Chapter 8 - Sengaja

"Dengan 'sengaja' aku ingin kau tahu jika aku benar-benar serius tentang perasaanku padamu."

-Bima Johannes-

_________________________________________________________________________________

Angin-angin berhembus, keadaan lorong sedikit ramai namun tenang, seorang pria bernama Bima melangkah entah kemana kaki akan membawanya. Sering beberapa siswa maupun siswi menyapa, pria itu akan membalas dengan senyuman yang terlihat sangat ramah.

Tampan, tegas, tapi ramah. Inilah kenapa Bima berhasil menjadi guru muda idaman di antara murid-murid dari kelas sepuluh sampai dua belas, dari jurusan keperawatan sampai permesinan, bahkan dari guru tetap sampai karyawan sekolah.

Yahh, meskipun murid di kelasnya tidak ada satupun yang mengidolakan bahkan menghormati Bima selayaknya seorang guru karena sifat aslinya yang menyebalkan dan seenaknya memberi hukuman.

Bima yang baru saja selesai mengajar mata pelajarannya alias matematika di kelas tata boga, terus berjalan menelusuri sekolah. Dia sedikit malas untuk duduk di ruang guru, karena pasti dia akan terjebak dengan guru-guru tua yang bergosip ria tanpa mengerti ada pria muda dengan kuping yang mulai berdenyut namun tetap berpura-pura menyimak alur pembicaraan.

Hampir dua bulan Bima magang di SMK Bangsa, rasanya dia sudah tidak tahan menjalankan tugas ini. Meskipun dia pintar, tapi dia tidak punya keinginan untuk menjadi penerus sekolah milik Ayahnya seperti Dewa. Namun, Bima yang tidak tahan, akan berpikir dua kali jika sudah berurusan dengan janji Dewa kepadanya dan seseorang bernama Senja yang Bima sukai di SMK Bangsa ini. Bisa dibilang dua alasan itu yang bisa membuat Bima bertahan.

Tapi, apa kabar dengan Senja? Beberapa hari ini gadis itu selalu menghindar, tidak menggubris, bahkan seperti menganggap Bima hanya angin lalu di sekitarnya.

Bima yang sibuk dengan pemikirannya melirik sekilas dua gadis yang akan berpapasan dengannya.

Si kembar, Vie dan Vei anak jurusan tata busana.

"Benarkah Senja sudah memiliki hibungan dengan Riko?" tanya Vei tak percaya.

Pria itu melebarkan matanya, entah kenapa dia merasa kesal mendengar Senja memiliki pacar baru lagi.

Vie mengangguk, "Mereka sudah berhubungan sejak dua hari yang lalu." ucapnya.

Kaki Bima berhenti seketika, dia berbalik dan melangkah mengikuti dua murid itu hanya untuk mendengarkan percakapan mereka.

"Yaelahh, cogan diembat lagi." keluh Vei.

"Sering ganti pacar mululu, sudah berapa banyak mantannya?"

Vie mengedikkan bahunya, "Sampai tak terhitung mungkin."

"Kasihan jika seorang Riko menjadi korban selanjutnya, diputusin secara sepihak tanpa alasan yang jelas." lanjutnya.

"Aku terheran, mereka sudah tahu bagaimana Senja itu. Tapi para pria masih saja suka mendekatinya." cibir Vei.

Bima mulai panas. Dengan cepat dia berbelok, melangkah sedikit berlari untuk mencari keberadaan Senja.

Dia tidak rela Senja menerima pernyataan cinta lagi, hatinya terasa sakit.

Hingga Bima berhasil menemukan sosok Senja, kakinya kembali memelan lalu berhenti. Dia menghelaan napas pendek, melihat Senja duduk berdua dengan Riko di kantin. Mereka terlihat serasi, Riko notabene ketua kelas di kelas Senja dapat mengimbangi sifat Senja yang kelewatan judes dengan perlakuan-perlakuan manisnya.

Riko yang memberikan sesuap makanannya pada Senja, Riko yang mengusap bibir Senja, Riko yang mengacak puncak kepala Senja, Riko tertawa ria saat sedang menggoda Senja, Riko yang bersandar manja di bahu Senja. Pasti tidak ada lagi alasan untuk Senja memutuskan hubungan secara sepihak dengan pacar idaman seperti ini, itulah pikir Bima.

Ah! Bima ingin menjerit melihat interaksi mereka.

=====

"Senja!" teriak Rere bertepatan dengan jam pulang sekolah yang berbunyi.

Gadis itu segera menutup tasnya lalu berlari ke arah Senja dengan merengek.

"Duh, Senja... Senja. Bagaimana ini?" ucapnya.

"Kau kenapa?" balas Senja yang sedang sibuk membenahi buku-bukunya.

Rere menunjuk lehernya dan membuat Senja mengeryitkan kening tanda tak paham.

"Kau ingat sebuah kalung pemberian sepupuku yang pernah aku ceritain?" Senja mengangguk sebentar.

"Aku baru menyadarinya jika kalung itu sudah hilang." lanjut Rere.

"Ya terus?" tanya Senja yang kembali sibuk memasukkan buku ke dalam tasnya.

Rere sekilas menggigit bibir bawahnya, "Sepupuku hanya Alex dan kau tahu bagaiman sifat Alex kan?"

Seperti anak kecil? Ya, Senja tahu itu.

"Satu tempat lagi yang belum aku periksa dan kau tahu aku takut sekali pergi ke tempat itu." ucapnya seraya mengacak rambut frustasi.

Senja memasang raut malasnya, "Tempat sampah belakang gedung sekolah?" tebaknya.

Rere mengangguk dengan cepat.

"Mungkinkah gadis secantik aku ini harus mencari kalungmu di tempat sampah?" ucap Senja.

Gadis di hadapan Senja langsung saja meraih tangannya dan menggenggam erat seraya menatap mata Senja dengan tatapan memelas.

Senja kembali menghela napas, namun kali ini dia pasrah karena Rere memang gadis yang penakut.

"Aku bantuin ya?" tanya Riko yang berjalan ke arah mereka lalu berhenti tepat di sebelah Senja.

"Ehem ehem ehem!" ucap Dido yang berdeham seperti dibuat-buat.

Rio melirik Dido lalu kembali menghadap layar ponselnya. Beda lagi dengan Naufal dan Sena yang menatap Senja dan Riko dengan tatapan tak suka. Bahkan Riky yang berjalan melewati kelas Senja dan tidak sengaja melihat interaksi itu pun berdecak kesal lalu kembali melangkah pergi.

Senja menggantungkan tas di pundaknya, "Tak perlu, kau kan ada latihan basket." ucapnya.

Riko sedikit menyondongkan wajahnya agar sejajar dengan Senja lalu menatap mata gadis itu seraya mengusap lembut pipi kiri Senja.

=====

Bima menyandarkan punggungnya seraya menghela napas, pikirannya sangat kacau, ditambah dengan pekerjaan yang menumpuk di mejanya menunggu untuk diselesaikan.

Ruang guru jika jam pulang sekolah, tidak terlalu ramai karena beberapa orangnya memilih untuk segera pulang. Ini hal yang bagus, Bima tidak akan diajak bergosip.

Pria itu melirik ke arah tong sampah mini di dekat mejanya yang terlihat sudah penuh. Dia pun menghela napas lagi. Jika menunggu dibuangkan petugas kebersihan, sampah itu akan semakin menumpuk alhasil sampah akan berserakan dan membuat Bima terlihat seperti orang yang tidak bisa menjaga kebersihan.

Bima pun beranjak dan meraih tong sampah itu dengan malas.

"Kenapa lesu begitu, Pak?" tanya Pak Wahyu, guru olahraga.

Pria itu menoleh ke arah Pak Wahyu lalu tersenyum sebentar, "Diriku kurang asupan cinta, Pak." balasnya lalu melangkah keluar kantor dan mengabaikan tawaan kecil dari beberapa guru yang ada di dalam ruangan itu.

=====

Untuk sampai ke tempat pembuangan sampah, Bima harus turun tiga lantai dan berjalan sekitar 500 meter kemudian. Untung saja sekolah ini menyediakan lift, Bima tidak akan capek-capek untuk turun lalu naik lagi nantinya.

Setelah menunggu, lift pun sampai di lantai empat, tempat di mana Bima berdiri sekarang.

Betapa terkejutnya Bima ketika mendapati Senja di balik pintu lift ini, dengan gugup dia melangkah masuk dan menekan tombol lantai satu.

Sebelum pintu itu menutup, Senja terlihat melangkahkan kakinya hendak keluar namun dengan cepat tangan Bima mencekal pergelangan tangan gadis itu dan menariknya untuk kembali masuk ke dalam, Bima tahu bahwa sebelumnya Senja juga menekan tombol lantai yang sama dengannya.

Pintu lift menutup dengan sempurna namun detak jantung Bima malah sebaliknya.

Dia berada di satu ruangan lagi bersama Senja. Hal itu membuat Bima sulit mengontrol senyumnya.

Gadis itu terus menunduk lalu melepas pergelangannya dari tangan Bima.

Bima paham, dia pun menghela napasnya seraya mengalihkan pandangan ke arah lain untuk menutupi rasa kecewanya.

Ting!

Mereka sudah sampai di lantai satu.

Senja melangkah pelan dengan menaikkan pandangannya mengira bahwa Bima sudah tidak ada di sekitarnya lagi.

Gadis itu melipat kedua tangannya setelah sampai di belakang gedung sekolah. Pantas saja Rere takut. Tempat ini sangat sepi orang berlalu lalang tapi sangat ramai dengan suara bambu yang bergesekan karena angin yang kencang. Apa benar hantu Melati bersembunyi di sini? Tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu, Senja segera menyelesaikan misinya.

Beberapa menit, Senja tidak mendapati apa-apa. Padahal dia sudah rela mengacak-acak sampah, untungnya ini sampah daur ulang jadi tidak akan meninggalkan bau di tubuhnya.

Senja mundur beberapa langkah lalu mengusap pelipis yang mulai dibanjiri keringat.

Namun ada yang aneh, dia merasa ada yang mengamatinya sedari tadi. Awalnya dia tidak peduli, tapi sosok itu samar-samar berdiri menatap ke arahnya.

Senja menelan ludah lalu menoleh dengan cepat.

Dia tersentak, dia pikir orang itu sudah pergi. Bodohnya, Senja lupa bahwa Bima sedang membawa tong sampah yang artinya memang tujuan mereka sama. Senja menghela napas, ternyata Bima cukup lama berdiri di sana dan mengamati tingkahnya.

Bima melangkah dan membuang sampah-sampahnya, "Kau berhubungan dengan Riko?" ucapnya yang sedang membelakangi Senja.

Senja menatap Bima tak percaya, apa hubungannya dengan hal ini? Batinnya.

"Putusin!" perintah Bima.

Gadis itu kembali terkejut dengan ucapan Bima.

"Apa masalah Bapak?" Bima terdiam.

"Kenapa Bapak selalu mengatur, apalagi dengan masalah pribadi aku?" lanjutnya.

Bima membalikkan badannya, dia juga tidak tahu ada apa dengan dirinya? Ini pun masih di lingkungan sekolah, seharusnya dia lebih mengontrol perasaan dan juga mulutnya.

"Itu karena..." ucapan Bima menggantung.

"Karena apa, Pak?" tanya Senja mendesak. "Apa karena aku yang suka melanggar peraturan? Apa karena aku bukanlah murid baik-baik? Apa karena aku terlihat murahan di mata bapak, jadi dari awal kita bertemu beberapa tahun yang lalu bapak bisa memperlakukan aku seenaknya? Apa lagi dengan kejadian beberapa hari yang lalu?" lanjutnya seraya mengepalkan tangan.

Bima terkejut dengan apa yang dikatakan Senja, apa selama ini dia memikirkan hal itu jika berurusan dengan Bima?

"Apa kau tahu, takdir membuat kita tak sengaja berciuman di tempat itu bukan tanpa alasan?" balas Bima serius.

"Sudah cukup, Pak! Jangan bahas itu lagi!" bentak Senja yang wajahnya mulai memerah karena marah.

"Apa Bapak mau agar aku sebarkan foto wajah absurd Bapak, orang yang sudah mengambil first kiss aku?" seraya memperlihatkan layar ponselnya tepat di hadapan Bima.

Bima sudah tidak tahan lagi dengan perdebatan ini. Bukan karena foto itu melainkan ada rasa perih yang muncul di dadanya ketika mendengar Senja marah padanya.

Pria itu langsung meraih kedua pipi Senja dengan satu tangannya lalu menarik wajah gadis itu untuk mendekat ke arahnya.

"Sebarkan jika itu maumu! Biarkan semua orang tahu bahwa kau juga orang pertama yang berhasil dapat ciuman pertamaku." ucapnya lalu Bima memejamkan mata dan langsung menempelkan bibirnya di bibir Senja.

Senja terbelalak, mereka berciuman lagi. Tapi kali ini Bima melakukannya dengan sengaja.

Jantung Senja berdetak dengan cepat, badannya mulai memanas. Tangan Bima mulai berpindah memegang tengkuk Senja dan wajah Bima sedikit menyerong ke kiri dengan mata yang masih terpejam.

Gadis itu semakin meremas ujung roknya, tidak mengerti apa yang ia rasakan sekarang.

Seketika perasaan takut muncul di dalam hati kecilnya. Senja pun mendorong tubuh Bima dan membuat pria itu mundur beberapa langkah.

"DASAR GURU C*BUL!" pekiknya lalu berlari pergi meninggalkan Bima.