
Perlahan Sena mendekat ke arah Riko, "Nanti malam kau mau ikut bersama kita?" bisiknya.
=====
Senja menarik karung berisi makanan ternak dengan susah payah, dia sudah melakukan sebagian pekerjaan kerja bakti, tapi Senja sangat kesal, kenapa dia harus repot-repot mendapat bagian ini dan itu sedangkan yang lain hanya menanam maupun menyiram tumbuhan dan sayuran? Senja tau banyak yang diam-diam tidak suka kepadanya di kelas ini, tapi tetap saja ini tidak adil.
Kakinya berhenti bergerak lalu gadis itu mengusap air yang mulai melintas di keningnya.
"Sini, biar aku saja." ucap Bima lalu mengangkat karung itu ke atas bahunya.
Senja hanya menatap tanpa berkomentar, dia sudah lelah menghindar. Lagi pula Bimalah yang sedari pagi sudah membantunya. Gadis itu kembali melangkah mengikuti Bima yang mengarah pada gudang tempat pakan hewan disimpan.
Bima masih sibuk menata tumpukan-tumpukan karung dan Senja pun masih sibuk menatap pria itu dengan wajah datarnya.
Haruskah Senja membuka hati untuk gurunya ini? Bagaimana jika ada yang tau tentang hubungan mereka berdua? Apa yang akan terjadi selanjutnya?
"Test.. hallo.. teman-teman, kita sudah masuk waktu free ya, karena ini sudah sore, kalian bisa istirahat dan makan. Sampai bertemu di kerja bakti besok!" pengumuman dari pengeras suara itu berhasil membuyarkan lamunan Senja.
Sedikit salah tingkah karena ternyata Bima sudah menghadap dirinya dari tadi, gadis itu pun melangkahkan kaki hendak keluar dari tempat ini.
Pergelangan tangannya berhasil dicekal. Kebiasaan Bima.
Senja membulatkan mata, jantungnya kembali berdetak cepat. Lalu dia ditarik untuk menghadap Bima, kali ini jarak mereka terlalu dekat.
"Mau berkencan denganku?" tanya Bima.