11. Merasa bersalah.
Aku pulang ke rumah, walau enggan, tapi daripada cari masalah, ya pulang aja deh, bisa di amuk Cassandra aku kalau Henry sampai minta cerai.
"Darimana saja kamu?!" Henry membentak saat melihatku, membuatku terkejut, karena dia berada dalam gelap, lampu ruang tengah tidak menyala. Aku diam saja dan tetap berjalan ke kamar.
"Berhenti disitu! Aku lagi bicara sama kamu!" Aku berhenti tanpa melihatnya, "Lihat ke orang yang sedang berbicara! Ga sopan banget sih kamu?" Aku menoleh ke arah Henry, memberikan tatapan bertanya sekaligus kesal. "Sini duduk! Makan!"
"Aku sudah makan, kamu makan saja sendiri!" Jawabku.
"Duduk dan makan! Aku tidak bertanya kamu sudah makan atau belum?"
Ck! Sialan! Tapi aku harus nurut, sesuai perjanjianku dengan Cassandra, lakukan apapu permintaan Henry.
Aku duduk, pelayan menyajikan makanan. Oh tidak hidangan utamanya lobster, aku alergi makanan laut, tapi itu favoritya Cassandra, aku harus tetap makan, duh semoga obat alergiku masih ada di dalam koperku. Aku makan dengan pelan.
"Makan! Itu makanan kesukaanmu!" Henry berteriak marah.
"Aku sudah makan, jadi aku kenyang!" Aku balas berteriak.
"Gara-gara kamu aku tidak sempat makan tadi, aku sudah berbaik hati menyiapkan makanan favorit kamu, kamu malah tidak menghargainya!" Henry membanting garpu da pisaunya ke atas piring. Aku merasa sedikit bersalah, dia tidak makan disana itu berarti dia mencariku tadi. Sedikit tersentuh dengan sikap Henry, akhirnya aku makan, tanpa sadar menghabiskan lobster itu.
"Cassa, kenapa pipi kamu?" Henry bertanya dengan nada sedikit khawatir.
Aku merasakan panas dari dalam tubuhku, rasanya seperti terbakar tenggorokanku, tubuhku juga terasa gatal, aku berlari ke kamar, mencari obat alergi, tapi tidak menemukannya, dan sakitnya sampai ke telinga, hidungku juga rasanya terbakar.
-Bruk-
"Cassa... Cassa..."
Saat terbangun aku sudah di ranjang rumah sakit.
"Kamu sudah sadar?" Henry tampak khawatir, dia masih mengenakan pakaian yang sama.
"Aku dimana? Ehemm... ehem..." Suaraku tidak bisa keluar, alergiku kumat, aku biasanya sakit tenggorokan kalau alergiku parah sekali.
"Kamu alergi lobster? Kamu tahu itu?" Tentu aku tahu itu, tapi itu aku bukan Cassa istrimu. Aku hanya menggeleng, aku harus memikirkan sebuah alasan.
"Biasanya aku tidak masalah makan lobster." Jawabku dengan suara serak.
"Ya. Mulai sekarang kamu jangan makan lobster lagi, alergimu bisa membunuhmu kalau sampai kamu terlambat ditolong!" Ujar Henry dengan tangan yang besedekap dan tatapan marahnya.
"Baik, maaf merepotkanmu."
"Ya sudah istirahatlah, nanti Andre yang akan menjemput kamu, aku harus kembali bekerja."
Henry pergi. Kak Mey meneleponku, aduh gawat ini, aku lupa aku ada jadwal pemotretan hari ini.
"Halo Kak Mey... maaf kak, aku sakit." Dengan suara serakku, Kak Mey percaya kalau aku sakit dan dia mengatur ulang jadwal pemotretanku, diundur menjadi malam ini. Aku rasa aku sudah bisa bekerja, sudah tidak ada ruam di sekujur tubuhku, hanya suara saja yang hilang, tidak masalah.
Andre, asiste pribadi Henry menjemputku dari rumah sakit, aku langsung minta diantar ke lokasi pemotretan, walau harus dengan melewati adu argumen terlebih dahulu, baru dia mau mengantarku ke lokasi pemotretan.
"Tapi Nyonya, Tuan memerintahkan saya untuk segera membawa Nyonya pulang."
"Andre, saya hanya akan pemotretan sebenatar tidak sampai tiga jam akan selesai pekerjaan saya, saya tidak bisa menunda pekerjaan ini karena saya sudah terikat kontrak." Jawabku dengan suara yang masih serak.
"Tapi Nyonya belum pulih benar."
"Yang difoto itu badan saya bukan suara saya, jadi mereka tidak akan tahu saya masih sakit. Please?"
"Tapi Nyonya..."
"Please..." Dengan mata kucing aku minta belas kasihan Andre.
"Haafft, baiklah nyonya, tapi tolong tidak lebih dari tiga jam. Saya akan menunggu Nyonya hingga selesai."
"Saya bisa pulang sendiri, kamu tidak perlu menunggu."
"Tidak nyonya, saya akan memastikan Nyonya pulang dengan selamat."
"Baiklah kalau begitu."
Sebenarnya agak ga nyaman juga sih kalau harus membuat Andre menunggu, karena aku tidak suka menunggu jadi aku juga tidak senang membuat orang lain menunggu. Ahh semoga saja tidak ada yang salah hari ini.
"Cassa, kamu sudah datang? Ayo segera fitting dan make up!" Kak Mey sudah menyambutku didepan lokasi.
"Ayo kak. Andre kamu bisa menyamankan dirimu selama menunggu saya."
"Baik Nyonya."
Persiapan pemotretan sudah selesai, karena ini pemotretan untuk sampul majalah terkenal jadi segala sesuatu harus sempurna, temanya anniversary ke-10 dari majalah ini sehingga ada 10 model cantik yang bergaya, aku jadi center dengan pakaian yang sangat amat seksi, gaun panjang tapi dengan belahan sampai pinggang. Sedikit tidak nyaman memakainya, tapi sebagai seorang model profesional aku harus bisa membuat pakaian ini menjadi hidup.
Sekarang kami akan memulai mengambil gambar, sang photographer yang handal mengatur posisi kami dan kami bergaya mengikuti arahan photographer. Ahh beruntung saja semua model profesional jadi gambar yang didapat melebihi ekspektasi photographer.
Belum tiga jam dan sudah selesai, saatnya ganti pakaian dan membersihkan make up dulu sebelum pulang.
"Aaakkh."
Tiba-tiba ada menarik tanganku dan menyeretku, saat akan ke ruang ganti. "Henry! Kamu apa-apan sih?" Tanyaku dengan suara yang masih serak.
"Kamu yang apa-apaan? Siapa yang mengizinkan kamu untuk bekerja?! Aku bilang kamu pulang tadi! Pulang! Bukan malah kerja!" Henry berteriak dan menyentak tanganku, semua mata melihat ke arah kami.
"Maaf, tapi ini tidak bisa dibatalkan." Jawabku lemah dan sedikit menunduk karena tatapan Henry yang marah sekali.
"Mulai sekarang kamu harus minta izin dariku untuk bekerja!"
"Tapi..."
"Tidak ada tapi! Ayo pulang!"
"Tapi aku ganti baju dulu, ini baju desainer."
"Cih! Baju jelek begitu saja! Bayar saja baju itu! Ayo ikut aku! Ga usah banyak alasan!"
Aku menengok ke Kak Mey, Kak Mey memberi kode untuk mengikuti keinginan Henry. Akupun menurut dan mengekori Henry hingga lobby, ada Andre yang sudah menunggu di dekat mobil.
-Bugh-
Henry meninju Andre. Andre hanya menerima pukulan Henry tanpa membalas, hanya sedikit meringis.
"Kamu! Saya pecat!" Kata Henry pada Andre. Andre hanya menunduk dan menganggukan kepala.
"Ja-jangan Hen, Andre tidak salah, a-aku yang memintanya mengantarku ke lokasi pemotretan."
"Kenapa kamu membelanya?" Dengan marah Henry menuding ke arah Andre. "Kamu suka sama dia? Andre selain kamu, seluruh keluarga kamu saya pecat!"
"Henry!" Teriakku tidak percaya.
"Masuk kamu!" Henry mendorongku hingga masuk kedalam mobil, Andre yang mengendarai mobil. Henry duduk denganku dibelakang. Aku membuang muka, aku hanya melihat ke arah luar. Masih kesal pada Henry dan merasa bersalah dengan Andre, bagaimana jadinya kalau Andre harus berhenti bekerja, bahkan seluruh keluarganya dipecat?
"Minum obat!" Henry menjulurkan tangan yang terisi obat. Aku hanya melirik dan diam, tidak mempedulikannya. "Minum!" Henry membentak. Aku masih diam. "Kenapa tidak minum obat? Mau mati kamu hah?"
"Iya! Lebih baik mati muda daripada punya suami jahat!" Duh, ngomongan apa aku barusan? Kalau beneran mati gimana? Bisa ketahuan dong.
"Siapa yang mengijinkan kamu mati? Hah?" Henry masih dengan angkuhnya, merasa dirinya paling benar. Aku diam saja tidak menjawab, tapi air mata sudah menetes, karena merasa bersalah dengan Andre, aku sudah membuat seseorang kehilangan pekerjaannya dan aku tidak bisa menolongnya, karena aku bukan Cassandra Heart yang asli.
"Kenapa menangis?" Suara Henry lebih pelan dan lembut, dia menarik daguku dengan lembut, membuat wajahku berhadapan dengan wajahnya, sangat dekat. Aku menunduk karena malu terlihat lemah. "Kenapa menangis?"
"Peduli apa kamu?!" Aku tepis tangannya dari daguku.
"Mulai berani ya kamu?"
"Emhhmmpp..." Henry menciumku paksa, aku gigit bibirnya.
"Aww... Cassa!" Henry marah, dan aku tersadar, aku sedang jadi Harum bukan Cassa. Aku membuang muka, antara benci dan harus bertahan dalam sandiwara ini.
"Sudah jangan menangis, kamu minta apa? Akan aku turuti keinginanmu asalkan jangan menangis di dekatku! Aku tidak suka dianggap menindas wanita lemah." Kata Henry, walau terdengar marah tapi penuh dengan perhatian.
"Jangan pecat Andre dan keluarganya!" Kataku.
"Apa? Jadi kamu menangis karena aku memecat Andre? Kamu pikir aku benar-benar akan memecat Andre? Besok juga dia akan kembali bekerja seperti biasa." Kata Henry dengan nada meremehkan aku.
Aku bengong, jadi mereka hanya mengerjai aku, supaya merasa bersalah? Sial!