"Jangan terlalu berharap lebih."
__________________________________________________________________________________________
Bima yang terkejut dengan keberadaan Senjapun segera menghampiri gadis itu untuk melihat kondisinya, takut-takut jikalau Wisnu melakukan sesuatu pada pacarnya.
"Kau tak diganggu kan? Wisnu tak menjahatinu kan?" tanyanya penuh kekhawatiran pada Senja.
Wisnu beranjak dari duduknya, "itulah sosok Bima yang harus kau tahu dibalik sikap sok kerennya." celoteh pria itu yang langsung mendapat pelototan panas dari Bima.
Senja tidak merespon, dengan tangan kanannya dia menarik lemas tangan milik Bima, meminta pria itu agar duduk. Bima terheran, baru kali ini Senja begitu padanya.
"Jadi, Bapak menahan ini semua?" tanya Senja, Bima kebingungan.
"Jurusan kuliah bahkan magang untuk menjadi barista." lanjutnya.
Bima yang awalnya terkejut kini mulai mengerti dengan maksud gadis ini. Dia menghela napas lalu menyandarkan punggungnya, "ya... begitu." jawabnya.
"Tidak merasa terbebani? Jelas-jelas bapak tidak ingin memegang alih sekolah kan?" tanya Senja lagi, Bima menegakkan posisinya lalu meraih bahu Senja untuk dihadapkan padanya.
"Bapak memang tidak ingin meneruskan usaha itu, tapi jika kau pikir Bapak melakukan ini semua hanya demi biaya pelatihan, itu salah, karena Bapak juga memiliki tujuan lain." jelas pria itu.
Senja tidak mengerti bagaimana Bima bisa sesantai ini? Yang Senja tau bahwa Bima dan Senja sama-sama dipaksa melakukan sesuatu.
"Jangan pikirkan aku, biarkan itu menjadi urusanku, aku akan menata masa depan, bukan hanya untuk diriku sendiri tapi itu untuk kau juga. Yang harus kau lakukan sekarang fokus dengan sekolahmu dan gapai mimpimu." ucapnya.
Ah, benar juga. Mimpi Senja. Entah kenapa kalimat Bima bisa menenangkan hati Senja seakan kekhawatirannya lenyap begitu saja. Senja yakin impiannya akan terwujud sama halnya dengan Bima yang yakin akan mimpi Bima. Kalaupun Bima perlahan menata tangga dengan cara yang berbeda, harusnya Senja juga bisa begitu kan?
Hati gadis itu kembali berdebar.
=====
Beberapa waktu telah mereka lewati, Senja semakin yakin akan cinta Bima kepadanya, Senja tidak takut lagi akan kekhawatiran tentang paksaan ayahnya dan keharusan dia menuntaskan ujian-ujian sekolah yang mulanya sangat berat Senja rasakan.
Di waktu pelajaran, saat pulang sekolah, di apartemen Wisnu, bahkan di rumah Senja sekalipun, Bima tidak pernah absen untuk membantu Senja menyelesaikan tugas sampai urusan tentang masa depan gadis itu.
Bima sangat ahli tentang pelajaran dan tentang perjalanan hidup. Namun benar kata wisnu, "Bima b*go urusan cinta."
Sudah beberapa minggu Senja mulai menerima statusnya yaitu sebagai pacar Bima, tapi Senja sama sekali tidak merasakan hal romantis yang terjadi antara mereka berdua. Senja tau bahwa di sekolah status mereka tetaplah murid dan guru tapi diluar sekolah yang dibahas Bima tetaplah tentang pelajaran.
Gadis itu hanya tersenyum kecut melihat perlakuan Bima.
=====
Kali ini Senja meminta Bima untuk pergi ke cafe. Besok adalah hari terakhir ujian akhir semester 1, Senja ingin sedikit lebih santai dan menjalani hubungan selayaknya orang berpacaran lainnya.
Namun, salah. Bima mengajak Wisnu untuk menemani Bima bermain game di warnet setelah ini. Senjapun menyeruput greenteanya seraya berusaha terus menyimak penjelasan-penjelasan Bima tentang bab kewirausahaan, namun percuma karena barisan kalimat itu masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri.
Wisnu mungkin sadar akan Senja, diapun meraih buku yang Bima pegang lalu beranjak, "Lebih baik aku pulang, kalian butuh berkencan. Bersenang-senanglah!" ucapnya seraya melangkah pergi.
Keduanya terdiam menatap kepergian Wisnu yang kenyataannya memang Wisnu sedang tidak ingin main game dengan Bima yang suka main curang.
Bima berdiri, Senja mendongak, "kenapa?" tanya gadis itu, Bima menoleh ke arahnya, "Wisnu suruh kita kencan kan?"
Setelah Bima menaruh beberapa lembar uang di atas meja mereka melangkahkan kaki keluar dari cafe.
Ini kan yang Senja ingin? Berjalan berdua menikmati angin sore hari dan mengamati senja bersama.
Senja melirik Bima yang berjalan di sampingnya lalu melirik telapak tangan pria itu, salahkah jika Senja juga menginginkan untuk bergandengan tangan?
Perlahan dia mencoba meraih tangan Bima namun beberapa kali pun tetap gagal karena Bima yang fokus dengan ponselnya terlalu cepat berjalan dan Senja kesulitan untuk mensejajarkan langkahnya.
Ah, Senja menyerah. Dia menghentikan langkah kakinya dan membiarkan Bima berjalan sendirian begitu saja.
Detik mulai berganti, Senja rasa Bima memang tidak menyadari keberadaannya, jadi gadis itu pun berbalik dan berjalan pergi.
Namun dengan cepat tangan seseorang mencekalnya. Senja yang terkejut langsung menoleh, mendapati Bima yang sedikit tersenggal-senggal napasnya.
"Mau kemana?" tanyanya, Senja diam.
"Marah?" Gadis itu masih diam.
"Ngomong, Senja!" pinta Bima.
Senja mendengus, "Bapak ini bilang, katanya sudah jatuh cinta sama aku sejak kita bertemu, bahkan sudah menandaiku sebagai pacar Bapak. Tapi kenapa yang ku rasa, kita tidak seperti orang lain yang sedang berkencan. Sebenarnya bisakah Bapak tidak menganggapku sebagai murid selama kita sedang berdua saja?" celoteh Senja.
Tangan yang masih mencekal pergelangan gadis itupun ditariknya dengan cepat dan membuat Senja kembali jatuh di dalam pelukan Bima.
"Maaf, aku terlalu memikirkan dirimu ke depannya. Maaf karena aku, Senja merasakan hal seperti itu. Maaf karena memang aku tidak jago dalam hal percintaan. Tapi tolong jangan tinggalkan aku begitu saja." pinta Bima yang menenggelamkan wajahnya dalam bau Senja, bau parfum buah persik pun memenuhi indra penciuman Bima, dan itu membuatnya ketagihan untuk tidak melepaskan pelukannya.
Senja mengangguk seadanya, "baiklah, tolong lepas. Malu." ucap gadis itu yang menjauhkan wajahnya dari tubuh Bima.
Dengan tangan yang masih mengikat di pinggang Senja, Bima menggeleng tidak setuju dengan ucapan Senja tadi. Dia masih ingin memeluk gadis kesayangannya ini.
"Lepass.. aduh!" Senja mengaduh dengan mata menyipit, Bima terkejut bukan main.
"Kenapa? Kamu gapapa?" tanyanya.
"Itu, mataku kena debu."
Melihat Senja kesakitan Bima langsung meniup pelan mata kanan gadis itu dan membuat Senja mengedipkan matanya berulang kali.
"Sudah?" tanya Bima lagi, Senja mengangguk tapi masih dengan mata tertutup.
Waktu terasa melambat bagi Bima, rasanya deguban jantung tidak lagi tertahan, dia yang melihat Senja berada di jarak yang sedekat ini membuat Bima tidak bisa menahan rasa yang muncul di balik dadanya.
Bima mengecup lembut bibir mungil Senja.
Gadis itu membuka matanya merasakan perasaan hangat ini lagi. Terhitung tiga kali dia dan Bima berciuman tapi kali ini Senja tidak menolak.
Bima mulai menjauhkan wajahnya dari wajah Senja, dia pun tersenyum melihat pipi Senja yang sudah memerah.
"Aku sangat cinta denganmu." ucap Bima, Senja tersenyum.
"Kalian..." tak hanya Bima namun Senja juga langsung menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Rere dan Alex sudah berdiri tidak jauh dari tempat mereka.