Chereads / My Teacher, My Boyfriend (Mr Bima is Mine) / Chapter 9 - Menandaimu Sebagai Pacar

Chapter 9 - Menandaimu Sebagai Pacar

"Kau seperti hadiah yang dikirim dari surga."

-Bima Johannes-

________________________________________________________________________________

Bima menghempaskan tubuhnya di atas sofa lalu mengerang dan mengusap wajahnya dengan gemas. Hal itu membuat Wisnu yang sedang duduk di bawah seraya bersandar pada sofa itu berdecak kesal, game yang ia mainkan kalah karena ulah Bima yang tiba-tiba datang dan mengusik ketenangannya.

Wisnu pun menoleh dengan wajah tertekuknya, menghadap Bima yang sedang komat-kamit tidak karuan.

Pria itu berdecak setelah melirik sepasang kaki Bima, lalu dia menarik telinga Bima dengan sangat keras. "Aku sudah sering bilang, kan? Sepatumu, Bim. Sepatumu!" ucapnya tanpa ingin menghiraukan keluh kesakitan sahabatnya itu.

Kuping Bima sudah panas dan mulai menjalar ke seluruh bagian wajahnya, dengan segera dia menepis tangan Wisnu dan membuat Wisnu melototkan mata.

"Ampun.. ampun.." balas Bima sangat memelas seraya mengusap-usap telinganya.

Wisnu mendengus lalu kembali membelakangi Bima untuk memainkan PS-nya. "Pasti ada masalah antara kau dan Senja." ucapnya, Bima ikutan duduk di dekat Wisnu dengan wajah terkejut.

Tepat, Wisnu bisa menebak dengan tepat. Dengan begitu, Wisnu sangat yakin jika sebentar lagi Bima akan bercerita tentang gadis itu. Lagi.

"Senja sudah sering memanggilku dengan embel-embel 'mesum' kan? Eh tadi, dia teriak ke aku dengan panggilan 'guru cabul' gitu." Bima bercerita seraya melepas sepatunya dengan perlahan.

Wisnu berdeham, "Tampang seperti kau, pantas saja." balasnya tanpa menoleh ke arah Bima.

Bima langsung menyikut lengan Wisnu dengan cepat dan membuat pria itu meringis.

"Pasti ada alasannya, kan?" tanya Wisnu, sedikit menggeser pantatnya menjauhi Bima yang menyebalkan.

Kening Bima mengeryit tanda berpikir, dia seperti mengingat-ingat kejadian yang membuat Senja memberikan label 'guru cabul' padanya.

"Waktu itu sih... aku tak sengaja mencium dia." ucapnya, masih terlihat berpikir.

"Nggak sengaja?"

"Iya, aku tertimpa bola."

Wisnu tertawa seraya memegangi perutnya, bahkan game yang ia mainkan terlihat tulisan 'lose' di layar berukuran 40 inchi.

"Gebl*k sekali kau!" balas Wisnu yang terus menertawai Bima.

Bima menatap datar Wisnu. Wisnu yang menyadari tatapan Bima pun mencoba mengatur napas lalu mengusap sedikit air mata yang keluar. "Terus terus?" tanyanya.

"Terus, tadi aku cium dia lagi."

Pria itu langsung mendapat toyoran di kepalanya, "B*go sekali sih! Percuma kau sekolah tinggi-tinggi tapi otak tidak dipakai! Pantes aja si Senja panggil kau begitu."

"Aku salah?" sahut Bima.

Wisnu menghela napasnya, dia lupa kalau seorang Bima dari dulu tidak pandai dengan masalah percintaan.

"Aku tahu kau cinta dengan Senja..." Bima masih memasang raut polosnya.

"...tapi apa Senja tahu kalo kau cinta dengan dia?"

=====

Bintang-bintang kecil dari lampu bundar terus bergerak berputar menyinari ruang kamar yang terasa sunyi.

Senja yang sedang duduk melipat kedua lututnya, memijit pangkal hidung berharap agar pusing yang ia rasakan sedikit hilang. Namun, hatinya kembali berdebar jika mengingat tentang Bima. Ada apa dengan Senja? Apakah dia memiliki rasa pada Bima?

Gadis itu terus menatap layar ponsel yang terlihat jelas pesan dari seseorang untuknya.

Setelah kejadian antara Bima dan Senja di belakang gedung sekolah beberapa jam yang lalu, Senja tidak bisa mengontrol emosi dan memutuskan hubungannya dengan Riko secara sepihak dan langsung di hadapan pria yang sedang berlatih di lapangan basket itu.

Tapi, apa yang ia lakukan sama saja dengan memenuhi permintaan Bima untuk Senja putus dengan Riko. Senja mengacak rambutnya dengan kesal.

Bodoh sekali dirinya.

Merutuki diri sendiri jelas tidak memperbaiki semuanya. Ditambah dengan pesan Riko yang mengajaknya kembali berhubungan, haruskah Senja menerima ajakan Riko? Mengingat jika pria itu sangat baik padanya, berbeda dengan mantan-mantan Senja sebelumnya.

Perlahan jari gadis itu menelusuri layar ponselnya untuk mengetik balasan untuk Riko.

"Senja?" ucap Lia seraya membuka pintu kamar Senja.

Kehadiran ibunya secara tiba-tiba, membuat Senja langsung meletakkan ponselnya.

Lia menyalakan lampu kamar putrinya, bintang-bintang yang berputar tadi langsung meredup karena kalah terang. Senja pun bergeser untuk duduk di pinggir kasurnya.

"Ada yang mencari tuh!" lanjutnya.

Senja mengangguk, "Iya.." balas gadis itu.

Wanita itu samar memberikan senyuman pada Senja lalu kembali melangkah turun ke ruang tamu karena ada seseorang yang mengaku mengenal putrinya dan memaksa untuk bertemu.

Kakinya berhenti lalu ia duduk di sofa kecil berwarna cokelat pastel di hadapan orang itu, "Namanya siapa?" tanya Lia sangat ramah.

"Nama saya Bima, Tante." balasnya lalu tersenyum.

Samar-samar Senja yang sedang berjalan mendengar suara itu, tapi dia masih tidak yakin, apa benar Bima datang ke rumahnya?

"Ohh, Nak Bima..." Senja terbelalak mendengar nama itu lagi, dengan buru-buru dia berlari menuruni anak-anak tangga.

"...punya hubungan apa dengan anak saya dan ada perlu apa?" lanjut Lia.

Senja berhenti tepat setelah dia selesai dengan anak tangga terakhir, pandangannya kini mengarah pada pria yang sedang duduk santai di hadapan ibunya.

Bima menyadari kehadiran Senja, senyumnya semakin melebar. Dia pun kembali menatap Lia, "Saya pacar Senja, tante. Saya mau ajak Senja keluar, jalan-jalan di sekitar sini." jelasnya, tentu saja Senja melotot tak percaya dengan ucapan itu.

"Apa maksud Bapak?" pekik Senja yang melangkah mendekati Bima dan ibunya.

Lia menoleh ke arah Senja, "Bapak?" gumamnya.

Karena tak mau dikira guru pedofil Bima pun berdeham sesaat, membuat Lia kembali menghadapnya dengan wajah kebingungan.

"Sebelumnya, saya mau memperkenalkan diri saya..." ucap Bima lalu melirik Senja dan mengisyaratkan gadis itu untuk duduk terlebih dahulu.

Kesal, namun Senja tetap saja mematuhi apa yang Bima perintahkan. Dia kembali merutuki dirinya sendiri.

"Nama saya Bima Johannes, mahasiswa semester tiga di universitas negeri nusantara, program studi pendidikan matematika, dan sekarang sedang melaksanakan kerja magang di sekolah Senja." jelasnya lagi.

Lia terlihat memahami ucapan Bima, dia pun memangutkan kepalanya.

=====

Angin sesekali berhembus, menusuk kulit terasa hingga tulang-tulang. Bima memasukkan kedua tangannya di saku celana, berharap agar sedikit terasa hangat di malam perumahan yang sudah nampak sepi.

Beda dengan Senja yang terus menghentak-hentakkan kakinya saat berjalan, dia masih terlihat tidak nyaman saat di dekat Bima dan itu membuat Bima bingung harus berbuat apa.

Tiba-tiba kaki Senja berhenti, "Apa maksud Bapak bilang ke ibuku, jika Bapak adalah pacarku?" tanya Senja tak terima, Bima pun membalikkan badannya untuk menghadap Senja.

Sangat lama Bima terdiam, dia masih sibuk menyusun kata-kata yang tepat agar Senja tahu perasaan Bima yang sesungguhnya.

Kesabaran Senja sudah habis, kakinya hendak melangkah pergi tapi lagi-lagi Bima mencekal pergelangan tangan gadis itu.

Bima menunduk, Senja terheran. Gurunya bertingkah aneh. Perlahan tangannya mengarah ke wajah lalu menutupi bibir untuk jaga-jaga jikalau Bima menciumnya lagi.

"Bapak tak ada niatan untuk lakuin hal itu lagi, kan?" tanya Senja memastikan, Bima pun mendongakkan wajahnya untuk menatap mata Senja.

"Aku ingin bicara serius..." ucapnya, Senja langsung menelan ludah dengan susah payah.

"...dari awal kita bertemu, aku sudah jatuh cinta sama kamu." lanjut Bima.

Senja menepis tangan Bima lalu mundur beberapa langkah, "Bapak sudah g*la?"

"Iya, aku sudah g*la," sahutnya seraya menarik tubuh Senja untuk mendarat di pelukannya.

"Aku sudah g*la karena cintaku kepadamu."

Masih di pelukan Bima, Senja melebarkan matanya. Hal ini masih terasa aneh baginya, bagaimana bisa gurunya sendiri menyatakan cinta kepadanya? Ini aneh, ini tidak benar.

"Dengan ciuman sore tadi, aku sudah menandaimu sebagai pacarku." lanjutnya seraya menguatkan pelukannya.

Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini? Batin Senja.