"Senjaku lebih cantik dari senja yang kita lihat sore tadi."
-Bima Johannes-
___________________________________________________________________________
Botol minum diputar Leo lalu berhenti tepat menunjuk ke arah Rio yang terlihat malas karena terpaksa ikut bermain permainan seperti ini. Semua menatap dirinya dengan tatapan jahil, pasalnya sebagian besar orang di kamar ini menyimpan rasa penasaran karena sikap sok kalem dan pendiamnya Rio terutama para gadis, ada juga yang kesal dengan hal itu terutama para pria.
Baiklah, hanya boleh bertanya satu pertanyaan dan mereka memikirkannya dengan sangat matang. Pertanyaan apa yang sekiranya akan membuka rahasia besar dari orang bernama Rio ini?
Tiba-tiba Dido berdeham, membuatnya menjadi pusat dari tatapan teman-temannya. "Gue aja yang nanyain." ucap Dido.
Mampus. Rio tanpa sengaja menegakkan punggung untuk mendengar sohibnya ini.
Bagaimana pun juga, meskipun Rio sangat tertutup tapi tetap saja pria di hadapannya ini adalah sahabatnya sendiri, tidak menutup kemungkinan Dido tahu apapun tentang dirinya tanpa harus dia beritahu.
"Aku tahu, ada gadis yang diam-diam kau suka di sini," ucapan itu langsung membuat seisi kamar berbisik-bisik karena penasaran, "tapi karena aku baik, coba kau jawab saja pertanyaan aku ini dengan jujur daripada aku sendiri yang membongkarnya. Siapa gadis itu?" lanjutnya.
"Skakmat coyyy.." sahut Bagas seraya menatap raut wajah Rio yang menegang.
"Jawab, jawab!" ucap Sinta, rasa penasarannya sudah memuncak, begitu pula dengan teman-teman di sekitarnya yang membuka lebar pendengaran mereka.
"Ak.. aku..." ucap Rio menggantung, tatapannya tak tentu arah. "Aku suk.. suka sama—"
"Minggir! Minggir! Aku mau lewat!" celetuk Senja, membuat seisi kamar ini menghela napas bersamaan. Senja terheran, "kenapa?" tanyanya dengan tampang tanpa dosa.
"Ish, kita-kita pergi bermain ke kamarmu dan Rere, eh kaunya justru hendak pergi? Mau ke mana sih?" tanya Nea, namun Senja hanya masa bodo lalu pergi begitu saja.
"Temen kau kenapa sih, Re?" Rere langsung menoleh ke arah Leo lalu menggeleng isyarat tidak mengerti.
"Lanjutin b*go!" pekik Dido pada Rio.
=====
Senja menghela napasnya sangat panjang setelah melihat pemandangan indah di depannya, baru kali ini dia bisa merasa begitu tenang dan melupakan sejenak masalah-masalahnya.
"Suka?" tanya Bima yang sedari tadi tidak henti menatap gadis ini.
Dia tersenyum lalu menoleh ke arah Bima, "Siapa sih yang tidak suka melihat senja?" balasnya, Bima pun memasukan tangannya di saku celana.
"Rasanya nama 'Senja' tidak pantas untuk aku."
"Kenapa?" tanya Bima heran.
"Lihat senja di hadapan kita, banyak orang kagum dengan keindahannya. Sedangkan aku? Justru lebih banyak orang yang membenci karena paras dan sifatku ini." lanjut Senja, dia menurunkan badannya untuk duduk di atas rerumputan tebing lalu melipat dan memeluk kedua lututnya.
Bima mengikuti Senja untuk duduk, "Kau hanya tidak paham cara mengungkapkan apa yang kau rasakan, karena yang ku tahu adalah Senja di sampingku ini memiliki 100x keindahan lebih dari senja yang saat ini kita pandang. Itulah kenapa aku langsung jatuh hati di saat kita bertemu untuk pertama kalinya." ujar Bima lalu sedikit terkekeh.
"Pelukan itu, dua tahun yang lalu?" Bima mengangguk membenarkan pertanyaan Senja.
Senja kembali menatap ke depan, "Bapak tahu? Seindah-indahnya senja dia cuma sebentar." ucapnya, Bima terdiam sebentar.
"Senja tidak egois, dia tahu dia indah, tapi dia tidak ingin memamerkan keindahannya sendirian lalu dia pergi sebentar untuk sang malam yang sama-sama indahnya. Intinya, meskipun dia sebentar tapi dia akan tetap kembali kan?" jelas Bima.
Bima meraih tangan Senja lalu menggenggamnya erat, "sama sepertimu," gadis itu menoleh, "Senja tidak egois, Senja selalu baik kepada teman-temannya meskipun Senja tahu mana teman yang baik dan buruk di belakang Senja. Senja tidak pernah meminta untuk dipandang dan diakui keindahannya namun dia meminta untuk dianggap dan diakui sebagai teman. Meskipun kau terlihat tidak peduli tapi aku tahu kau diam-diam tersenyum tipis saat ada yang mengajakmu berbicara dan tertawa. Aku tahu kau bukan pembuat onar tapi kau hanya ingin bebas dari peraturan, aku senang kau sekarang sudah semakin membaik. Senja yang tenang dan mengikuti peraturan." jelasnya lalu mengusap puncak kepala Senja.
"Aku yakin Senja bukan seorang player karena selalu menerima pernyataan cinta, tapi Senja hanya mencari seseorang yang tepat. Dan aku yakin, orang itu adalah aku. Aku yang akan menjadi pencarian terakhirmu."
=====
Sepanjang perjalanan Bima terus menggenggam tangan milik Senja, gadis itupun terlihat tidak mempermasalahkan.
Entah kenapa setelah percakapan sebelumnya, hati Senja semakin luluh dibuatnya meskipun masih ada keraguan yang mengikuti setiap langkahnya.
Kaki mereka berhenti tepat di depan pintu penginapan, Bima melangkah lalu menghadap gadis itu. "Masuklah, cuci muka lalu tidur yang nyenyak. Tuhan tahu aku selalu menyayangimu dan malam pun tahu aku selalu merindukanmu," Bima mengusap pipi Senja, "aku pergi dulu." lanjutnya, pria itu lalu berbalik untuk melangkah pergi.
Senja terdiam menatap langkah pelan Bima yang menjauhinya, jantungnya berdebar, dia tersipu.
Dehaman seseorang membuat Senja tersadar bahwa dia masih berada di depan penginapan. Senja sedikit terkejut mendapati orang itu membawa balok kayu besar yang diseret perlahan ke arahnya. Kaki Senja ikut mundur bersamaan dengan kaki itu yang melangkah maju.
"Mau apa?" ucapnya lirih dan bergetar, seketika ada dua orang lainnya yang berhasil mengunci tangan dan tubuhnya agar tidak bisa bergerak dari tempat ini.
Senja terus meronta, "jika kau tak mau diam dan nurut sama kita, kau akan merasakan sakitnya balok ini saat mengenai tubuh indahmu." gertak orang itu.
"Tolong! Tolongin ak—" mulutnya berhasil dibekap, mereka menyeret paksa Senja yang tidak berhenti meminta lepas.
Sudah berjarak puluhan meter menjauhi tempat penginapan dan sekarang menelusuri jalanan tanpa penerangan. Senja sudah sangat ketakutan, bagaimana bisa orang-orang yang dia kenal melakukan ini padanya? Apa yang akan terjadi pada dirinya? Apakah dia harus pasrah mengingat saat ini sudah jam malam, yang pasti jarang orang lewat jalanan ini.
Mereka berhenti.
"Enaknya kau aku apain ya?" tanya orang yang menghadap Senja, gadis itu pun kembali meronta saat tangan asing perlahan membelai rambutnya. Senja ingin memaki namun mulutnya sedari tadi dibekap.
"Aku akui, kau memang cantik. Tapi jangan seenaknya menyakiti orang!" air mata mengalir begitu saja melewati pipi Senja.
"Aku hanya ingin kau merasakan rasa sakit yang kita rasakan." lanjutnya.
Senja menutup rapat matanya, tubuhnya terus bergetar merasakan ketakutan. Inikah balasan atas semua yang dia lakukan?
Bruk! Bruk! Bruk!
Orang-orang yang sedaritadi mengunci tangan Senja berjatuhan satu persatu, entah berapa pukulan yang terdengar Senja terus menutup matanya. Seseorang meraih kedua bahunya, "Senja baik-baik saja?" tanyanya khawatir, Senja perlahan membuka matanya, sedikit cahaya bulan berhasil memperlihatkan sosok Bima yang sedang menatapnya penuh penyesalan. Gadis itu terseyum lebar bersamaan dengan air matanya yang deras berjatuhan.
"Tak ap—"
Bruk! Bruk!
Senja terbelalak melihat Bima terjatuh tepat di depannya. Matanya langsung mengarah pada seseorang yang berdiri tepat di belakang Bima dengan balok kayu yang penuh darah segar milik Bima. Dia mundur perlahan saat mengetahui Bimalah yang dia serang.
"Bapak! Pak bangun!" teriak Senja histeris seraya mengguncang-guncang tubuh Bima.
Seseorang menghampirinya dari kejauhan dengan napas terengah-engah, "Senja, kau tak apa kan?"
"Riko?"