2.
"Nyonya, nenek menelepon tadi, mengundang tuan dan nyonya untuk makan malam besok di villa."
"Baik, terimakasih."
Huuft. Aku paling benci acara seperti ini, karena aku merasa bersalah dengan nenek, beliau terlalu baik, aku merasa jahat sekali membodohinya. Juga bagaimana aku memberitahu Henry, dia tidak akan senang jika aku menghubunginya, WA ku di blokir, kalau pesan singkat, aku tidak tahu apakah dia membacanya atau tidak. Ahh sudahlah, aku akan mengirimkan SMS saja ke Henry, kalau dia tidak datang besok, aku akan cari alasan kalau dia sedang bekerja. Hari sudah malam, aku lapar, dan memasak tumis kangkung dan tempe goreng tepung, aku suka memasak makananku sendiri, tapi aku tidak suka makan sendiri seperti ini, biasanya di rumah ada adikku yang menemaniku makan. Akh, aku merindukan keluargaku.
Aku mengirim pesan singkat pada Henry, "Besok malam nenek mengundang kita makan malam, kamu datang atau tidak?" Ku letakan lagi ponselku, aku yakin dia tidak akan membalasnya. Aku makan dengan tenang.
-Tring-
Sebuah pesan singkat masuk, "Henry?" Cih , itu monster mau juga balas SMS ku. "Besok sore tunggu aku di dekat rumah nenek, aku akan menjemputmu."
Sial! Dia bahkan tidak menjemputku di rumah, tapi menyuruhku menunggunya di pinggir jalan? Kenapa kita tidak datang terpisah saja? Sialan banget dia! Arrrgggh!
Waktu terasa begitu cepat berlalu, mungkin karena aku tidak ingin datang ke acara makan malam ini, judulnya saja makan malam, tapi biasanya akan mengundang banyak orang, aku yang akan jadi sorotan, pakaianku akan dinilai, aku harus pura-pura mesra dengan Henry.
Aku jadi teringat saat menikah dengannya dulu, aku begitu gugup, aku merasa sungguh menikah, berjalan di lorong untuk sampai ke altar, menemui dia yang sangat tampan dengan kemeja putihnya, bagaikan pangeran dari negeri dongeng, matanya yang coklat memandangku dengan senyuman, walau palsu tapi sungguh membuatku tenang, bahkan orang tua Cassandra dapat aku tipu, tidak ada seorangpun yang tahu kalau pengantin wanitanya bukan Cassandra Heart tetapi Harum Lan Elok.
Setelah pemotretan aku berganti pakaian, aku mengenakan gaun warna biru dongker rancangan desainer terkenal, tentu saja gaun ini milik Cassandra. Gaun ini memiliki kerah yang tinggi, backless yang memperlihatkan punggungku, membuatku tidak memakai bra ber tali, hanya bra tempel saja, gaun ini panjang sampai bawah, tapi belahannya sampai paha atas. Aku tidak terlalu suka gaya ini, tapi ini gayanya Cassandra, aku harus mengikuti gayanya. Pukul 5.00 aku sudah menunggunya di sini, takut orang-orang mengenaliku, aku memakai jaket panjang, kacamata hitam dan masker. Sudah satu jam lebih dia tidak kunjung tiba, kakiku sudah terlalu lelah, dengan barang bawaan yang berat ini aku berjalan ke halte terdekat untuk mencari tempat duduk.
Baru saja meletakan bokong semok ku ini.
-Tin tin tin-
Mobil sport hitam milik Henry berhenti, oh akhirnya. Aku masuk ke dalam mobil.
"Sudah aku bilang tunggu di ujung jalan sana! Kenapa kau malah menunggu di halte? Ingin semua orang tahu, kalau aku membiarkanmu menunggu!"
Duh Gusti, paringi sabar! Aku hanya menghela nafas pelan. Bukannya minta maaf terlambat malah memarahiku. Aku meletakan tas besarku di belakang mobil, aku membawa pakaian untuk pemotretan tadi juga pakaian gantiku dan peralatan make up sehingga berat tas ku ini.
"Kau jadi model internasional apa tidak mampu membayar asisten? Bisa-bisanya membawa pakaian sendiri. Kalau bayaran jadi model itu kurang, lebih baik kau pura-pura jadi istri yang baik saja di rumah, tidak perlu memamerkan tubuhmu itu!"
Aku hanya diam, sesuai dengan perjanjianku dengan Cassadra aku tidak boleh membuat hubungan dengan Henry semakin buruk. "Kenapa diam saja? Setuju dengan usulku?"
"Entahlah, kita bisa bicarakan itu lagi dua bulan lagi."
"Kenapa menunggu dua bulan lagi?"
Karena kamu harus membicarakannya sendiri dengan Cassandra yang asli. "Karena sekarang aku masih senang bekerja."
"Bekerja? Kau itu hanya pelacur berbalut istilah model."
"Kalau aku pelacur, kenapa kamu mau menikahi pelacur?" Akhirnya ga tahan juga aku sama pahit kata-katanya itu.
"Karena terpaksa, kalau bukan nenek ku yang menyuruhku untuk menikahimu, mana mau aku."
Lalu apa kamu berhak menghina pekerjaanku seperti itu? Kamu tidak tahu sulitnya menjadi model, terlebih aku, stunt girl. Kamu ga akan tahu. Aku hanya diam tidak perlu membalasnya lagi, kacau jadinya kalau dia menggugat cerai diriku. Tak berapa lama, kami sudah tiba di kediaman nenek, villa yang terletak di tengah ibu kota, villa yang megah dengan halaman yang luas, aku merasa kecil disini, aku tidak seharusnya berada disini.
Hufft.
"Hentikan wajah murung itu, ingat kau harus menjadi istri yang bahagia malam ini, jangan membuat keributan."
"Tentu saja, kamu tahukan kemampuan beraktingku cukup bagus." Rasanya ingin aku hajar saja si pahit lidah ini.
Kami masuk, dia mengapit lenganku, berjalan sambil tersenyum menatapku, seolah kami adalah pasangan yang sedang kasmaran. Sejenak terlintas pemikiran, andai saja kami sungguh menikah dalam cinta, tentu akan sangat bahagia. Shit! Tapi itu tidak mungkin. Dia terlalu kejam untuk merasakan cinta.
"Ahh, cucu nenek dan cucu menantu nenek yang cantik... kalian terlihat sangat mesra, sungguh pengantin baru."
"Ahh nenek bisa saja. Nenek sehat nek?" Tanyaku sambil mencium kedua pipi nenek , walaupun usia beliau sudah 70 tahun tapi beliau masih sehat dan bugar, masih terlihat cantik dan menawan.
"Nenek sehat sayang, kamu harus sering menemani nenek disini."
"Baik nek."
"Henry, bawa Cassa dan salami para tamu."
"Baik nek."
Sepanjang malam kami berpura-pura bahagia, tertawa bersama, saling menatap, Henry memberikan minuman atau membantuku mengambilkan sesuatu, sungguh drama yang sempurna.
"Kalian mesra banget ya, kapan nih punya anak?"
"Uhuk... uhuk... uhuk." Aku terbatuk, tersedak minuman mendengar pertanyaan ini. Membayangkan harus kesakitan bercinta dan kesakitan melahirkan, oh tidak, aku heran kenapa ibuku bisa mempunyai dua orang anak, sedangkan bercinta begitu menyakitkan, lalu kenapa namanya bercinta sih padahal itu lebih seperti penyiksaan.
"Sayang hati-hati minumnya pelan-pelan ya." Henry lembut sekali nada bicaranya, andai saja tiap hari dia bisa selembut ini, mungkin tidak akan berat bagiku untuk berpura-pura menjadi Cassandra.
"Iya, maaf aku tidak hati-hati."
Nenek memanggil kami, akhirnya aku bisa bebas dari pertanyaan seputar anak. Nenek duduk di kursi besarnya, membuat seolah-olah beliau adalah ratunya di kerajaan ini.
"Sini duduk dekat nenek Henry, Cassa."
Kamipun duduk mengapit nenek.
"Henry, nenek sudah tua, segera buatkan nenek cicit. Orang tua mu sudah tiada, hanya nenek seorang, jadi segeralah sebelum masa hidup nenek habis."
"Ahh nenek bicara apa sih? Nenek akan hidup 100 tahun lagi, yakin nek!" Aku gelayuti lengan nenek. Aku mencoba menghibur diriku sendiri, aku sedih mendengar nenek bicara seperti itu.
"Ahh kamu ini, manis benar mulutmu itu." Nenek menoel hidungku. "Karena itu segera buatkan aku cicit yang lucu-lucu." Aku hanya tersenyum, aku tidak akan berbohong pada nenek soal ini, aku tidak akan pernah mau bercinta lagi, itu sakit nek, tidak, eh, tapi bukan itu juga yang jadi masalah. Masalahnya aku ini hanya cadangan nek, pemeran utama belum muncul.
"Iya nek, jangan khawatir kami akan segera memberikan nenek cicit." Dengan tenangnya Henry berkata seperti itu. Oh, Cassandra cepatlah datang, aku tidak ingin bersetubuh dengannya lagi.