1. Harum
Henry berjalan mendekati ku dengan penuh amarah, aku mundur karena takut, pria tinggi besar seperti dia bisa saja langsung membunuhku dengan mudah.
"He-Henry, a-apa yang kamu inginkan?"
"Apa? Kau masih berani bertanya?"
Henry semakin marah dengan pertanyaanku, Ya Tuhan, apa yang akan dia lakukan? Henry melepas jas hitam berbahan wol itu dengan kasar, melepas kancing kemejanya satu persatu, mendekatiku seolah aku ini mangsanya.
"Ja-jangan Henry!" Aku coba berteriak tapi yang terdengar hanyalah sebuah bisikan, aku terlalu takut dengannya. Aku berjalan semakin mundur dan terhenti karena tembok yang menghadang.
Henry, tangan kirinya menahan kedua tanganku ke atas, tangan kanannya mencengkaram erat kedua pipiku "Ini kan yang kau inginkan? Kau ingin pria menjamahmu bukan?" Nafasnya tak beraturan dia sungguh marah. "Jawab! Bukankah kau ingin semua pria memandang tubuh mu dan menyetuh mu? Hah? Dengan pose seperti itu di majalah pria dewasa, apa kau lupa siapa orang yang baru kau nikahi?"
"Ti-tidak."
"Tidak apa? Bagaimana bisa kau hanya mengenakan lingerie dan tampil di depan majalah pria dewasa? Dengan penuh percaya diri lagi, kau sungguh pelacur!"
-Kreeek-
Gaun satin berwarna marun yang aku kenakan dirobeknya, "Aaak..." Refleks aku menutup mataku karena malu hanya mengenakan pakaian dalam, sedang tanganku masih dalam sekapannya.
"Kenapa kau? Malu?" Henry berbisik di telingaku, membuat bulu kudukku merinding. "Kau sudah memamerkan tubuhmu di depan umum, bagaimana bisa kau malu menampilkannya didepan suamimu?"
Itu bukan aku, tapi aku tidak bisa membela diriku, aku tidak boleh membela diriku. Henry mendorong ku, menjatuhkan ku di ranjang besar milik kami, yang biasanya hanya aku yang menempati.
"Kenapa nenek bisa menginginkan mu untuk menjadi istriku, apa yang sudah kamu perbuat pada nenekku? Hah? Jawab!"
Henry menekan tubuhku.
"Ja-jangan Henry."
"Kenapa jangan? Kalau pria lain bisa menyentuh tubuhmu, kenapa aku tidak boleh? Aku suamimu!"
Aku tidak bisa melawannya, dia terlalu kuat, tingginya 185 cm, beratnya 80 kg, lebih tinggi dan lebih berat dari ku, semakin aku melawan semakin dia menyiksaku, aku tidak bisa melawannya, aku tidak boleh melawannya.
"Sakit Henry, hen-hentikan!"
Henry merebut mahkota suci ku. Aku harus bagaimana, aku memang istrinya, tapi hanya sementara. Aku hanya bisa menangis tanpa suara, hanya air mata yang jatuh karena kesucian yang aku jaga harus diambil dengan paksa.
"Ahh..." Henry mendapatkan kenikmatannya, sementara aku menahan sakit di daerah intim ku. "Bagaimana bisa seorang model internasional sepertimu masih perawan?" Henry memandangku sinis. Apa salahnya menjadi perawan? Oh Tuhan, mengapa seperti ini rasanya? Aku tidak akan pernah ingin bercinta lagi, kalau rasanya menyakitkan seperti ini. Henry memakai kembali pakaiannya meninggalkan ku sendiri, tanpa busaa di kamar besar dan dingin ini, sejak menikah sebulan lalu, kami tidak pernah bersama, hidup bagai orang asing.
Aku membersihkan diriku, memakai semua sabun sampai habis, aku merasa kacau, merasa hina, ingin rasaya pulang ke rumah orang tuaku, menceritakan semua kesedihanku pada ibuku, tapi apa yang bisa aku lakukan, ini semua keputusanku. Aku keluar kamar, sudah dengan pakaian rapi, hari ini ada pemotretan, aku tidak boleh membatalkannya karena aku butuh uang.
"Beri dia pil kontrasepsi, aku tidak ingin dia memanfaatkan kehamilannya untuk menjerat nenek." Henry berbicara dengan Bu Ida kepala rumah tangga. Hatiku semakin nyeri, sialan betul itu orang, sudah memperkosaku masih menuduhku suka memanfaatkan orang lain!
Aku turun ke ruang makan, setelah Henry pergi, aku makan sarapan seperti biasa. Aku harus mempertahankan harga diriku yang tinggal sedikit ini. "Bu Ida, apakah ibu punya pil KB?"
"Ada nyonya. Tapi nyonya bukankah sebaiknya nyonya dan tuan memiliki anak agar makin erat hubungan?"
"Bu Ida, ibu tahukan situasi kami yang sebenarnya? Jadi jangan beri ide yang buruk seperti itu."
"Maaf nyonya."
"Saya pergi dulu. Tidak perlu memasak, saya akan pergi sampai malam."
"Baik nyonya."
Nyonya, mendengar semua pelayan memanggilku nyonya, membuatku merasa istimewa, tapi ini hanya panggilan sementara, aku tidak boleh terlarut dalam drama ini. Aku pergi menggunakan mobil sport merah yang dihadiahkan nenek Tedjo padaku sebagai hadiah pernikahan, aku mengendarai mobil dengan hati yang pilu, tapi tidak terlihat di wajahku, karena wajah ini sudah tertutup sempurna dengan make up.
"Hey sudah siap buat pemotertan?"
"Siap kak."
"Kenapa belakang lehermu merah begini?"
"Oh, aku tidak melihatnya, belum tertutupkah?"
"Apa yang terjadi?"
"Dia merebut kesucianku kak." Dengan lemah aku bercerita pada Kak Mey, manajer artisku, maksudku manajer artis Cassandra.
"Oh, maaf, kamu masih perawan?" Kak Mey bertanya yang hanya aku jawab dengan anggukan. "Aku akan memberitahu Cassandra, agar dia memberikanmu kompensasi tambahan." Aku mengangguk, akhirnya aku hanya pelacur, seperti kata Henry, walau bukan dia yang membayar, tapi tetap saja aku dibayar.
"Ya, karena Cassandra menjadi model majalah pria dewasa, dia menghukumku."
"Maaf, tapi mau bagaimana lagi?"
"Ya Kak, ini sudah sebulan, kapan Cassandra pulang?"
"Emh, maaf, aku baru akan memberitahu mu hari ini. Cassandra masih belum selesai berkeliling dunia, dia akan membayar tiga kali lipat dari perjanjian, kamu harus menggantikannya selama tiga bulan, dan selama itu setiap pekerjaan yang kamu kerjakan, uangnya akan menjadi milikmu."
"Tapi kak? Tiga bulan bersama monster itu? Aku takut kak."
"Tapi kamu akan punya 300 juta, ditambah uang pekerjaan selama tiga bulan, kamu bisa menjadi jutawan dalam waktu singkat, kamu bisa membayar seluruh hutang judi bapakmu. That's whorted."
Hufft. Ya benar, apa yang dikatakan Kak Mey benar. Aku hanya bekerja demi uang, sakit sedikit tidak masalah.
Aku bekerja sebagai stunt girl, aku biasa menggantikan pemeran utama wanita untuk berperan adegan yang sulit atau berbahaya, aku sebenarnya bisa sedikit bela diri, aku juga baik dalam merias wajah, aku bisa merias diriku agar terlihat sama atau hampir sama dengan pemeran utama yang aku gantikan. Sampai suatu hari aku bertemu dengan Cassandra, tinggi kami hampir sama, aku lebih tinggi dua senti darinya, bentuk wajah kami sama, rambut kami sama lurus hanya dia berambut pirang sedangkan rambutku hitam, tidak masalah aku bisa menggunakan pewarna rambut yang terbaik yang membuat rambut lembut. Aku juga bisa meniru suara orang lain, aku belajar berbicara seperti Cassandra, aku juga meniru cara berjalannya. Sehingga hampir tidak ada yang tahu kalau aku menggantikannya, kecuali Kak Mey dan adikku.
Sejak bulan lalu, aku menggantikan Cassandra untuk menikah dengan Henry Kesuma, karena Cassandra sudah merencanakan untuk keliling dunia sejak tahun lalu, sedangkan pernikahan mereka mendadak dilaksanakan karena perjodohan. Cassandra tidak bisa menolak pernikahan ini, karena dia tidak bisa menolak untuk menjadi Nyonya Kesuma, keluarga kaya nomor satu di Asia Tenggara. Aku menerima tawarannya karena bapak ku terlilit hutang pada rentenir, tidak tanggung-tanggung jumlahnya, 60 juta rupiah, darimana aku punya uang sebanyak itu? Cassandra membayarkan hutang itu dan membuatku terpaksa menggantikannya sementara, dia berjanji hanya pergi sebulan, tapi sekarang dia ingkar, aku harap dia tetap memenuhi janjinya setelah tiga bulan dan tidak terjadi sesuatu yang buruk dengannya, karena kalau sampai dia kenapa-kenapa aku juga bisa dalam bahaya.
"Harum, ayok studio sudah set." Kak Mey membuyarkan lamunanku.
"Cassandra kak, jangan panggil nama asliku, nanti ketahuan."
"Oh iya, aku lupa."