Chapter 5 - Hukuman

"I have a lot more fun

just being me."

-Anthony T. Hincks-

___________________________

Senja menurunkan badannya lalu menenggelamkan sebagian wajahnya di dalam air bathup, dia juga memainkan udara dengan mulutnya sehingga balon-balon udara bermunculan dan meletus di permukaan air.

Berendam dengan air hangat dan garam mandi beraroma terapi mint benar-benar membuat Senja tenang.

Melakukan hal ini adalah salah satu kesukaan Senja saat dia mulai merasa jenuh akan berbagai macam masalah yang menimpanya.

Senja bukan tipe gadis yang suka mengeluh, tapi dengan caranya memendam semuanya menjadikan dia gadis yang suka berpikir berlebihan dan dingin. Ya, gadis cuek tapi cantik ini sama saja dengan manusia pada umumnya dimana dia juga memiliki banyak masalah meskipun dia terus menutupinya dengan tampang acuh tak acuh miliknya.

Gadis itu pun tak ingin hidup seperti ini, hanya saja, dia cukup lelah dengan yang namanya mengharapkan seseorang, entah keluarganya atau pun masa lalunya, hatinya mati rasa, jadi yang bisa dia lakukan hanya mempermainkan perasaan orang-orang yang menyukainya.

Setelah lima belas menit dia rasa cukup, Senja pun beranjak lalu meraih kimono mandi berwarna pink untuk dipakainya dan handuk yang dia sampirkan di pundak untuk mengeringkan rambutnya nanti.

Kaki Senja mulai melangkah keluar, namun pandangannya beralih pada foto-foto yang jelas terpasang di dinding sisi barat kamar bercat putih ini.

Kertas berbentuk persegi panjang yang memperlihatkan sahabatnya di masa kecil.

Tiba-tiba seseorang meraih handuknya lalu mengeringkan rambut Senja dari belakang,

"Kebiasaan ya? Jika selesai mandi cepat dikeringkan. Lihat semua lantai basah!" ucapnya dengan tangan yang terus bergerak di atas kepala Senja.

Gadis itu terbelalak, ini suara pria.

Langsung saja Senja mencekal tangan pria itu agar berhenti lalu dia berbalik agar menghadap langsung. Siapa? Pikirnya.

Pria itu merapatkan bibirnya saat mengetahui bahwa orang yang ada di depannya bukanlah orang yang dia maksud. Gugup, jelas. Dia sangat malu, apa lagi gadis ini terlihat sangat cantik.

"Alex!" pekik Rere dan membuat kedua orang tersebut kompak menoleh.

"Mundur! Aku bilang mundur!" lanjutnya agar pria itu menjauhi Senja.

Gadis itu memberikan beberapa pakaian dan memerintah Senja untuk segera memakainya di dalam bathroom tadi. Senja mengangguk mengerti lalu melangkah pergi.

=====

Alex menjatuhkan pantatnya di atas kasur yang empuk milik Rere, dia lalu berguling senang karena merasa sudah menguasai benda ini.

Senja dan Rere yang duduk di atas karpet berbulu seraya melihat tingkah Alex hanya bisa bergeleng heran.

"Sorry ya? Dia memang suka seperti anak kecil." ucap Rere, dia meraih beberapa makanan ringan lalu memasukkan ke dalam mulutnya.

Senja mengangguk.

"Kau Senja? Aku Alex, sorry ku kira kau tadi itu Rere." kini Alex yang tidur tengkurap pelan-pelan menjulurkan tangannya hendak meraih makanan ringan Rere.

Plak!

Alex langsung mengusap tangannya yang memerah, Rere memutar bola matanya, bodo amat.

"Dia sepupu aku, jadi dia tinggal di sini karena besok sudah mulai masuk di sekolah kita. Anak kejuruan multimedia." lanjut Rere.

Senja melirik Alex dan Rere sekilas lalu kembali menatap buku tulis yang ada di hadapannya, karena sebenarnya Senja tidak peduli dengan pria bernama Alex itu.

"Nih! udah selesai." ucap Senja, Rere pun tersenyum lebar setelah menerima pekerjaan rumah dari Pak Teguh sudah selesai berkat Senja.

=====

Pagi hari kelas Senja tidak seperti biasanya, di hari-hari sebelumnya kelas ini terasa sepi karena teman-temannya memilih masuk ke dalam kelas bertepatan dengan bel pelajaran pertama berbunyi, namun kali ini berbeda bahkan sebaliknya karena mereka berbondong-bondong masuk ke kelas, penasaran dengan kehadiran seseorang.

Para siswi sangat sumringah ketika melihat orang itu sedang berbincang dengan Rere dan Senja.

Ya, itu Alex. Pria berkulit putih dengan rambut bercat pirang, visual seperti ini langsung membuat sosoknya menjadi sorotan.

Jika sudah begini, Senja merasa risih. Dia yang menyandarkan punggung dan melipat kedua tangannya terus berdecak tidak jelas karena hawa-hawa tidak suka dari teman-teman sekelasnya. Padahal Alex yang beberapa kali mengajaknya berbicara tidak pernah dia hiraukan.

"DIAM BAC*D! ADA PAK BIMA!" teriak Riko notabene ketua kelas di sini dan membuat keadaan ricuh lalu hening seketika.

Hal itu juga terjadi pada Alex. Karena merasa tidak sempat untuk keluar dari kelas, dia pun memilih untuk berjongkok berharap agar bangku di sekitarnya dapat menutupi seluruh tubuh Alex. Rencananya dia akan keluar dengan cara mengendap-endap.

Tidak berselang lama Bima pun melangkah tak bersalah menuju bangku guru di depan kelas.

Seperti biasa pandangannya akan menjelajah setiap sudut sebelum memutuskan untuk duduk.

Bodoh. Batin Bima lalu berdeham.

"Itu yang sembunyi tolong kemari!" perintahnya dengan dengan senyuman smirk.

Alex yang merasa ucapan itu ditunjukan padanya pun menghela napasnya lalu berdiri, melangkahkan kaki mendekat ke arah Bima.

"Kau siapa?" tanyanya ketika Alex sudah berhenti di dekatnya seraya menunduk.

"Alex, Pak."

"Murid baru?" Bima bertanya karena belum pernah mendengar nama itu di sekolah ini.

Alex mengangguk.

"Bapak tak menerima kabar ada murid baru di kelas ini." ucap pria itu.

"Aku multimedia, Pak."

"Kenapa di sini?"

"Orang yang ku kenal ada di sini."

"Siapa?"

"Rere, Senja."

Deg.

Apa hubungan pria ini dengan Senja? Pikir Bima kesal.

"Jelaskan!" perintahnya yang sudah melipat kedua tangannya.

"Rere adalah sepupuku, Senja temanku." pernyataan itu membuat Bima bernapas lega.

"Sudahlah, Pak. Kasian pria tampan ditanyain melulu." sahut Della.

Bima mengangkat satu alisnya,

"Menurut kalian Alex tampan?" tanyanya.

"IYAAA!" kompak para siswi.

"NGGAKKK!" kompak para siswa.

Bima tertawa dan membuat seisi kelas kebingungan.

"Baiklah, karena kau tampan sama seperti Bapak..."

"IYUHHHHHH!!!" sekarang ganti seisi kelas serempak merutuki kalimat wali kelasnya itu.

"...kau bisa ke kelasmu sekarang." lanjutnya.

Alex mendongakkan kepalanya, dia sudah sering mendengar gosip tentang Bima yang ringan memberikan hukuman untuk murid yang ketahuan melanggar meskipun dalam hal yang tidak masuk akal. Alex pun tersenyum bahagia karena tidak mendapat hukuman di hari pertamanya.

"Terima kasih, Pak." ucapnya lalu melangkah keluar kelas bersamaan dengan sorotan mata para siswi dan keluhan akan kepergian seorang pangeran.

Bima berdeham lagi membuat seisi kelas kembali menatap ke arahnya.

Pria itu pun tersenyum jahil membuat murid-muridnya merasakah hawa menyedihkan dan menakutkan yang langsung membuat bulu kuduk mereka berdiri.

"Bapak hanya ingin menyampaikan bahwa hari ini ada rapat guru, jadi kalian free sampai pulang sekolah..."

Seisi kelas bersorak senang bukan main.

"...tapi..." sunyi seketika.

"...karena kalian tadi tak setuju jikalau Bapak itu tampan. Kalian Bapak hukum, membersihkan lapangan indoor di gedung A." lanjut Bima yang langsung membuat muridnya mengamuk dan bertingkah seperti zombie karena rasa kesal yang memuncak.