Chereads / Hutang Budi, Bayar Body / Chapter 10 - Pacar Henry

Chapter 10 - Pacar Henry

10. Pacar Henry

Oh God! Aku lupa, aku menjadi diri sendiri. Ayo berpikir, berpikir Harum, kamu harus lepas dari ini.

-Plak- Dian menamparku lagi, kali ini aku biarkan Dian menang, aku tidak membalas, aku hanya memegang pipiku dan berpura-pura akan menangis.

"Apa yang kalian lakukan!" David berteriak, pada kami.

"Siapa yan mengundang mereka? Usir mereka!" Walau dengan nada yang rendah tetapi tatapan tajam Henry membuat semua orang merindin. David mengusir Dian and the genk. Horray for me, aku melirik sedikit ke Dian memberikan sebuah senyuman kemenangan yang membuat wajahnya merah seperti keping rebus.

Henry mendekatiku, melepas jasnya, dan menutup bahuku. "Ayo ganti pakaianmu." Aku masih berpura-pura menangis. Kami sudah sampai di rest room. Aku kembali menjadi Cassandra yang manja, "Ma-maafkan aku, aku terlalu marah karena selalu di bully mereka." Kata ku sedikit aku kasih segukan biar lebih meyakinkan.

"Kenapa menangis? Bagus harusnya kamu hajar terus mereka! Jangan menangis! Cengeng!" Walau terdegar kasar dan marah, tapi Henry memelukku, dan menepuk-nepuk punggungku.

"I-iya." Akupun berhenti menangis. "Maaf bajunya jadi kotor." Aku sunggu menyesali baju yang kotor ini, karena ini memamng baju seleraku, dengan warna broken white yang aku suka.

"Tidak masalah, Andre sudah membawakan pakaian baru. Kamu tunggu sebentar ya. Aku akan kembali."

Aku mengangguk membiarkannya pergi, lagian juga aneh banget rasanya di rest room berduaan sama Henry. Saat Henry sudah menghilang dari pandangan, datang dua orang perempuan cantik, mereka sangat cantik dan berkelas, terlihat dari semua merk yang mereka pakai dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Hai, Cassandra ya?" Tanya salah seorang perempuan cantik itu, nadanya sangat lembut dan elegan.

"Iya." Jawabku sambil tersenyum.

"Kamu keren juga berkelahinya, seperti gadis kampung." Kata salah seorang dari mereka. Kenapa rasanya seperti sedang disindir ya?

"Gadis kampung dengan selera pakaian kampung." Lanjutnya. Sambil melipat tangannya ke dada dan melirikku sinis.

"Kamu pakai pelet apa sampai neneknya Henry meminta kamu untuk menikah dengan cucu kesayangannya?" Tanyanya dengan sinis dan ketus.

Hafft. Aku kira masalah hari ini sudah berakhir, tahunya datang lagi mara bahaya, seharusnya aku tadi berdoa dulu, minta untuk dijauhkan dari segala mara bahaya.

"Peduli amat kalian dengan urusan hidupku." Kataku dengan nada menantang.

Tangan perempuan cantik itu sudah melayang hendak memukulku, tapi aku tangkap. Sialan! Gue ogah ditampar lagi.

"Dasar gadis kampungan! Lepas!"

"Aaakk..." Temannya menjambak rambutku. "Lepas!" Teriakku.

"Ga akan gue lepas, pelakor murahan kayak lo! Dia itu pacarnya Fidellia tahu! Gara-gara elo, Fidellia ga bisa nikah sama Henry!" Kata perempuan itu masih dengan menjambak rambutku, rasanya kulit kepalaku sudah pedas dan sepertinya rambutku tercabut. Segera aku tarik lengan orang itu, aku pelintir tangannya, sehingga dia melepas rambutku.

"AAAAKKK..." Teriaknya.

"Kalau kalia mau protes, kenapa gue yang nikah sama Henry, harusya kalian komplain ke nenek, jangan ke gue!" Teriakku.

"Kamu boleh nikah sama Henry, tapi hati Henry masih sama gue! Lihat aja sebentar lagi lo akan diceraikan sama Henry!"

"Uuuuhh... takut... coba aja sana, kalau Henry yang meninggalkanmu gimana? Mau taruhan?" tantangku.

"Kurang ajar!"

–Plak- Fidellia menamparku.

-Plak- Kembali aku balas, lalu dengan sengaja dia menjatuhkan tubuhnya ke pada diriku, lalu dia menariku hingga aku menindih Fidellia.

"Jangan... jangan pukul aku, aku ga akan deketin Henry lagi, aku, aku ngalah sama kamu." Teriak Fidellia, aku hanya menatapnya heran, nih orang sakit jiwa kali ya?

"Cassa! Lepaskan Fidel!" Henry mendorongku hingga bokongku sakit karena terpaksa mencium lantai dengan kasar. "Kamu ini kenapa? Semua orang kamu ajak ribut!" Henry membentak dan menarik lenganku sampai aku berdiri, lalu dia dengan lembutnya menolong Fidellia berdiri. Aku melengos, ternyata aku sedang berhadapan dengan ular betina. Licin sekali dia.

"Sudah Henry, tidak apa-apa, ini hanya kesalahpahaman saja, Cassa tidak bermaksud jahat padaku." Mendengar perkataan Fidellia ini membuatku ingin muntah. Sialan banget dia, play victim.

"Cassa! Minta maaf!" Henry memerintahku.

"Ga mau!" Tolakku. Orang gue ga salah juga!

"Aku hanya meninggalkan kamu mengambil pakaian saja kamu sudah membuat keributan lagi, apa susahnya sih minta maaf kalau salah!"

"Siapa yang salah! Aku ga salah! Lagian aku ga mau pakai baju murahan dari kamu! Kamu sengajakan kasih aku baju murahan supaya aku diolok-olok oleh mereka?!" Akhirnya punya ide juga gue buat jatuhin ini ular betina.

"Siapa yang bilang murahan! Itu aku pesan di YVL desainer terkenal, ini juga dari YVL!" Henry melempar kotak baju ke arahku, aku tidak menangkapnya, membiarkan kotak itu berhamburan mengeluarkan isinya, gaun sederhana berwarna hijau.

"Ga mau lagi aku pakai baju dari kamu! Hanya di hina sama pacar kamu itu!" Aku pergi meninggalkan mereka bertiga.

Aku sudah muak dengan acara ini, mana aku belum makan malam, lapar sekali rasanya. Aku memutuskan untuk pulang saja, aku panggil taksi dan memintanya mengantarku ke daerah dekat kampusku dulu, karea aku mau makan dulu di pinggir jalan, ada penjual sop buntut langgananku. Sop buntut dengan emping melinjo dan nasi, porsi dobel, untuk membunuh lapar dan amarah dalam dada. Bisa-bisanya Henry masih berpacaran dengan orang lain saat sudah menikah, aku merasa cemburu dan patah hati. Ahh, tapi aku bukan istrinya, kenapa aku harus marah, cemburu dan patah hati? Ahh, kamu terlalu menjiwai karaktermu Harum, ingat dia itu hanya suami sementara.

Mengingat siapa aku, dan dimana posisiku, membuat aku tersadar betapa rendahnya diriku, murahan, aku menjadi seorang istri, melaksanakan kewajiban seorang istri tapi aku bukan seorang istri, aku hanya istri cadangan, sementara. Aku harap Cassandra cepat datang agar aku tidak larut dalam perasaan ini.

"Mbak Harum ya?" Penjual sop buntut bertanya padaku.

"Iya pak."

"Tuh kan benar..."

"Memangnya kenapa pak?" Tanyaku sambil tersenyum.

"Saya pangling lihat mbak Harum, saya kira model terkenal itu."

"Oh, kok bapak bisa tahu ini saya?"

"Soalnya perempuan cantik yang makannya dobel hanya mbak Harum seorang."

"Hahahaha, bapak bisa saja."

"Iya, kurus-kurus makannya banyak ya? Tapi gak papa, ga repot-repot diet."

"Iya pak, saya dietnya tinggi kalori tinggi protein pak."

"Kok mbak Harum sudah dandan cantik begini malah makannya disini mbak? Bukannya di bintang lima sana?"

"Hahaha, rasanya enakan sop buntut buatan bapak, daripada di bintang lima pak."

"Ahh, bisa aja mbak."

"Serius pak, tadi saya dari bintang lima ada acara, tapi makanannya ga cocok, jadi deh saya melipir kesini dulu buat cari makan malam."

"Wah, seneng banget bapak, punya pelanggan kayak gini. Ya sudah selamat makan mbak."

Aku menikmati makananku, setelah itu pulang ke rumah Henry, walau dengan enggan. Masih sebal dengan Fidellia dan Henry.

Tolong dukung cerita ini dengan memberi Power Stone ya manteman... terimakasih semuanya.