14. Mendoan
Oh, inikah namanya insan sedang jatuh cinta? Mengapa semua begitu indah dilihat, begitu sedap dipandang? Seolah, kuingin selalu tersenyum, tapi ah aku malu... padamu...
Ini lagu yang menggambarkan suasana hatiku saat ini, jatuh cinta pada Henry, orang yang tidak boleh aku cintai, karena dia tidak akan termiliki. Tapi, akh, aku akan egois untuk hari ini. Ya, hari ini saja, aku akan mencintaimu. Maafkan aku Cassandra, aku melanggar perjanjian kita, tapi tenang, aku tidak akan berkhianat.
"Kamu gila ya? Senyum-senyum sendiri?" Ucapan Henry membuyarkanku dari lamunanku.
"Eh, ah, enggak papa kok." Kataku asal.
"Kamu kenapa? Sudah jatuh cinta sama aku ya?" Kata Henry sambil mengedipkan matanya, genit.
"Ya aku jatuh cinta sama kamu, aku ingin memilikimu seutuhnya!" Tentu ini hanya suara hatiku saja, mana mungkin aku bicara seperti ini, bisa kacau semuanya. Akupun hanya tersenyum dan berkata, "Cassakan sudah jadi istrimu, cinta atau tidak, Cassa adalah istrimu." Sengaja aku bicara menggunakan nama karena memang itu reaitanya.
"Kamu emang aneh hari ini, Cassa itukan kamu, nada bicaramu membuat seolah-olah bukan kamu saja. Apakah alergi juga menyerang otak?" Cibir Henry disertai dengan senyuman menghina.
"Ya aku rasa alergi sudah menyerang otakku!" Jawabku, menyerang logikaku, hingga melewati batas profesionalisme, aku jatuh cinta sama kamu. "Akh!" Tanpa sadar aku berteriak frustrasi.
"Kamu kenapa?" Tanya Henry sambil memakan buah yang dia ambil dari dalam kulkas.
"Gila! Nyebelin!" Jawabku frustrasi, entah bagaimana porak porandanya hati ini, kacau, antara hati dan logika bertentangan. Aku berjalan naik ke kamar, sebaiknya aku bersembunyi di kamar saja hari ini.
"Hey! Kenapa marah?" Henry mengernyitkan dahinya. "Baru kali ini aku melihatmu merajuk seperti itu, imutnya..." Ucapan Henry yang ini tidak terdengar leh Harum, karena dia sudah naik ke kamar, sementara Henry masih memikirkan istrinya itu.
Henry naik ke kamar setelah menyusul istrinya. Henry membuka pintu dan melihat Cassa tertidur.
"Cass, Cassa!" Henry memanggil Cassa dari depan pintu tapi tidak mendapat jawaban, Henry mendekat dan melihat Cassa sudah teridur pulas. "Dasar pelor! Baru sebentar saja sudah langsung pulas!" Henry mendekat dan membelai pipi Cassa. "Kenapa kamu selalu memakai riasan berat seperti ini?"
Henry kembali bekerja, membiarkan istrinya untuk istirahat.
Harum si Cassa palsu, tertidur pulas, karena obat alergi yang dia minum. Hari ini dia juga tidak ada pekerjaan jadi hari ini akan dihabiskan di rumah besar da mewah ini.
"Jam berapa sekarang?" Aku terbangun dari tidur, merasa semakin baik tubuh ini setelah beristirahat. "Ya ampun jam 11.20 siang, aku tidur 2 jam lebih... lapar." Aku turun untuk mencari makanan, melihat ke meja makan, banyak hidangan tersedia, tapi aku tidak berselera, aku sedang ingin tempe mendoan dan sambal bawang, emh... mantab. Masak dulu deh sebentar.
Ku buka kulkas, masih ada tempe, aku buat cukup banyak 20 potong, karena aku akan makan 10 potong, 10 potong lagi akan aku berikan untuk Bu Ida, atau siapa saja yang mau. Selagi menggoreng, aku mengulek cabe dan bawang, jadilah sambal bawang. Ambil nasi hangat dulu, tambahkan sambalnya, uuhh aromanya, mantab, ambil tempe yang sudah matang, juga irisan mentimun dan daun selada, aku duduk makan di counter. Tak perlu ke meja makan, masih menggoreng soalnya. Aku makan dengan tangan saja, mumpung tidak ada orang sekarang, aku sangat menikmati makan siang ini, rasanya seperti kembali ke rumah.
"Enak juga sepertinya." Aku berhenti makan, ada seseorang dibelakangku, aku tidak kenal suara ini, perlahan aku membalikan badan. Ternyata salah satu sahabt Henry, aku lupa siapa namanya.
"Eh, hai, ya enak, kamu mau?" Dengan grogi dan bingung karena ketahuan makan dengan tangan saja tanpa alat makan lengkap, aku jadi menawarkan sahabat Henry ini untuk makan juga.
"Mau dong, tempenya sama sambalnya masih ga?" Tanyanya.
"Masih, itu yang baru matang." Aku menunjuk ke arah piring berisi mendoan baru matang.
"Pas nih, hujan-hujan gini makan mendoan hangat." Aku baru teringat, dia Gregorius, yang punya perusahaan jamu itu. Greg makan dengan lahap, dalam waktu singkat dia sudah menghabiskan tiga potong mendoan. "Masakan kamu enak juga, aku kira kamu hanya cantik saja, tapi kamu bisa masak juga, cool." Kata Greg yang masih fokus dengan mendoannya, sementara aku bingung harus bagaimana bersikap.
"Hoy! Lama banget lo ambil minum aja!" Datang lagi salah satu sahabat Henry yang rada arab, aku lupa siapa namanya, sebentar aku ingat-ingat dulu siapa ya namanya? Ahh kok ga inget sih? Hadduh mereka menggangu waktu makanku saja, aku kan masih ingin nambah nasi dan sambal. Duh.
"Uh...waw... pantes aja lama lo bro, ada makanan enak. Gue minta ya Cass?" Tanya si sahabat Henry yang ke arab-araban itu, tanpa menunggu persetujuan dariku, langsung di makan mendoan milikku. Yah, karena mereka menghabiskan milikku, aku lanjutkan menggoreng mendoan.
"HEH! SIAPA YANG NYURUH LO SEMUA MAKAN MASAKAN ISTRI GUE!" Tiba-tiba Henry datang dan marah, membuat aku dan teman-temannya kaget. Greg sampai menjatuhkan mendoan yang sedang digigitnya.
"WOY! NGAGETIN AJA LO! JATOH DEH TUH TEMPE GUE! SIALAN!" Greg ikut-ikutan marah, mereka saling adu mata, berkacak pinggang, seperti orang siap berkelahi.
"Doooh, lo berdua kenapa sih demen banget berantem?!" David, CEO Starlight Entertainment datang berusaha memisahkan Henry dan Greg, tapi David segera mengambil mendoan yang baru aku tambahkan di piring. "Emh... enak ini Cass."
"HEH! SIAPA YANG NYURUH LO MAKAN!" Henry masih saja marah.
"Kamu kenapa sih Hen? Ya, gak papa kan kalau mereka makan mendoan? Ini masih banyak, semuanya kebagian!" Aku ga tahan juga dengar suara marahnya Henry, akhirnya aku harus mengeluarkan suara juga.
"Tuh, istri tercinta lo aja ikhlas, elo, timbang tempe aja pelit! Gue sumpahin miskin lo!" Kata Fajar, sahabat Henry yang kearaban itu.
"Heh! Cassa itu kalau masak cuma buat gue! Bukan buat elo semua! Udah lo semua pergi dari dapur... pergi..." Henry mendorong teman-temannya untuk keluar dari dapur. Henry memastikan mereka menjauhi dapur.
"Kamu!" Henry menuding ke arahku dengan matanya yang hampir keluar, dan wajahnya yang penuh amarah. Bikin merinding.
"A...aku kenapa?" Tanyaku sambil sedikit mundur, jujur saja aku masih takut dengan Henry.
"Kamu kenapa bangun? Kamu kan masih sakit? Tidur sana! Jangan turun ke bawah sampai semua temanku pulang!" Henry marah dan berteriak.
"Aku bangun karena lapar dan ingin makan! Kenapa aku harus tidur lagi? Urusan temanmu, aku tidak perduli, terserah kalian mau ngapain, aku ga perduli!" Aku juga ga mau kalah teriak.
"Hey! Udah mulai berani ya kamu? Ingat kamu hanya boleh masak buat aku! Sini, kasih aku tempe gorengnya!" Henry mengulurkan tangannya meminta piring yang berisi tempe mendoan.
"Ish! Kamu tuh, hanya karena tempe aja marah-marah!"
"Kamu...! Udah sana naik! Ingat nanti kamu akan terima hukumannya! Karena berani-beraninya menggoda temanku!"
"Siapa yang menggoda?! Kamu jangan sembarangan bicara ya!" Disini aku sudah lupa untuk menjadi Cassandra yang genit dan manja, aku sudah bosan dihina Henry.
"Sudah naik sana! Sekarang! Atau mau aku gendong kamu sampai kamar?" Ancam Henry.
"Ga usah! Aku bisa sendiri!" Aku mengentakan kaki dan naik ke kamar. Huh, aneh banget si Henry! Aku kan masih lapar, belum minum lagi.